Home / Urban / Istri Pengganti Duda Arogan / Bab 3 - Kamu Hanya Dijual Oleh Bapak

Share

Bab 3 - Kamu Hanya Dijual Oleh Bapak

Author: Almiftiafay
last update Last Updated: 2024-01-18 18:51:47

....

"Bela!"

Panggilan yang datang dari seorang perempuan itu membuat Bela menoleh dengan cepat. 

Ia dapat melihat wajah ayu dari belakangnya. Rambutnya panjang dan itu adalah Vida, kakak perempuannya.

"Kak Vida? Kamu kenapa di sini?"

"Kenapa? Senang setelah bisa menggantikanku menjadi pengantin Nial?"

Pertanyaannya yang frontal telah mengundang atensi orang di sekitarnya. Mereka yang mendengar apa yang dikatakan oleh Vida langsung saja menoleh karena memang saat ini mereka berada di depan gerbang Universitas.

Bela mendengkus, ia tidak tahu alasan Vida melakukan ini, apa dia sengaja atau tidak, yang jelas ucapannya bernada marah dan benci.

"Lalu kenapa kalau aku menggantikanmu? Kamu juga nggak bisa melakukan apapun, Vida! Lihat apa yang kamu lakukan! Kamu nggak tahu ibu hampir meninggal karenamu?"

"Bela!"

PLAKKK!!

Tamparan itu melayang di wajah Bela yang menahan air matanya siang ini. Wajahnya terasa semakin panas, ia menyentuh pipinya yang memerah karena ulah kakaknya.

"Apa kamu berhak menamparku? Kenapa datang lagi? Pergi sana! Pergi seperti saat kamu menolak Nial dan membawa uang miliknya!"

PLAKKK!!

Vida sekali lagi melayangkan tangannya pada Bela dengan begitu hebat. Kali ini lebih keras dari pada tamparannya yang pertama karena membuat sudut bibir Bela berdarah.

Bela hanya tertawa melihat Vida. Sekarang setiap orang yang lewat akan melihat pada mereka atau sejenak berhenti untuk mendengarkan apa yang membuat mereka bertengkar.

"Jangan kurang ajar, Bel!"

"Kamu sudah membuat bapak hampir dipenjara, kamu membuat ibu hampir meninggal dan kamu membuatku membayar atas apa yang kamu lakukan! Jadi kamu yang jangan kurang ajar, Vida! Masih baik Nial menerimaku, kalau tidak aku yang akan membuatmu membayar semuanya."

"Oh, jadi kamu bangga telah menjadi istri Nial?"

Bisik-bisik terdengar di antara mereka. Tentang bagaimana ucapan Vida yang mengatakan bahwa Bela sudah menikah.

"Lanjutkan saja jadi istrinya! Aku akan melihat seberapa jauh kamu menderita."

Vida lalu memelankan suaranya dan mendekatkan bibirnya ke samping telinga Bela.

"Kamu nggak sadar kamu itu dijual sama bapak?"

Naik pitam. Bela sudah tidak tahan dengan kekasaran Vida dan ganti melayangkan tangannya ke wajah kakaknya. 

"Tutup mulutmu!"

Vida meringis kesakitan dengan memegang pipi kirinya yang pasti ada bekas telapak tangan Bela yang mendarat di sana.

"Kamu sebenarnya kenapa sih, Vida? Dengar ... jangan mendekat pada bapak, pada ibu dan jangan mendekat padaku! Lebih baik kamu pergi! Kalau kamu nggak mempermainkan Nial kita semua nggak akan menderita seperti ini!"

Vida menjambak rambut Bela dan seseorang datang melerai mereka. Lelaki itu berdiri di antara mereka berdua dan melepas tangan Vida yang ada di kepala Bela.

"Hentikan!" bentaknya kesal, ia menyeret Bela agar sedikit menjauh dari kegilaan kakaknya.

"Kamu pikir aku menolak Nial lalu akan melepasnya begitu saja?" 

"Lalu apa maumu, sial!"

Vida tak menjawab selain pergi dengan mengeluarkan sumpah serapahnya. 

Bela melepas tangannya dari Niko, lelaki yang baru saja menghentikan pertengkaran konyolnya dengan Vida.

"Kamu nggak apa-apa?" 

Bela menghindar dari tatapan mata Niko yang teduh dan menyejukkannya. 

Lelaki ini adalah kakak tingkatnya, Presiden Mahasiswa yang digandrungi banyak perempuan karena wajahnya lebih mirip aktor Korea dari pada mahasiswa biasa 

"Iya." Bela menjawab singkat dan menyeka air matanya.

Niko hanya tersenyum dan menyodorkan sehelai sapu tangan berwarna biru muda padanya. Tangan Bela menerimanya dengan wajah yang berpaling, tidak ingin menunjukkan bahwa ia sedang menangis.

"Setiap orang punya masalah, dan kamu berhak menangis kok."

Bela tak menjawabnya.

"Mau aku antar pulang? Sudah mau hujan."

"Tapi aku nggak pulang ke rumahku."

"Ke rumah suamimu, 'kan?"

Suara tenang Niko membuatnya mengangguk. Lelaki itu sama sekali tidak terganggu dengan kabar Bela yang sudah menikah, yang tersebar lebih cepat dari pada hembusan angin.

"Ayo!"

Niko meraih tangannya dan membuatnya masuk ke dalam mobil miliknya. Mereka hanya diam sepanjang perjalanan karena Bela tahu lelaki di sampingnya ini adalah lelaki misterius yang tidak banyak bicara.

Mobil Niko berhenti di depan sebuah gerbang rumah berwarna hitam yang tinggi dan kokoh. Rumah Nial.

"Terima kasih."

Niko mengangguk dan melemparkan sekilas senyumnya pada Bela, melambaikan tangannya sebelum pergi dari sana dan Bela segera masuk sebelum Nial mengetahuinya pulang dengan diantar laki-laki lain.

Meski Nial mengatakan ia tidak peduli apapun yang akan dilakukan Bela, tapi bisa saja ia berubah pikiran sesuka hatinya dan mencaci makinya tanpa ampun. 

Ia membuka pintu rumah dan terkejut saat melihat Nial yang sudah berdiri di balik pintu. Ia masih mengenakan setelan jas yang tadi pagi ia siapkan, di mana hal ini menandakan ia juga baru saja pulang dari kantor.

Tapi bukan itu, Bela melihat mata Nial yang mengatakan segalanya tentang rasa marah. 

"Baru pulang?"

Dingin, menakutkan. Tidak ada hal lain yang bisa ia rasakan dari dua kata yang terlontar dari kedua bibir merah Nial.

"I-iya."

Bela menjawab dengan gugup, kedua tangannya terkepal di bawah sementara ia tahu bahwa ia akan habis kalau Nial tahu ia pulang dengan diantar oleh Niko.

Benar saja!

"Siapa yang mengantarmu pulang?"

"Teman."

"Laki-laki?"

Bela mengangguk.

"Kamu lupa siapa aku?"

"Tidak."

"Siapa aku?"

Bela berpikir, 'Apa dia amnesia? Kenapa menanyakan hal konyol seperti itu?'

"Danial Abdisatya."

"Kamu?"

"Arabela Mandala."

"Apa yang aku lakukan di depan saksi kemarin?"

"Mengucap akad nikah?"

"Dan?"

Bela bingung harus menjawab apa. Ia tidak bisa berpikir jernih di bawah selidik mata Nial yang mengintimidasinya dengan sempurna. Ia sedang menunjukkan betapa dominan dirinya saat ini.

"Kita menikah?"

"Lalu kenapa kamu pulang diantar laki-laki lain? Kamu tidak menganggapku sebagai suamimu?"

"Tapi ... kamu bilang kamu tidak peduli apapun yang aku lakukan. Kenapa kamu plin-plan dengan sebentar mengatakan A dan sebentar mengatakan B?"

Bela merasa dia telah menjadi orang paling bodoh di dunia ini dengan menjawab Nial seperti itu. Yang jelas saja membuat Nial murka, wajahnya memerah, ia pasti marah karena Bela membalikkan kalimat yang tadi pagi ia lemparkan.

