Share

Bab 3 : Obat Peluruh Kandungan

Nic berubah menjadi sosok yang sedikit lebih perhatian, setelah dokter memastikan Cloud benar-benar sedang mengandung, tapi bukannya merasa bahagia, ini malah membuat Cloud merasa semakin tidak nyaman. Wanita itu tahu kalau Nic hanya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ke bayi di dalam kandungannya dan bukan dirinya.

“Nyonya sedang hamil, jadi pastikan setiap pagi, siang, dan malam dia meminum vitaminnya.”

Nic memberikan obat dari dokter kandungan ke Mbok Cicih yang membukakan pintu. Pembantu paruh baya yang sudah lama mengabdi di keluarganya itu pun mengangguk paham, lantas memandang Cloud yang terlihat lemas dan langsung naik ke lantai atas.

Di rumah mewah itu Nic menyiapkan kamar lain untuk Cloud. Selama tiga bulan ini keduanya tidur terpisah. Nic juga memiliki kamar pribadi sendiri. Kamar utama hanya mereka gunakan untuk berjaga-jaga jika ada keluarga yang menginap di sana. Dan sial bagi Cloud karena Nic tidak mengizinkannya mengunci pintu kamar. Pernah sekali dia melakukannya dan berakhir didobrak paksa oleh suaminya itu.

Baik Mbok Cicih, Atik, dan Pak Parman—sang penjaga rumah, sudah tahu bagaimana perlakuan Nic ke Cloud, tapi mereka semua tidak bisa melakukan apa-apa karena Nic juga tidak pernah memukul atau menganiaya sang istri. Sebagai pembantu mereka hanya butuh uang dari hasil bekerja di sana, hingga di luar urusan pekerjaan mereka memilih untuk tutup mata dan telinga.

Sesampainya di kamar, Cloud terduduk lemas di tepi ranjang. Keberanian, rasa percaya diri, dan bahkan harga diri yang dia miliki seolah kalah melawan kearoganan Nic. Cloud merasa lelah harus menjadi dua sosok yang berbeda dalam satu waktu. Di depan orang lain dia masih Cloud yang seperti dulu, tapi di depan Nic dia seperti seekor kucing yang harus tunduk ke perintah majikan.

Cloud perlahan mengangsurkan tangan untuk mengusap perutnya, dia benar-benar tak berharap mengandung anak pria jahat seperti Nic. Ia menelan saliva, sebuah pikiran yang seharusnya tidak muncul di kepala tiba-tiba terlintas begitu saja.

“Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu,” ucap Cloud. Ia pun berdiri menuju kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan bungsu Skala Prawira itu, jika pikiran buruk mulai menyerang dia memilih mandi lalu tidur.

Namun, tidur yang diidam-idamkan juga tak bisa Cloud dapatkan  dengan mudah, saat dia mendengar derit pintu kamar yang terbuka. Cloud yang sudah meringkuk di dalam selimut pun memilih diam menyadari Nic berbaring di sampingnya lalu menyanggah kepala.

“Kamu tidak boleh tidur sebelum makan malam,” ucap pria itu.

“Aku tidak lapar!”

“Aku sedang tidak perhatian padamu, aku hanya tidak ingin anakku kekurangan gizi.”

 Nic menjawab dengan ketus lalu tertawa. Tawa yang di telinga Cloud selalu terdengar sama − Mencibir dan meremehkan.

“Apa kamu tidak merasa Tuhan sedang berpihak padaku? Secepat ini dia memberi jawaban atas doaku,” ujar Nic.

Cloud hanya diam mendengarkan, dia tahu doa yang dimaksud suaminya adalah anak yang bisa dijadikan sebagai alat balas dendam.

“Sebusuk apapun hatimu, kamu seharusnya tidak menggunakan anak menjadi alat,” balas Cloud yang masih pada posisinya memunggungi.

“Kenapa tidak?” Nic bertanya kemudian menegakkan badan, matanya menunjukkan keterkejutan seolah bisa membaca pikiran Cloud dan kembali mengancam. “Jangan berani-beraninya kamu melakukan hal gila ke anak itu!”

Cloud memejamkan mata dengan tangan yang mengepal di balik selimut, sungguh dia ingin sekali berteriak memaki Nic, tapi rasanya dia lelah, dia tidak ingin lagi menghabiskan tenaga untuk berdebat dengan pria itu dan membiarkannya pergi setelah membanting pintu dengan keras.

Beberapa minggu berlalu, Cloud masih menjalani perannya sebagai direktur Niel Fashion — perusahaan milik sang mama yang kini berada di bawah pimpinannya. Ia sedang duduk di kursi kerja sambil memeriksa design baju model terbaru yang akan diluncurkan di bulan Juli nanti. Namun, ketenangannya tiba-tiba terganggu saat pintu ruang kerjanya didobrak dengan paksa. Cloud terperanjat, dia pun meminta sekretarisnya yang tergopoh untuk menutup pintu dan meninggalkan ruangan.

“Kenapa? Ada apa ke sini?” tanya Cloud ke Nic.

Pria itu langsung meninggalkan rapat penting, setelah mendapat laporan bahwa Cloud memesan obat peluruh kandungan dari toko obat online ilegal. Wanita itu bahkan memakai pengantaran kilat menggunakan jasa ojek online seolah tidak sabar ingin segera mengonsumsinya.

"Apa kamu gila?"

“Apa maksudmu? Kenapa datang-datang langsung bertanya seperti itu?” Cloud kebingungan, alis matanya bahkan hampir bertaut melihat Nic emosi seperti ini.

Pria itu mendekat dan menarik tangannya. Nic menyudutkan Cloud ke tembok lalu mencengkeram pipi dengan kasar.

“Kamu memesan obat peluruh kandungan ‘kan? Ingat Cloud! Jika sampai terjadi hal yang buruk ke bayi itu, aku akan membuatmu menyesal seumur hidup,” ucap Nic penuh penekanan.

“Meskipun kamu ibunya, tapi kamu tidak bisa seenaknya memutuskan apa yang bisa kamu perbuat padanya, dia anakku!” Imbuh Nic. Ia melepaskan tangan dengan sangat kasar, setelah membuat Cloud meneteskan air mata.

Nic berpaling pergi dengan dada bergemuruh, tapi langkah kakinya terhenti saat Cloud membuka mulut.

“Anakmu? Jika kamu menganggap dia anakmu, lalu kenapa kamu berniat menjadikannya alat untuk obsesi balas dendam tak berdasarmu itu?”

Komen (17)
goodnovel comment avatar
Novi Artati
blm terlalu paham cerita
goodnovel comment avatar
Nellaevi
Sabar yaa cloud
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
masih di awal, benang merahnya masih di awang "
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status