"Papamu meninggal karena kecelakaan, bagaimana bisa kamu terus memfitnah papaku?"
Nic mendorong tubuh Cloud sampai tersudut ke tembok kamar. Matanya menatap penuh kebencian ke Cloud yang berani melawan. Bukan tanpa alasan Nic marah, istrinya itu lagi-lagi ketahuan menemui pengacara untuk menanyakan prosedur pengajuan gugatan cerai.
"Aku sudah bilang punya bukti kuat!"
"Lalu tuntut saja papaku, biarkan dia masuk penjara jika memang terbukti bersalah sudah membunuh!" balas Cloud dengan mata merambang.
"Aku bisa saja melakukan itu, tapi bukan itu yang aku mau. Uang bisa dengan mudah membuat Papamu bebas dari segala tuntutan, yang aku inginkan adalah membuat keluargamu hancur dan menderita secara perlahan," jawab Nic dengan tatapan dingin.
Mata pria itu memindai wajah Cloud. Tak bisa Nic pungkiri, paras istrinya itu begitu elok dan rupawan. Namun, Cloud bukan tipenya, wanita mandiri dan pembantah adalah tipe wanita yang paling dia benci.
"Papa dan mamamu sangat sayang padaku, menantu yang penuh perhatian dan membanggakan. Apa kamu tahu? Kemarin aku dan papamu bermain golf bersama, dia berjanji akan memberiku lima persen saham PG Factory saat kamu melahirkan anak pertama kita."
"Kamu memang brengsek, aku bahkan mual berdekatan denganmu," ketus Cloud. Dia terus memberontak berusaha melepaskan diri.
Cloud frustasi, dia tidak bisa dengan mudah memberitahu sikap Nic ke orangtuanya, selain tidak ingin mereka khawatir, Cloud juga sudah memutuskan untuk menghentikan niatan keji Nic seorang diri.
Namun, terlepas dari semua itu, ada satu hal yang membuat Cloud serasa berada di persimpangan arah. Meski terus disakiti dan dikasari oleh Nic, Cloud terkadang kasihan dan simpati, tatapan mata pria itu sesekali menunjukkan kesedihan dan kesepian.
Cloud tertegun, melakukan hal bodoh lagi dengan hanya diam saat Nic menciumnya penuh nafsu, tapi kali ini ada yang berbeda. Cloud tiba-tiba merasa mual, Nic yang sadar buru-buru melepas cekalannya. Pria itu mengusap bibir yang basah dengan ibu jari, pandangan matanya terarah ke lantai, kemudian pintu kamar mandi yang dibanting keras oleh sang istri.
Cloud mengeluarkan isi perutnya di depan wastafel, sudah beberapa hari ini setiap malam dia selalu merasa mual. Nic sendiri tak tinggal diam melihat Cloud kepayahan, tapi jelas dia tidak berniat membantu.
Nic menekuk kedua tangan di depan dada lalu menyandar pada kusen pintu kamar mandi. Dia bertanya dan membuat wanita itu semakin tidak nyaman.
“Apa kamu hamil Cloud?” tanya Nic dengan satu sudut bibir tertarik. “Secepat itu bukan aku bisa membuatmu mengandung anakku?”
Cloud mengusap mulutnya yang baru saja dibilas dengan air, dia menoleh Nic dengan raut wajah kesal. Bibirnya terasa terkunci, dia hanya diam saat pria itu kembali melempar senyum penuh cibiran padanya, seolah-olah dia bukan manusia yang bisa merasakan sakit hati.
***
Dua hari setelah kejadian itu, Cloud merasa dirinya seperti sedang menjadi pemeran utama di sebuah drama. Nic membawanya pergi secara paksa, tanpa memberi tahu ke mana tujuannya.
"Mau kamu bawa ke mana aku? Menepi dan turunkan aku!”
Cloud marah bahkan tak mau mengenakan sabuk keselamatan, dia seolah sudah siap mati kapan saja di tangan pria yang menikahinya hanya untuk menjadi alat balas dendam. Bagi Cloud, Nic adalah musuh jika mereka hanya berdua seperti saat ini, dia bahkan memanggil Nic dengan sopan hanya saat berada di depan orang lain.
