Pelit Bin Medit
Part 4Pov TamiAhaaa ... Aku tau!Gegas kukeluarkan motor dari rumah, kuajak juga anak-anakku. Tujuanku adalah ke rumah Bik Nur.Tak sampai dua menit, sampailah aku di rumah Bik Nur. Rumahnya memang tak terlalu jauh dari rumahku."Bik ... Oh Bik!" Panggilku sambil mengetuk pintu rumah Bik Nur.Tak berselang lama, keluarlah Bik Nur."Ada apa Mi?" Tanyanya dengan pandangan menyelidik."Bik, ada uang gak? Aku mau bawa anak-anak berobat ni Bik, pada sakit.""Duh, gak ada, Bibik. Uangnya dibawa Mamang semua." Jawab Bik Nur.Tahu banget aku, kalau Bik Nur bohong. Mana pernah Bik Nur gak pegang uang. Uangnya juga banyak. Dasar Bik Nurnya aja yang pelit."Mak, gak tahan aku Mak ... Sakit kali perutku." Rengek Wulan."Iya Mak, badanku juga gatal kali ini. Cepatlah Mak." Sambung Rafa.Duh, kalau gini mau tak mau terpaksa pakai uang belanja untuk berobat deh ini."Anak-anakmu kenapa emangnya Mi? Kok pada sakit semua gini?" Selidik Bik Nur."Gak tau ni, Bik. Tiba-tiba udah begini.""Jangan bilang kalian makan ikan yang Bibik kasih kemarin?""Enggak kok Bik.""Iya Nek, kami makan ikan kemarin." Sahut Wulan dengan polosnya.Aku mendelik ke arah Wulan. Dia langsung menunduk."Tami ... Tami ... Udah dikasih tau kok ngeyel. Akhirnya susah sendiri gini kan?"Aku hanya cengar-cengir mendengar perkataan Bik Nur."Udah sana, antar dulu anakmu berobat!""Lily ada gak Bik? Aku mau minta temani satu malam. Bang Suryo lagi gak di rumah soalnya.""Ada. Sebentar Bibik panggil dia." Ucap Bik Nur sambil berlalu memanggil anaknya tersebut.Tanpa menunggu lama, Lily keluar dengan Totte bag di tangannya. Mungkin isinya baju ganti."Ly, temani Kakak ke klinik dulu ya?""Iya kak."***Sepulang dari klinik, aku teringat kalau kami belum makan malam, karena tadi aku tak jadi masak mie instan. Kuhentikan motor di dekat tukang bakso. Duh, mana uang udah sekarat lagi. Gak apa-apa deh, di rumah masih ada mie dan telor. Bisa buat besok."Kamu udah makan Ly?" Tanyaku."Belum kak.""Ya udah, kita beli bakso aja."Lily hanya mengangguk."Bang, bakso kosong satu ya ... Yang banyak kuahnya." Pesanku ke Abang bakso.Sebungkus aja cukuplah itu untuk kami berempat. Yang penting kuahnya banyak.Sampai di rumah segera kusiapkan makan malam. Kutuang bakso kosong yang banyak kuah tadi ke mangkok. Nasi masing-masing sudah kujatah di piring. Kalau gak dijatah, takut gak cukup nanti.Kuhitung bakso, ada sepuluh biji bakso kecil dan satu bakso besar. Kubelah bakso besar jadi dua, biar pas satu orang tiga biji. Mantap kan perhitunganku? Kulihat Lily hanya melongo melihat kelakuanku."Ayo makan, Ly! Tunggu apalagi?" Kataku padanya."Mau makan pake apa Kak? Sendoknya juga gak ada.""Ganti-gantian aja ya Ly. Kakak kehabisan sendok soalnya. Belum cuci piring." Ucapku sambil cengar-cengir."Terserah!" Ketusnya sambil rebahan nonton TV.Dasar g*ak sopan!***Pagi hari syukurnya anak-anakku sudah agak mendingan setelah minum obat dokter. Kulihat Lily sudah mandi. Sepertinya dia sudah siap-siap akan pulang.Pandanganku tertuju pada totte bag di sampingnya. Wow ... Apa itu? Mataku berbinar melihat isi Totte bagnya. Ada bermacam-macam perlengkapan skincare. Dengan kecepatan angin, aku mendekat ke arahnya."Apa ini Ly? Banyak banget ...." Ucapku terkagum-kagum."Masa Kakak gak tau itu apa?" Sahut Lily yang ternyata tau aku hanya basa-basi busuk."Kakak minta ya. Ini untuk muka ya?" Tanpa mendengar persetujuannya langsung saja kupakai segala macam skincare nya. Mumpung