Share

Bab. 6.

"Marcel menelepon! Adikmu Marcel berhasil memajukan perusahaan cabang peninggalan Papamu! Lalu kapan kamu akan mengikuti jejaknya?"

Zack mendengus kesal Veronica menyebut nama Marcel.

"Zack, kamu itu sudah dewasa, sudah tidak pantas kamu berbuat seperti ini!"

Benar-benar geram Veronica dengan sikap putranya itu. Sedang Zack hanya duduk sambil memainkan berewoknya, malas.

"Mulailah fokus dengan menata masa depan, hindari pergaulan luar yang tidak ada gunanya."

Memiliki kakak yang begitu egois membuat sang adik memilih untuk menghindari pertengkaran yang sering terjadi.

Marcel lebih memilih untuk tinggal di Paris sambil mengurus bisnisnya di sana.

"Hindari pergaulan yang tidak penting di luar sana! Kamu akan menyesal nanti, Zack!"

"Sudah, apa Mama sudah, bicaranya?" Zack semakin panas dengan ucapan Veronica.

Beberapa kali dia terlibat perkelahian dengan adiknya yang membuat jantung Veronica sedikit bermasalah.

Kendati demikian tidak membuat Zack melupakan masa lalunya, dia justru semakin tak karuan.

"Mama terus saja membandingkan aku dengan anak manja itu! Mama tidak perlu khawatir! Suatu saat nanti aku lebih sukses darinya."

Kalimat itu menjadi angin segar untuk Veronica, sedikit banyaknya Zack mulai terpancing dengan ucapannya.

Tak menaruh besar kemungkinan, dia bisa berubah.

Veronica tersenyum saat Zack pergi dari hadapannya.

"Semoga apa yang kamu katakan itu benar, Zack! Kau bis lebih sukses dari Adikmu, Marcel."

*

*

*

Sampai malam hari dimana Veronica dan Granella makan malam seperti bisanya, mereka merasa ada sesuatu yang kurang.

Pikiran mereka menelisik mencari apa yang bisa melengkapi kekurangannya itu.

Keluarga baru membuat Celine belum bisa beradaptasi apalagi harus di hadapkan dengan laki-laki arogan super dingin seperti Zack.

Gadis itu tidak ingin beranjak dari kamarnya.

"Bik Inah, tolong Bibik panggilkan Celine di kamarnya! Suruh dia untuk turun makan malam bersama kita."

Veronica sedari tadi menunggu menantunya tak kunjung keluar.

"Baik Nyonya."

Beberapa menit kemudian Celine turun dengan mata sembabnya setelah menangis di dalam kamar.

Membayangkan kalimat terakhir yang di ucapkan ayahnya pada saat ajal menjemput.

"Apa, memaafkan Tuan Zack, rasanya itu tidak mungkin" Selalu itu yang menjadi jawaban atas pesan ayahnya.

"Selamat malam Ibu, selamat malam Granella."

"Malam Celine, sedang apa kamu di dalam? Wajahmu terlihat Duduk dan makan malam-lah bersama kami."

"Iya Ibu, aku hanya sedang membereskan semua barang-barangku saja, tapi sekarang sudah selesai."

Mereka makan bersama dalam satu meja, sesekali Victoria melirik pada Celine yang sedang fokus dengan makanan di depannya.

"Nak, Ibu mau tanya sesuatu dengan kamu! Apa kamu terpaksa menerima pernikahan ini?"

"Em, maksud Ibu apakah kamu rela hidup dengan Zack yang begitu susah untuk di nasehati?" tambah Veronica, ragu.

Celine seketika menghentikan makannya dan menoleh sesaat pada Veronica, dia bingung harus menjawab apa karena memang yang di katakan oleh wanita paruh baya itu benar.

"Ibu tidak perlu memikirkan soal itu, aku akan terus berusaha menjadi istri yang baik untuk Tuan Zack!"

"Tuan? Kenapa kamu masih memanggilnya dengan sebutan Tuan?"

"Sampai Tuan mau mengakui kalau aku istrinya, saat itu juga aku akan berhenti memanggilnya dengan sebutan Tuan!"

Veronica dan Granella saling pandang heran, betapa kasihan wanita yang tidak di akui oleh suaminya ini.

"Oiya, jadi apa kegiatanmu selama ini, Kak Celine? Kalau Kakak mau, Kakak bisa sesekali membantuku di kantor."

Bagaimana mungkin Celine membantu Granella di kantor sedangkan dia sendiri masih kuliah dan belum paham betul sistem di perusahaan.

Keterbatasan Ekomoni membuat dia harus berhenti kuliah selama 5 tahun dan Celine baru melanjutkan kuliahnya belum lama sebelum Zack menikahinya.

"Aku, aku masih kuliah mana mungkin aku paham soal perusahaan, Granella!"

"Oh, jadi Kak Celine masih kuliah? Kalau boleh tau di universitas mana Kakak kuliah?"

Mereka mengobrol begitu hangat bahkan tak sadar sampai malam hari tak beranjak dari meja makan.

Tiba-tiba dari arah depan terdengar bunyi suatu barang jatuh begitu keras terdengar sampai ke dalam.

Prak!

"Astaga, suara apa itu!"

Merasa penasaran dengan bunyi tersebut, mereka berbondong-bondong menghampiri sumber suara keras itu.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status