"Aktingmu di depan mama dan papa benar-benar meyakinkan, sampai aku sendiri tidak percaya.”
Cloud sengaja menyindir, karena beberapa menit yang lalu Nic baru saja menjemput di rumah orangtuanya. Bianca —ibunda Cloud mengadakan arisan sosialita, dan seperti biasa Cloud diminta datang karena banyak makanan kesukaannya.
Di sana Nic mengambil kesempatan bermain sandiwara, pria itu menunjukan perhatian sebagai seorang suami dengan cara mengusap rambut Cloud, bahkan mendaratkan ciuman di pundak dan pipi saat mereka duduk bersisian. Bagaimana cara Nic memperlakukan Cloud di depan publik selalu sukses membuat orang lain iri.
"Untuk apa kamu membawaku ke rumah sakit ibu dan anak?"
Cloud terperanjat setelah tahu ke mana Nic membawanya. Dada wanita itu berdetak lebih cepat karena takut. Cloud menoleh pada Nic yang sedang melepas seat belt, setelahnya pria itu terlihat mengambil sesuatu dari dalam laci dashboard.
"Setidaknya buang ini ke tempat yang tidak bisa ditemukan orang," ucap Nic sambil menunjukkan tespek yang digunakan Cloud kemarin.
"Apa kamu mengais tempat sampah?"
"Kamu pikir aku gila? Aku mendengar mbok Cicih dan Atik berbicara tentang benda ini dan kemungkinan dirimu hamil."
Cloud tak bisa mengelak, padahal dia ingin menyembunyikan kehamilan selama yang dia bisa, tapi ternyata Nic memiliki lebih banyak cara untuk melakukan hal-hal yang tidak dia duga.
"Jika pembantu rumah saja bahagia saat tahu kamu hamil, kira-kira bagaimana reaksi orangtuamu?" Sindir Nic. "Ucapkan selamat tinggal pada niatanmu bercerai denganku! Jadilah istri dan ibu penurut sambil melihat bagaimana aku menghancurkan papamu.”
Nic kembali mengancam. Ia yakin Cloud tidak menginginkan hamil, karena tahu anak itu nantinya hanya akan dia jadikan alat untuk mewujudkan ambisi membalaskan dendam.
Nic menoleh Cloud, dia malah tersenyum senang melihat bibir istrinya itu bergetar lalu meneteskan air mata.
Nic berubah menjadi sosok yang sedikit lebih perhatian, setelah dokter memastikan Cloud benar-benar sedang mengandung, tapi bukannya merasa bahagia, ini malah membuat Cloud merasa semakin tidak nyaman. Wanita itu tahu kalau Nic hanya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ke bayi di dalam kandungannya dan bukan dirinya.“Nyonya sedang hamil, jadi pastikan setiap pagi, siang, dan malam dia meminum vitaminnya.”Nic memberikan obat dari dokter kandungan ke Mbok Cicih yang membukakan pintu. Pembantu paruh baya yang sudah lama mengabdi di keluarganya itu pun mengangguk paham, lantas memandang Cloud yang terlihat lemas dan langsung naik ke lantai atas.Di rumah mewah itu Nic menyiapkan kamar lain untuk Cloud. Selama tiga bulan ini keduanya tidur terpisah. Nic juga memiliki kamar pribadi sendiri. Kamar utama hanya mereka gunakan untuk berjaga-jaga jika ada keluarga yang menginap di sana. Dan sial bagi Cloud karena Nic tidak mengizinkannya mengunci pintu kamar. Pernah sekali dia melakuka
Lima tahun kemudian suara musik riang gembira terdengar memenuhi aula sebuah sekolah internasional. Cloud sesekali melempar senyuman ke orangtua murid yang juga hadir untuk menyaksikan pentas seni anak mereka.[Kala, sebentar lagi tampil. Jangan kecewakan dia seperti yang kamu lakukan kemarin]Cloud duduk sambil menggenggam ponsel di tangan, dia baru saja mengirim pesan ke Nic, mengingatkan pria itu yang sudah berjanji untuk datang ke acara sekolah putra mereka.Cloud bertepuk tangan saat kelas putranya disebut oleh MC. Lagi dan lagi, sepertinya Cloud harus berbohong ke Kala, jika sampai Nic tidak datang ke acara sekolahnya."Kala! Hai!"Cloud tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah sang putra. Dia pikir bisa dengan mudah lepas dari Nic setelah Kala lahir. Namun, setiap kali Cloud ingin mengajukan perceraian, hal-hal tak terduga selalu terjadi dan selalu berakhir membuatnya mengurungkan niat.Kala terlihat paling tampan di antara teman-temannya. Bocah berumur empat tahun itu memil
Nic melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, pria itu bahkan tak peduli menerobos lampu merah untuk segera membawa Kala yang sudah tak sadarkan diri ke rumah sakit. Sementara di sampingnya, Cloud terus memeluk bocah malang itu, pipinya sudah basah akan air mata melihat Kala terkulai tak berdaya.“Mama mohon, Kala! Maafkan Mama!”Cloud benar-benar kacau, di dalam pikirannya dia takut hal yang buruk terjadi ke sang putra. Meski Kala terlahir bukan dari rasa cinta yang dia miliki ke sang suami, tetap saja dia adalah seorang ibu yang mengandung dan melahirkan anak itu.Beberapa menit kemudian mobil Nic berhenti tepat di depan IGD rumah sakit, pria itu mamarkirkan mobil serampangan, melepas sabuk pengaman dengan kasar lantas membuka pintu penumpang dan meraih Kala dari gendongan sang istri.Cloud sendiri bergegas mengejar masuk. Baru kali ini semenjak lima tahun yang lalu mereka terlihat kompak menjadi pasangan suami istri.“Dia baru saja makan pasta kacang merah, tiba-tiba sesak napas lal
“Aku pikir kamu akan mengurus adminstrasi,” jawab Cloud. Ia berdiri melihat Nic berada tak jauh darinya.“Rio datang, dia yang mengurus.”Nic memandang wajah Kala yang pucat. Sebagai ayah dari anak itu, dia juga merasa sangat bersalah dengan apa terjadi. Nic sendiri memiliki rasa ingin berhenti bersikap seperti ini, tapi jauh di lubuk hatinya rasa dendam ke Skala Prawira tak bisa hilang begitu saja. Nic bahkan semakin yakin mertuanya itu adalah pembunuh sang papa semenjak mengucapkan sumpahnya ke sang istri lima tahun yang lalu dan selalu menjadi nyata.“Aku bersumpah akan ada hal buruk setiap kali kamu menggugat cerai.”Cloud duduk kembali, sedangkan Nic larut dalam pikirannya. Baik dia dan Nic sama-sama merasa bersalah ke Kala. Cloud ingat di tahun pertama pernikahannya, saat tengah hamil Kala, dia meminta bertemu Nic untuk membahas perceraian. Namun, tiba-tiba saja dia terkapar tak sadarkan diri, karena pasta yang sama seperti yang dimakan Kala.Waktu itu, Cloud beranggapan Nic sen
“Kamu! Kenapa tidak memberitahu papa dan mama kalau Kala masuk rumah sakit?”Paginya Bianca dan Skala datang menjenguk Kala. Meski tidak diberitahu kabar masuknya sang cucu ke rumah sakit, tapi banyak rekan dan saudara mereka yang bertanya tentang kabar itu, hingga akhirnya Bianca menghubungi Cloud untuk menanyakan.“Dia sudah ba-"Belum juga selesai menjawab, Bianca sudah memeluk Kala. Wanita itu sangat memanjakan satu-satunya cucu laki-laki di keluarga. Cloud memang memiliki seorang kakak laki-laki yang juga sudah menikah, tapi dari pernikahan itu Rain — kakaknya dikaruniai dua anak perempuan.“Mabibi, lihat aku disuntik!” Kala langsung mengadu ke Bianca, dia memberi neneknya panggilan kesayangan, sedangkan untuk kakeknya Kala hanya menyebut opa.“Aduh! Cucu kesayangan Mabibi sakit ya!” Bianca mengusap punggung Kala secara konstan, sampai sang cucu mengurai pelukan mendapati Skala mengeluarkan mainan.Cloud hanya bisa menatap dengan senyuman yang tak pernah bisa lepas, ada beban ya
