Nic berubah menjadi sosok yang sedikit lebih perhatian, setelah dokter memastikan Cloud benar-benar sedang mengandung, tapi bukannya merasa bahagia, ini malah membuat Cloud merasa semakin tidak nyaman. Wanita itu tahu kalau Nic hanya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ke bayi di dalam kandungannya dan bukan dirinya.
“Nyonya sedang hamil, jadi pastikan setiap pagi, siang, dan malam dia meminum vitaminnya.”
Nic memberikan obat dari dokter kandungan ke Mbok Cicih yang membukakan pintu. Pembantu paruh baya yang sudah lama mengabdi di keluarganya itu pun mengangguk paham, lantas memandang Cloud yang terlihat lemas dan langsung naik ke lantai atas.
Di rumah mewah itu Nic menyiapkan kamar lain untuk Cloud. Selama tiga bulan ini keduanya tidur terpisah. Nic juga memiliki kamar pribadi sendiri. Kamar utama hanya mereka gunakan untuk berjaga-jaga jika ada keluarga yang menginap di sana. Dan sial bagi Cloud karena Nic tidak mengizinkannya mengunci pintu kamar. Pernah sekali dia melakukannya dan berakhir didobrak paksa oleh suaminya itu.
Baik Mbok Cicih, Atik, dan Pak Parman—sang penjaga rumah, sudah tahu bagaimana perlakuan Nic ke Cloud, tapi mereka semua tidak bisa melakukan apa-apa karena Nic juga tidak pernah memukul atau menganiaya sang istri. Sebagai pembantu mereka hanya butuh uang dari hasil bekerja di sana, hingga di luar urusan pekerjaan mereka memilih untuk tutup mata dan telinga.
Sesampainya di kamar, Cloud terduduk lemas di tepi ranjang. Keberanian, rasa percaya diri, dan bahkan harga diri yang dia miliki seolah kalah melawan kearoganan Nic. Cloud merasa lelah harus menjadi dua sosok yang berbeda dalam satu waktu. Di depan orang lain dia masih Cloud yang seperti dulu, tapi di depan Nic dia seperti seekor kucing yang harus tunduk ke perintah majikan.
Cloud perlahan mengangsurkan tangan untuk mengusap perutnya, dia benar-benar tak berharap mengandung anak pria jahat seperti Nic. Ia menelan saliva, sebuah pikiran yang seharusnya tidak muncul di kepala tiba-tiba terlintas begitu saja.
“Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu,” ucap Cloud. Ia pun berdiri menuju kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan bungsu Skala Prawira itu, jika pikiran buruk mulai menyerang dia memilih mandi lalu tidur.
Namun, tidur yang diidam-idamkan juga tak bisa Cloud dapatkan dengan mudah, saat dia mendengar derit pintu kamar yang terbuka. Cloud yang sudah meringkuk di dalam selimut pun memilih diam menyadari Nic berbaring di sampingnya lalu menyanggah kepala.
“Kamu tidak boleh tidur sebelum makan malam,” ucap pria itu.
“Aku tidak lapar!”
“Aku sedang tidak perhatian padamu, aku hanya tidak ingin anakku kekurangan gizi.”
Nic menjawab dengan ketus lalu tertawa. Tawa yang di telinga Cloud selalu terdengar sama − Mencibir dan meremehkan.
“Apa kamu tidak merasa Tuhan sedang berpihak padaku? Secepat ini dia memberi jawaban atas doaku,” ujar Nic.
Cloud hanya diam mendengarkan, dia tahu doa yang dimaksud suaminya adalah anak yang bisa dijadikan sebagai alat balas dendam.
“Sebusuk apapun hatimu, kamu seharusnya tidak menggunakan anak menjadi alat,” balas Cloud yang masih pada posisinya memunggungi.
“Kenapa tidak?” Nic bertanya kemudian menegakkan badan, matanya menunjukkan keterkejutan seolah bisa membaca pikiran Cloud dan kembali mengancam. “Jangan berani-beraninya kamu melakukan hal gila ke anak itu!”
Cloud memejamkan mata dengan tangan yang mengepal di balik selimut, sungguh dia ingin sekali berteriak memaki Nic, tapi rasanya dia lelah, dia tidak ingin lagi menghabiskan tenaga untuk berdebat dengan pria itu dan membiarkannya pergi setelah membanting pintu dengan keras.
Beberapa minggu berlalu, Cloud masih menjalani perannya sebagai direktur Niel Fashion — perusahaan milik sang mama yang kini berada di bawah pimpinannya. Ia sedang duduk di kursi kerja sambil memeriksa design baju model terbaru yang akan diluncurkan di bulan Juli nanti. Namun, ketenangannya tiba-tiba terganggu saat pintu ruang kerjanya didobrak dengan paksa. Cloud terperanjat, dia pun meminta sekretarisnya yang tergopoh untuk menutup pintu dan meninggalkan ruangan.
“Kenapa? Ada apa ke sini?” tanya Cloud ke Nic.
Pria itu langsung meninggalkan rapat penting, setelah mendapat laporan bahwa Cloud memesan obat peluruh kandungan dari toko obat online ilegal. Wanita itu bahkan memakai pengantaran kilat menggunakan jasa ojek online seolah tidak sabar ingin segera mengonsumsinya.
"Apa kamu gila?"
“Apa maksudmu? Kenapa datang-datang langsung bertanya seperti itu?” Cloud kebingungan, alis matanya bahkan hampir bertaut melihat Nic emosi seperti ini.
Pria itu mendekat dan menarik tangannya. Nic menyudutkan Cloud ke tembok lalu mencengkeram pipi dengan kasar.
“Kamu memesan obat peluruh kandungan ‘kan? Ingat Cloud! Jika sampai terjadi hal yang buruk ke bayi itu, aku akan membuatmu menyesal seumur hidup,” ucap Nic penuh penekanan.
“Meskipun kamu ibunya, tapi kamu tidak bisa seenaknya memutuskan apa yang bisa kamu perbuat padanya, dia anakku!” Imbuh Nic. Ia melepaskan tangan dengan sangat kasar, setelah membuat Cloud meneteskan air mata.
Nic berpaling pergi dengan dada bergemuruh, tapi langkah kakinya terhenti saat Cloud membuka mulut.
“Anakmu? Jika kamu menganggap dia anakmu, lalu kenapa kamu berniat menjadikannya alat untuk obsesi balas dendam tak berdasarmu itu?”
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya