Share

Bab 4. Keheranan

Mentari perlahan mulai naik. Cahayanya mulai bingar menyentuh permukaan bumi. Sesosok tubuh yang tadi nyenyak tak sadarkan diri kini mulai menggeliat perlahan

Aina baru saja siuman. 

"Ohh"

Wanita itu kembali menggeliatkan tubuhnya yang separuh telanjang. Gaun berwarna silver yang sedari kemarin sore ia kenakan masih saja melekat di badannya. Namun kondisinya sudah centang perenang tiada beraturan. Bahkan bagian bawah gaun tersebut sudah tersibak ke atas dan membiarkan organ intim Aina terbuka tanpa sehelai benang pun yang menutupinya selain bulu-bulu halus yang legam. 

"Oh, apa yang telah terjadi..?" Aina kembali mendesah dan meraba liang peranakannya lebih dalam lagi. 

Cairan berlendir serta merta membasahi jemari Aina dan terasa sedikit lengket. 

Mata Aina membesar dan ia berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Sisa-sisa kenikmatan masih menjalari sebagian besar sarafnya. Aina akhirnya tersenyum bahagia. Wanita itu telah dipengaruhi bayangan ilusi alam bawah sadarnya tadi. 

"Zano telah membuat kejutan yang sangat manis..!" desah Aina kemudian dengan senyuman semakin mengambang. Ia bergegas bangkit dari ranjang dan mulai mencari keberadaan suaminya. 

"Zaan.. sayaang... kamu dimana?"

Tiada sahutan yang menyambut panggilan Aina walau ia sudah memanggil berkali-kali. 

Dengan sedikit memegang bagian bawah gaunnya agar tidak menghalangi langkahnya, Aina mulai memeriksa beberapa ruangan di dalam rumah itu mulai dari kamar mandi dan seluruh kamar tidur bahkan ruang makan serta ruang tamu. Namun dirinya tidak menemukan Zano dimana pun. 

"Sayaang.. jangan main petak umpet sayang. Ayo keluar...! Aku tidak akan marah padamu..!" teriak Aina yang kini tengah memeriksa bagian atas rumah berlantai dua tersebut. 

Wanita itu begitu yakin kalau Zano telah pulang secara diam-diam dan langsung menyetubuhi dirinya yang tengah tertidur nyenyak. Hal itu memang pernah dilakukan Zano sebelumnya ketika ia pulang dan mendapati istrinya sedang pulas tertidur. 

Setelah lelah mencari tanpa hasil, Aina akhirnya merasa bingung sendiri. 

"Mengapa Zano tidak ada di rumah? Bukankah dirinya sudah meniduriku di awal pagi tadi." bisik Aina sendiri semakin bingung. 

"Ataau... oh.. atau Zano telah pergi kembali ke kantornya untuk bekerja." seru Aina seperti baru sadar sembari menepuk ringan keningnya. 

Aina segera berlari menuruni anak tangga karena ia ingin segera memeriksa garasi mobil. Sepintas di ruang tengah Aina melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10.15 pagi hari menjelang siang. 

"Ooh, Zano pasti telah kembali ke kantor tanpa ingin mengganggu tidurku! " pekik Aina penuh sesal. 

Dengan tidak sabar ia membuka pintu utama rumah itu dan berlari ke samping dimana garasi mobil berada.

Hati Aina langsung merasa senang  begitu melihat mobil berwarna putih yang kemarin dikendarai Zano masih terparkir disana. Aina tidak tahu kalau sebenarnya Zano baru saja pulang dan beberapa belas menit yang lalu mematikan mesin mobilnya tersebut. 

Di dalam hati Zano sedang berperang rasa was-was karena ia yakin Aina akan marah kepadanya karena dirinya tidak pulang ke rumah semalam. Demi mencari alasan yang tepat Zano memutar otak beberapa menit lamanya dengan bermenung di depan kemudi. Dirinya tengah berfikir keras agar istrinya tidak curiga. 

"Zaaan.. kamu dimana sayaang..?"

Suara Aina menyentakkan lamunan Zano. Ia serasa tidak percaya kalau Aina memanggilnya dengan tiada nada marah sedikit pun bahkan terdengar sangat mesra. 

Dahi Zano sesaat mengerut heran. Sebuah amplop besar berwarna coklat yang sedang ia pegang hampir saja jatuh ke bawah setir kemudi. 

"Oh sayang, syukurlah kamu belum pergi. Aku mohon maaf karena telah tertidur sangat nyenyak..!" seru Aina yang tiba-tiba telah berdiri di samping kanan kendaraan Zano. Suaranya jelas terdengar karena kaca mobil memang sedang terbuka. 