‘Kala, coba tanya papa apa boleh?’ “Hah … apa dia sedang bermain-main denganku?” Nic bergumam sendiri di dalam mobil setelah memastikan kondisi putranya di rumah sakit. Pertanyaan Kala soal bagaimana jika memiliki dua orang papa ternyata mengganggu pikiran Nic. Pria berwajah dingin dengan tatapan yang selalu bisa membuat orang lain takut itu menjawab dengan tegas, bahwa tidak boleh seorang anak memiliki dua orang papa di satu waktu. “Dia pasti sengaja.” Nic berpikiran buruk lagi ke Cloud. Karena menjawab pertanyaan itu, dia juga harus memberi pengertian ke Kala kalau pasangan suami istri harus bercerai dulu sebelum menjalin hubungan dengan yang lain. “Arkan, Ha? Tidak akan aku biarkan kamu dekat-dekat dengannya, jangan sampai dia menjadi tempatmu meminta bantuan!” Nic memulas seringai jahat di wajah. Namun, tak lama wajah bengis itu berubah saat ponsel miliknya berbunyi. Melihat nama sang istri terpampang di sana, Nic yakin pasti bukan Cloud yang ingin menghubunginya melainkan Ka
“Apa selingkuhanmu sedang tidak bisa melayani?” Sinis Cloud. Ucapannya itu bagai tamparan sampai Nic menurunkan tangan yang masih membelai pipi. Namun, bukan Niklas Danuarta namanya jika tidak bisa membalas ucapan orang yang mengusiknya. Pria itu meraih pinggang dan menarik tubuh Cloud hingga menubruk dadanya yang bidang. “Apa kamu mulai cemburu? Katakan saja kalau kamu mencintaiku!” “Jangan mimpi!” Cloud mengelak, tatapan matanya dan Nic saling mengunci. Ia sadar mata adalah cerminan hati, dirinya tidak bisa berlama-lama ditatap seperti ini oleh pria yang sangat membencinya. Cloud sadar hanya akan berakhir menjadi bulan-bulanan jika sampai Nic tahu perasaannya. “Mari bercerai, aku akan memberikanmu saham atau apapun yang kamu minta, tapi akhiri semua ini denganku,” ucap Cloud yang masih beradu pandang dengan Nic. “Apa kamu bisa membunuh papamu?” Nic melepaskan Cloud dari pelukan dengan kasar. Ia menarik salah satu sudut bibir dan mengulangi pertanyaannya barusan. “Yang aku in
“Aku tidak bisa, Kala baru saja keluar dari rumah sakit, aku masih harus memantau kondisinya.” Cloud menelinga perbincangan sang suami di telepon. Ia terlihat tidak mencurahkan semua perhatian ke Kala yang sedang menggosok gigi di depan cermin kamar mandi. Wanita itu mengalihkan pandangan saat Nic masuk dan meletakkan kembali ponsel di nakas. Suaminya itu mengambil remote AC untuk menyesuaikan suhu, lalu menata bantal dan guling di kasur. “Siapa yang telepon, Pa?” Tanya Kala. Selain memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata anak sebayanya, Kala memang sangat peduli dengan apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Nic dan Cloud menyadari ini, hingga mereka selalu bertindak hati-hati. Keduanya sama-sama tidak ingin sang putra merasakan konflik yang terjadi. Ancaman Nic soal memanfaatkan Kala sebagai alat untuk membalas Skala pun sepertinya tak akan terealisasi. Ia sangat mencintai Kala, dan cara lain diam-diam sudah dia susun untuk menghancurkan keluarga istrinya, meski sangat curang d