Share

Bab. 5.

"Zack tunggu!"

Sementara Celine tengah berada di kamarnya, Zack terlihat turun dari mobil dan memasuki rumah.

Melihat sang anak, Veronica lantas menghentikan langkah sang putra untuk bicara, berharap kalau Zack mau bicara dari hati ke hati.

"Maaf Mah, aku tidak punya banyak waktu sekarang!" Zack tahu, kalau mamanya ingin membahas soal wanita itu–Celine.

Dia mengira kalau Veronica pasti akan dihakimi perihal meninggalkan sang istri di tempat pernikahan, di kala mertuanya meregang nyawa.

Perbuatan anaknya itu di rasa tidak ada sopan santunnya. Apalagi di lihat banyak tamu yang datang.

Sebagai orang terpandang tentu Veronica malu dengan sikap putranya.

"Jadi begitu cara kamu bicara dengan Mama?" Tidak ingin kalah, Veronika bertolak pinggang. Dia menatap tajam Zack, bertitah seolah tidak ingin dibantah. "Duduk! Mama mau bicara sesuatu denganmu."

Zack tak punya pilihan lain selain menurut untuk duduk dan siap mendengarkan apa yang akan mamanya ini sampaikan.

"Sampai kapan kau akan terus seperti ini?" incar Veronica tegas. "Ingat! Kau sudah punya kehidupan baru, dan kau harus fokus dengan istri dan pekerjaanmu di kantor!"

Veronica berharap kalau putranya ini mau mendengarkan ucapannya akan tetapi justru Zack terlihat sangat acuh.

"Bukankah Mama yang menginginkan pernikahan ini?” ucap Zack dengan senyum sinisnya. “Jadi jangan salahkan aku kalau aku tak bisa menerima dia sebagai istriku!"

"Zack! Apa yang Mama lakukan itu demi kebaikanmu! Celine itu gadis yang baik! Lagi pula apa kurangnya dia? Kenapa kau tidak mau menerimanya?"

"Dia cantik, dia baik dan dari keluarga baik-baik! Kau mau mencari yang seperti apa lagi?"

Zack mendengus mendengar mamanya begitu gencar membela menantu pilihannya itu. “Aku heran, apa yang sudah dilakukan dia, sampai mama membelanya seperti itu?”

Veronica menghela napas panjang. "Mama yakin setelah kau mengenalnya, kau akan jatuh cinta dan bisa melupakan Greta untuk selamanya!"

Mata Zack semakin menggelap kala mamanya membawa serta nama Greta. “Jangan samakan dia dengan gadis itu, Ma!” Aura kemarahan begitu nampak di wajah tampannya. “Aku tidak mungkin bisa melupakan Greta! Dia sangat istimewa buatku!"

Seperti Zack yang begitu teguh membela tunangannya yang kabur itu, Veronica semakin gencar menunjukkan ketidaksukaannya pada gadis yang putranya pilih itu.

Keduanya sama-sama kekeh dengan argumennya masing-masing.

“Apa yang dia lakukan sampai buat kamu jadi seperti ini, Zack?” tanyanya dengan mata menerawang. Ada perasaan sedih, kesal, dan juga marah kala melihat sang putra begitu berbeda usai gadis itu memutuskannya. “Dengan dia kabur dari pernikahan ini, seharusnya kamu sadar kalau dia memang tidak memilihmu!”

Merasa sia-sia karena terus berseberangan dengan ucapan mamanya, Zack pun berdiri. Dia bersiap untuk pergi karena enggan berdebat lebih jauh dengan sang mama.

“Kalau tidak ada lagi yang ingin Mama sampaikan, aku pergi sekarang.” katanya kemudian melangkah, tanpa memedulikan suara Veronica yang terus memanggilnya.

"Zack tunggu! Mama belum selesai bicara! Masih ada satu hal lagi yang harus Mama bicarakan denganmu!"

Tapi tetap saja, Zack tak menghiraukan ucapan itu. Dia tetap pergi dari hadapan mamanya.

"Benar-benar keras kepala anak itu! Sampai kapan kau akan terus begini, Nak. ck!" dengkus Veronica kesal.

*

*

*

Zack masuk ke kamarnya dan terlihat sibuk melihat sesuatu di laci lemari bufet.

