Share

Part 3

Part 3

Pov Tami.

Aku terbangun, perutku tiba-tiba sakit dan melilit sekali. Kulirik jam masih pukul empat pagi. Bang Suryo pun masih mendengkur di sampingku. Segera aku lari ke kamar mandi, untuk melaksanakan panggilan alam. Baru selesai menuntaskan panggilan alam dan baru akan keluar dari kamar mandi, lagi-lagi perut ini melilit. Aku pun masuk kembali. Sampai berkali-kali aku seperti itu. Akhirnya, daripada capek bolak-balik aku memilih nongkrong aja di WC sambil berpikir, 'aku salah makan apa?'

Sedang asyik-asyiknya nongkrong, pintu kamar mandi digedor-gedor dengan keras.

"Dek, kamu di dalam?" Tanya Bang Suryo, suamiku tercinta.

"He'em."

"Cepat! Aku gak tahan!"

Aku cepat-cepat menyelesaikan ha*jatku dan keluar dari kamar mandi.

"Astaga, Dek! Bibirmu kenapa itu?" Tanya Bang Suryo dengan raut terkejut.

Kupegang bibirku. Astaga! Kok bentuknya terasa lain. Dengan cepat aku ke kamar dan berkaca.

"Ya ampun! Bibirku kok jon*tor gini?" Pekikku yang membangunkan seisi rumah.

Kuperiksa tubuh yang lain, bagian tangan dan kaki bintik-bintik merah. Memang tadi malam aku merasa sangat gatal di bagian wajah, tangan, dan kaki. Sampai susah tidur. Aku salah makan apa sih, kok sampai begini? Gak mungkin kan karena makan ikan, wong ikannya masih bagus kok.

"Bang, badanku kenapa pada gatal-gatal begini ya?" Tanyaku pada Bang Suryo yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Ya pikir aja sendiri!" Jawabnya dengan ketus.

Ternyata Bang Suryo masih marah gara-gara ikan kemarin. Dasar plin-plan! kemarin bilangnya pengen makan enak, udah dimasaki ikan bukannya bersyukur malah marah.

"Udah cepat, biar aku antar berobat. Besok aku pergi keluar kota sama bos, ninjau proyek yang ada di sana. Nanti ada apa-apa susah, gak ada aku di rumah." Ucap Bang Suryo.

Walau lagi marah, ternyata dia masih perhatian padaku. Oogh ... Jadi makin cinta.

"Abang ada uang?" Tanyaku.

"Ya uang kamulah, Dek! Abang mana ada lagi uang, kan udah Abang kasih semua sama kamu."

"Aku juga gak ada uang, Bang. Tinggal untuk belanja besok."

"Ya udah, jual aja emas kamu satu."

Lagi-lagi Bang Suryo berusaha menjarah emasku.

"Gak maulah Bang, sayang kok."

"Terserah! Tahankanlah sakitmu itu!" Ketus Bang Suryo sambil berlalu.

Baru saja Bang Suryo berlalu, kembali perut ini melilit sekali. Segera aku lari ke kamar mandi.

Selagi merenung di WC, aku dapat ide. Aku minta saja obat ke Santi, tetanggaku. Dia seorang perawat di rumah sakit dan memang biasanya banyak stok obat-obatannya di rumah, yang kadang-kadang diperjual-belikan.

Selesai buang ha*jat, aku pergi ke rumah Santi.

"Saaan ... Santiii ...," panggilku, tapi tak ada jawaban dari Santi.

'Pasti masih tidur,' batinku.

Sampai beberapa kali kupanggil, akhirnya keluarlah Santi, dengan wajah khas orang bangun tidur.

"Ya ampun, San, matahari udah tinggi baru bangun?"

"Iya Bulek, abis shift malam. Ini juga baru tidur, tapi terbangun karena Bulek manggil."

Santi dan Bang Suryo memang masih ada hubungan saudara. Makanya dia memanggilku Bulek.

"Kenapa, Bulek?" Tanyanya lagi.

"Bulek mau minta obat, liat ni ...," kataku menunjukkan bibirku yang memang dari tadi kututupi handuk, yang kusampirkan di bahu.

"Astaga! Kenapa itu, Bulek?"

"Gak tau ni, San, dari tadi malam gatal-gatal terus, diare juga," kataku menjelaskan.

"Bulek salah makan kalii ...."

"Gak tau deh, San ... Ada obatnya gak?"

"Sebentar ya, Bulek," katanya sambil membuka lemari penyimpanan obatnya.

Santi pun memberiku bermacam-macam obat, juga menasihatiku untuk banyak minum air, agar tidak dehidrasi.

"Oke, makasih ya, San," kataku sambil melenggang pergi dengan diiringi tatapan Santi yang ... Entahlah.

'Masa iya dia mau minta bayaran? Gitu amat sama saudara sendiri aja perhitungan.' Batinku sambil masuk ke rumah.

***

Setelah minum obat dari Santi, esoknya aku langsung pulih. Ternyata obatnya manjur. Hari ini Bang Suryo akan pergi ke luar kota dan menginap di sana katanya. Lumayan deh, gak perlu masak. Cukup goreng telor atau masak mie instan sebungkus aja cukup.

"Maaak, perutku sakit banget Mak," rintih Wulan saat aku akan masak Mie instan untuk makan malam.

"Duh, kenapa, Kak?"

"Gak tau, Mak, macam sesak e*ek."

"Ya udah, sana ke kamar mandi," kataku.

Belum berselang lama Wulan masuk ke kamar mandi, gantian Rafa datang mengeluhkan badannya gatal-gatal. Dan ternyata dua-duanya juga ngalami sakit yang sama kayak aku kemarin, diare plus gatal-gatal. Jadilah dua-duanya merengek saja. Ampuuun! Mana Bang Suryo lagi gak ada.

Aku pun berinisiatif memberi obat dari Santi kemarin. Tapi ini kan obat untuk dewasa, mana mungkin kuberi mereka. Akhirnya aku pergi ke rumah Santi lagi. Tapi sayang, berulang-ulang kali kupanggil, Santi tak keluar-keluar. Padahal aku tahu dia ada di dalam rumah. Dasar kej*am! Orang lagi kesusahan dia tak mau menolong. Mana duit juga gak ada lagi. Eh, ada sih, tapi itu anggaran untuk beli emas. Masa, mau dipakai. Harus minta tolong ke siapa lagi aku? Minta tolong ke keluargaku tak mungkin. Mereka tak bisa diharap, paling susah dimintai tolong.

Ahaaa ... Aku tau!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status