Zano memberanikan diri menoleh kepada Aina. Hatinya riuh dihujani tanda tanya melihat wajah Aina yang memandangnya penuh bahagia. 

"Oh sayang.. hari ini aku libur karena semalam telah bekerja lembur." sahut Zano sangat hati-hati. 

Zano makin terheran-heran melihat wajah Aina berseri-seri. 

"Ada apa dengan Aina? Biasanya ia akan marah besar kalau aku telat pulang. Tapii... kok Aina terlihat happy happy saja aku tidak pulang semalaman?" tanya Zano dalam hati. 

"Ooh, kalau begitu mengapa kamu bengong disini Zan..? Ayo mandi dan kita masak bersama hari ini..!" seru Aina bersorak semakin riang. 

Aina membuka pintu mobil Zano dengan senyuman yang tiada lepas dari bibir mungilnya. 

Perlahan Zano mulai menguasai rasa gugupnya. Ia mencoba tersenyum walau hatinya masih sangat gelisah. 

"Aku ingin memberikan ini padamu Ain..!" ucap Zano sambil menyerahkan amplop besar yang masih ia pegang setelah ia turun dari mobil dan berdiri sempurna di lantai garasi. 

Aina melepaskan pegangan tangannya di gaun yang ia pakai sehingga ujung gaun yang bermodel panjang itu tergerai di lantai. 

"Apa ini sayang...?" tanya Aina sambil menerima amplop tebal dan besar pula. Sesaat wanita itu menimang-nimang amplop tersebut lalu menatap wajah Zano yang tersenyum sempurna. 

"Itu upah kerjaku semalam Ain. Aku ingin kamu tabung atau kamu belikan apa pun yang kamu mau." sahut Zano lalu merangkul bahu Aina dan menuntun wanita itu masuk ke dalam rumah. 

"Ooh, isinya duit dan banyak sekali Zan...!" seru Aina dengan mata terbelalak begitu ia mengintip isi amplop tersebut. 

Zano tersenyum kecut begitu ia teringat apa yang telah ia lakukan dengan Nyonya Nisti satu harian kemarin. Perempuan cantik berusia matang itu terus menagih kenikmatan kepada dirinya sehingga ia hampir saja kewalahan sehingga harus meminum pil penambah tenaga yang memang sudah ia siapkan sebelumnya atas saran seorang temannya yang sudah berpengalaman menjadi simpanan nyonya-nyonya. 

"Kok kamu bengong sih Zan?" tanya Aina mengerutkan dahi sambil melotot ke arah Zano. 

"Ooh.. ho. he.. hm.. tiii.. tidak. Aku tidak bengong sayang. Aa... aku cuma merasa senang karena bisa membuatmu bahagia." sahut Zano gugup dan tergagap. 

Zano tidak sepenuhnya sadar kalau mereka berdua telah sampai di dalam kamar yang kondisinya acak-acakan seperti baru saja terjadi gempa yang maha dahsyat. 

Aina tersenyum lalu membimbing tangan Zano untuk duduk di sisi ranjang. 

"Bukan uang yang membuat aku sangat bahagia sayang.." ucap Aina lalu meletakkan amplop besar itu di sisinya tanpa ingin menghitung dulu berapa uang yang ada di dalamnya. Ia lalu merebahkan kepalanya ke bahu Zano dan menggenggam jemari suaminya itu. 

"Tapi aku bahagia karena kejutan yang baru saja kamu berikan. Tidak kusangka kamu semakin perkasa saja.. Ohh.. permainan kita tadi sungguh lebih nikmat dari biasanya." beber Aina dengan desahan seperti orang kecanduan. 

Lengkap sudah keterkejutan Zano. Ia semakin tidak mengerti mendengar ocehan Aina yang tiada berujung berpangkal. Apalagi saat pandangan matanya tertumbuk pada sebuah benda yang teronggok begitu saja di karpet dekat kaki mereka terjuntai. Mata Zano terbelalak seakan mau keluar dari rongganya. 

Benda yang terlihat oleh Zano adalah celana dalam milik Aina istrinya. 

Sontak tangan Zano meraba bagian yang sangat pribadi milik istrinya tersebut. 

"Aiih..." Aina menggelinjang geli lalu melepaskan tangan Zano yang menyentuh dua belah bibir bawahnya yang masih lembab. 

"Apa-apaan sih Zaan...? Kita baru saja melakukannya. Aku mau mandi dan membersihkan badanku yang terasa lengket." ucap Aina langsung berdiri dan bergegas menuju kamar mandi. Ia tidak sempat melihat betapa wajah Zano memerah bagaikan udang yang baru saja kecemplung air panas. 

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status