Saat itu, tanpa dia sadari, Celine keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk berwarna putih yang membungkus tubuh mulusnya dan satu handuk lagi mengelap rambut basahnya sambil bersenandung.

Kaget, Celine pun spontan berteriak saat melihat sosok pria di dalam kamar.

Tak biasa mengekspos tubuhnya membuat Celine risih dengan lawan jenis.

“Argh?!”

"Tu-Tuan!"

Jantungnya berdebar hebat dengan desiran darah yang mengalir dari dalam tubuhnya. Berada seruangan dengan lawan jenis, terlebih dalam kondisi seperti ini membuat Celine salah tingkah.

"Hei, astaga! Kenapa kau berteriak? Diam! Jangan sampai mereka mengira aku apa-apakan kamu!"

"Se-sedang apa Tuan di-sini?" ucap Celine terbata-bata.

"Sedang apa kau bilang? Hei, ini kamarku! Kamu yang sedang apa di sini?"

Celine menoleh ke kanan dan ke kiri dan ternyata benar apa yang di katakan oleh Zack, kalau ini memang kamarnya.

Namun dia segera tersadar kalau laki-laki di depan matanya ini bukanlah orang lain, melainkan suaminya sendiri. Suami yang tidak pernah dia inginkan sebelumnya.

"Ma-maaf Tuan, saya hanya ...em, itu Tuan!"

Sesekali mereka saling lirik satu sama lain dengan rasa canggung. Sebagai manusia normal, terjebak dalam keadaan ini tentu membuat adrenalin mereka meningkat.

Terlebih Zack. Pria itu tidak menampik, jika Celine bukan tidak menarik. Terbukti, wajah wanita yang kini telah jadi istrinya itu cantik, dengan tubuh yang juga menggoda. Hanya saja, karena satu nama dan atas nama cinta untuk wanitanya … Zack menolak semua fakta tersebut.

Sedangkan Celine … dia tidak menantikan untuk disentuh. Apalagi, mengingat kepergian papanya terjadi karena mendengar ucapan pria itu yang terdengar lancang.

Celine hanya takut, kalau Zack berlaku sangat buaya dan meminta haknya sebagai suami segera.

“Tidak! Bagaimana pun, aku tidak bisa berhubungan dengan pria yang telah membunuh Papa!”

Namun ucapan Zack benar-benar di luar dugaan Celine sebelumnya.

"Kau tidak perlu khawatir! Karena aku tidak mungkin menyentuhmu! Ingat surat perjanjian yang kau tandatangani itu!"

Ternyata ucapan Zack sejalan dengan pemikirannya. Kini Celine dapat bernafas lega.

"Lagi pula siapa yang menginginkan hubungan ini!" tepis Celine.

"Kalau bukan karena Papah, aku tidak akan menikah dengan pembunuh sepertimu!"

Dalam hati Celine bicara sendiri. Jangankan untuk meminta maaf, bahkan memandang wajahnya pun Zack rasanya enggan padahal itu cukup membuat Celine sedikit memaafkannya.

Celine hanya bisa memandang dengan dada bergemuruh.

Sukses mengambil sesuatu dari laci tersebut Zack pergi begitu saja, bahkan dia menutup pintu dengan sangat keras yang membuat Celine kaget.

"Ya Tuhan, sampai kapan aku bertahan dalam hubungan rumah tangga seperti ini!" gumamnya sambil menarik nafas panjang.

*

*

*

"Zack, mau kemana lagi kamu? Tunggu Mama belum selesai bicara!" bentak Veronica sedikit kencang.

Veronica sengaja menunggu putranya itu keluar kembali dari kamarnya karena masih ada sesuatu yang harus dia bicarakan.

Tetapi Zack sepertinya cukup kesal jika harus membahas soal Celine kembali, dia mengira kalau Mamahnya itu mau menasehati yang membuat dia bosan.

"Apa lagi Mah? Aku tidak mau kalau Mama membahas soal dia, dia dan dia lagi! Masih banyak yang bisa aku lakukan dari pada harus membahas soal dia!"

"Bukan itu yang mau Mama bicarakan!"

"Bukan soal Celine, tapi ini masalah lainnya! Duduklah!"

Zack memicingkan matanya penasaran dengan apa yang mau Veronica bicarakan.

Walau malas Zack duduk kembali dan siap mendengarkan apa yang akan Veronica sampaikan.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status