gratis. Asyiiik!"Mak ... Apa itu Mak?"Lagi asyik-asyiknya skincare-an datang para pasukan krucilku."Mak, aku pake ini ya Mak!" Ucap Wulan mengambil botol deodorant."Eh ... Jangan! Anak kecil gak boleh pake itu." Ucap Lily sambil menyambar kembali deodorantnya."Kalo gitu yang ini ajalah." Ucap Wulan lagi, mengambil botol body lotion."Itu untuk orang besar lho Wulan, kalo anak kecil ada sendiri body lotionnya." Larang Lily lagi."Udah gak papa, Wulan, Pake aja! Toh, makenya juga di luar badan, gak ditelan!" Ucapku kesal.Lily hanya geleng-geleng mendengar perkataanku. Dasar Lily! Semua-semua gak boleh, dasar dianya aja yang pelit. Gak mau bagi-bagi. Bela*gu banget.Selesai skincare-an, aku lanjut ke dapur menyiapkan sarapan. Kumasak sebungkus mie instan untuk aku, Lily, dan Wulan. Untuk Rafa kumasakan khusus, yaitu telor ceplok. Biar bergizi.Selesai masak kami pun sarapan bersama, awalnya Lily menolak, katanya mau pulang saja, udah siang. Tapi kuminta sarapan dulu, nanti dikira Emaknya aku pelit lagi, gak ngasih makan. Akhirnya dengan terpaksa dia pun sarapan juga."Mak ... Aku mau disuap Mamak. Makan di luar Mak." Ucap Rafa, kumat manjanya."Iya ... Iya, sebentar." Kataku sambil cepat-cepat menghabiskan sarapanku.Aku pun menyuapi Rafa di halaman rumah. Kulihat Lily juga sudah selesai sarapan dan bersiap-siap akan pulang."Kak, aku pulang ya." Ucap Lily."Biar Kakak antar aja nanti Ly, naik motor." Tawarku basa-basi."Gak usah Kak, aku jalan aja." Jawab Lily. Syukur deh, gak berkurang bensinku.Lagi asyik-asyiknya bicara dengan Lily, tiba-tiba Rafa yang sedang lari-larian menabrakku dari samping. Otomatis piring yang kupegang pun bergoyang. Dan ... Pluukk! Telor ceplok semata wayang jatuh ke tanah. Sekejap aku ternganga. Setelah tersadar segera kupungut lagi telor ceplok tersebut, kucuci di kran air samping rumah."Sayang, belum lima menit. Hehehe." Ucapku sambil menoleh ke arah Lily yang terpelongo-pelongo kian lebar melihat tingkahku.Part 59Lamunanku langsung buyar saat ponsel yang kuletakkan di nakas bergetar. Gegas kuraih ponsel tersebut."Nomor baru?" Gumamku saat melihat ke layar ponsel.Segera kugeser layar ponsel untuk menerima panggilan tersebut."Hallo ... Siapa ya?" Tanyaku pada sang penelpon."Pak, ini Pak Beni kan?" Tanya seseorang di seberang sana. Terdengar nada panik dari suaranya."Iya saya Beni. Ini siapa ya?" Tanyaku lagi."Saya Risman, Pak. Tetangga sebelah rumah, Bapak," ujarnya masih dengan nada begitu panik."Rumah? Rumah yang mana?" Tanyaku bingung. Jelas aku bingung, selama ini aku tak mengenal seseorang bernama Risman, dan sekarang tiba-tiba ada yang menelpon dan mengaku-ngaku sebagai tetanggaku."Rumah Bapak yang di komplek perumahan Permai Indah Residence."Aku langsung terkesiap begitu lelaki tersebut menyebutkan alamat tempat di mana kutinggalkan Tami sendiri."Oh iya, ada apa? Saya sed
Part 58Masih dengan wajah menunduk, perlahan kuturunkan kaca jendela, agar orang tersebut tak bertambah marah. Namun alangkah terkejutnya aku saat mendapati siapa yang sedari tadi mengetuk pintu mobilku."Su-suryo?" Aku langsung terkejut begitu melihat siapa orang yang sedari tadi marah-marah sambil mengetuk kaca mobilku."Beni?!" Serunya tak kalah kaget."Gila kamu ya, Ben! Main tabrak aja. Keluar cepat!" Hardiknya membuatku sedikit ciut. Padahal dulu saat kami akrab tak pernah kami bertengkar hebat. Lagi-lagi aku menyalahkan Tami atas kerengganganku dengan Suryo.Karena takut kena bogeman dari Suryo, mau tak mau aku pun turun dari mobil. Begitu turun, alangkah terkejutnya aku saat mendapati seorang bapak-bapak sudah tergeletak di hadapan mobilku dengan gerobak yang juga terlihat berantakan akibat tertabrak mobilku."Oooh, ini penabraknya! Tanggung jawab kamu! Atau kami akan laporin ke polisi," ancam salah seorang warga yang be
Part 57Masih dengan menutup hidung, aku masuk ke dalam rumah hendak mencari keberadaan Tami dan bertanya perihal bau busuk ini. Bergegas aku menuju kamar kami, namun ternyata pintunya tertutup. Kucoba perlahan membukanya, ternyata tak terkunci."Tamiii ...." Aku memekik kala melihat Tami yang hanya memakai pakaian dalam itu, sedang tergeletak di atas ranjang dengan posisi meringkuk sambil memegangi organ intimnya.Semakin aku mendekatinya semakin pekat pula bau busuk itu menguar. Atau jangan-jangan memang bau busuk ini berasal dari tubuh Tami?Dengan menahan napas aku berusaha membalikkan tubuh Tami yang membelakangiku. Alangkah terkejutnya aku, saat melihat wajah Tami sudah tak secantik kemarin. Bibirnya terlihat berwarna merah membengkak, begitu juga keseluruhan wajahnya terlihat timbul benjolan-benjolan yang mengeluarkan nanah berbau busuk.Yang lebih parah lagi, saat aku melihat ke arah kewanitaan Tami terlihat banyak sekali cairan
Part 56Dengan kecepatan tinggi Lilis mengemudikan mobil, membuat aku ketakutan dan menjerit-jerit karena takut kecelakaan. Namun, Lilis tetap tak menurunkan laju kendaraannya. Ia terlihat benar-benar gusar. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Nyai Warsih padanya?Setelah melalui perjalanan yang mendebarkan tersebut, akhirnya aku bisa bernapas lega setelah kami sampai di rumahku. Terlihat Mas Beni sedang duduk santai di teras rumah sambil merokok."Aku pamit langsung pulang ya, Mi," ucap Lilis tanpa menatapku. Pandangannya terlihat menerawang ke depan. Benar-benar aneh sikapnya."Kenapa buru-buru?" Tanyaku benar-benar penasaran dengan perubahan sikap Lilis."Aku sudah ditunggu suami." Lilis menjawab dengan sangat cepat."Tapi, Lis ... Setelah ini aku harus gimana?" Tanyaku lagi meminta solusi pada Lilis."Nanti kita bicarakan lagi ya, Mi. Aku harus cepat-cepat pulang," tukas Lilis. Kali ini dengan menatap wajahku.
Part 55POV ViviHatiku benar-benar panas kala mengetahui soal perselingkuhan Mas Beni dengan karyawannya. Apalagi video mesum mereka sampai viral di medsos. Membuat aku semakin malu dan tak ada muka untuk bertemu dengan geng sosialitaku. Sudah pasti aku jadi bahan gunjingan mereka saat ini.Sejak kejadian video Mas Beni viral, aku mulai membatasi geraknya. Pabrik kuambil alih, begitu juga dengan ponsel. Awalnya setelah perselingkuhannya terbongkar sebenarnya aku berniat mengajukan gugatan cerai pada Mas Beni. Tapi ia langsung memohon-mohon dan mengemis maaf padaku agar aku tak meninggalkannya. Bahkan ia janji tak akan mengulangi kesalahan itu lagi.Awalnya aku tak peduli dan tetap kukuh pada pendirian. Namun saat melihat Mas Beni yang benar-benar menunjukkan bahwa ia ingin berubah membuat hatiku jadi luluh dan percaya bahwa ia tak akan mengulangi kesalahan itu lagi.Mas Beni juga menunjukkan perubahan. Ia mulai menjauh dari si pelakor te
Part 54Begitu sampai di rumah sakit. Aku langsung mengatakan keluhanku pada dokter yang sedang berjaga di IGD. Mereka memintaku berbaring di ranjang, dan langsung memeriksa bagian sensitifku. Sudah persis seperti orang yang akan melahirkan keadaanku saat ini.Mereka langsung terkejut begitu melihat apa yang terjadi pada organ intimku. Bahkan aku pun lebih terkejut lagi, kala dokter memberitahu bahwa ada belatung yang keluar dari sana. Pantas saja tadi aku merasa ada yang bergerak-gerak di sana.Dokter dan perawat langsung membersihkan cairan yang keluar beserta belatung itu. Terlihat wajah mereka sangat menderita saat melakukannya. Apalagi bau busuk yang keluar semakin kuat. Bahkan mereka sampai memakai masker ganda demi menghalau bau yang keluar dari kewanitaanku.Dokter spesialis kulit dan kelamin pun datang. Berbagai macam pertanyaan ia lontarkan padaku. Apa aku selama ini melakukan seks bebas? Apa aku pernah berhubungan dengan pengidap PMS? A
Part 53Baru saja berjalan sekitar setengah jam, tiba-tiba ponsel Mas Beni berdering. Ia langsung membeliak begitu melihat sang penelpon yang tak lain adalah Vivi. Dengan media video callku pula. Matilah aku!"Gimana ini, Mas?" Tanyaku panik pada Mas Beni yang juga terlihat bingung sambil memandang layar ponsel."Emm ... Kamu keluar dulu bisa, Mi? Sembunyi agak jauh dari mobil," titah Mas Beni membuat hatiku dongkol.Aku berdecak kesal."Kenapa gak dimatikan saja sih, Mas? Ganggu saja!" Keluhku kesal."Gak bisa, Mi. Mas udah janji sama Vivi, bakal sering-sering hubungi dia, karena itu jugalah Vivi mengizinkan Mas pergi," ujar Mas Beni dengan raut wajah memelas.Aku memanyunkan bibir lalu keluar dari mobil sesuai perintah Mas Beni. Baru saja bertemu, sudah ada gangguan. Bagaimana lagi ke depannya? Masa iya sedang sibuk bermesraan nanti pun bakal terganggu dengan Vivi. Huh! Ingin kusantet saja rasanya wanita itu.
Part 52Vivi terus mendekat ke arah kami. Dan begitu sampai di hadapanku ....Plaaak!Belum sempat aku berucap apa-apa, telapak tangan Vivi sudah mendarat di pipiku, meninggalkan rasa panas yang menjalar di sana."Dasar perempuan tak tau malu! Masih ada nyali kau datang ke sini, hah?" Hardiknya dengan mata melotot seperti akan copot dari rongganya."Aku kemari bukan untuk bertemu denganmu!" Tandasku tak mau kalah. Jelas aku tak akan pernah mau mengalah jika itu dengan rival."Terus mau ketemu dengan Mas Beni?! Jangan mimpi!" Ucap Vivi sengit dibarengi oleh tarikan tangannya pada rambutku.Aku langsung meringis menahan perih pada kulit kepala. Ternyata Vivi tak bisa diajak bicara baik-baik. Aku yang tak mau kalah darinya langsung membalas menarik surai pirang panjang miliknya. Kami pun saling jambak-jambakan satu sama lain, diiringi dengan berbagai macam sumpah serapah dan makian dari Vivi.Kericuhan ka
Part 51"Tolong, berhenti ... Jangaaan ... Aku betul-betul tak bersalah," rintihku dengan air mata yang mulai menitik, merasa benar-benar terdzolimi dengan perbuatan mereka.Namun bukannya iba dengan keadaanku, mereka malah makin beringas ingin melucuti pakaianku.Saat baju atasanku hampir terlepas sempurna, barulah terdengar suara seseorang membelaku."Hei! Sudah-sudah! Jangan main seperti ini. Matikan kameranya. Jangan asal viral-viralkan!" Terdengar suara seseorang yang amat sangat kukenal. Suara Heni."Halah! Kamu bela karena kamu temannya, kan?" Terdengar sahutan salah satu penghuni kost.Heni berdecak kesal, lalu beralih menatap Bu Diah."Bu, emang ibu mau kalau suami Ibu viral? Ibu udah siap mental belum, kalau dijulidin orang? Terus, apa ibu mau kalau kost ini jadi sepi karena para orang tua tak mempercayakan lagi anaknya ngekost di sini?" Sepertinya perkataan Heni kali ini berhasil meluluhkan mereka, terbukti me