Nial tidak mengatakan apapun saat ia meraih tangan Bela dan menyeretnya menjauh dari pintu.

"Mas Nial, sakit, Mas!"

Bela memberontak lepas dari cengkeraman tangan Nial. Tapi lelaki itu sama sekali tidak mengindahkannya. Ia membawa Bela memasuki sebuah ruangan dan menutup pintunya. 

Meski tidak menjelaskan apapun, Bela tahu ini akan menjadi ruang siksaannya. Gelap, berdebu. Ini adalah gudang yang ada di bagian belakang rumah.

"Mungkin menyendiri dan merenungi apa yang kamu ucapkan akan membuatmu sadar."

Nial mendorong Bela dengan tangan besar dan berototnya, membuat Bela jatuh ke lantai yang dingin. Nial melangkah pergi dari hadapannya dan keluar dari sana.

Pintu tertutup, membutuhkan waktu beberapa saat bagi Bela untuk memahami keadaan bahwa saat ini Nial sedang mengurungnya di dalam gudang.

"Mas Nial!"

Ia menggedor pintu, membuka kenop namun hasilnya nihil karena Nial telah menguncinya dari luar.

"Aaaa!!"

Ia berteriak saat petir pecah di luar dengan begitu hebatnya. Membuat Bela menggigil ketakutan karena jika sampai hujan, maka ia akan menginap di sini, dalam kegelapan bersama dengan debu yang menyesakkan indra penciumannya. 

Ia merapatkan punggungnya ke dinding saat sekali lagi kilatan di luar yang menyilaukan menyelinap masuk dan membias melalui kaca jendela. Matanya menangkap sebuh foto yang bersandar di dinding dengan tertutup kain putih yang tersingkap sebagian.

Ia mendekat, mengulurkan tangannya ke depan dan membuka kain besar yang menutupi foto dalam pigura kaca itu. Setelahnya ia tahu foto siapa ini.

Seorang perempuan yang sangat cantik, dengan anak lelaki yang mungkin umurnya masih sekitar tiga tahun. Mereka berdiri di samping Nial.

Bela mundur selangkah ke belakang, menutup mulut dengan kedua tangannya. Ini pasti anak dan istri Nial. Perempuan yang telah membawa pergi hati Nial sekaligus menutupnya dengan luka yang perih.

Lalu ... anak lelaki ini?

"Nial tidak hanya kehilangan istrinya tapi anaknya juga? Ap-apa yang sebenarnya terjadi?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Christy Lino
Vida dasar kk yg brengsek pingin aq jambak rambutnx....kasian si Bela jd tameng ortu & kknx & diperlakukan jg dgn kbemcian oleh Nial
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Pengganti Duda Arogan   Bab 229 - Akhir Sebuah Perjalanan (END)

    ***"Selamat pagi."Bariton dalam nan seksi milik Nial selalu menyambutnya setiap pagi.Dia juga tampak baru saja mandi saat melihat Bela yang bangun dari tidurnya dan memberi istrinya kecupan yang manis."Selamat pagi, Mas. Kamu sudah mandi?""Sudah, Sayang. Hm ... kenapa kamu bangun cepat-cepat? Istirahatlah lagi!""Tapi belum ada makanan untuk pagi ini."Nial tersenyum mendengarnya. Ia berlutut di depan Bela dengan sebelah kakinya dan mengusap perutnya yang bulat dan lucu."Oh? Oh!"Nial terkejut. Ia memandang Bela dengan tidak percaya."Kenapa Mas? Dia gerak ya?""Iya. Oh mungkin ingin ucapan selamat pagi juga? Hm ... kamu iri?"Nial mengecup perutnya dan memandang Bela."Bela?""Ya?""Kamu sempurna. Terima kasih untuk sudah mengandung dan mwlahirkan anak-anak kita."Bela mengangguk. Ia tidak bisa menyembunyikan senyumnya saat senyum Nial juga tampak sangat manis."Kamu mandilah! Nanti jadi pergi, 'kan?"Nial lebih dulu bangkit dari posisinya. Mengusap puncak kepala Bela dan memer

  • Istri Pengganti Duda Arogan   Bab 228 - Dear Bela, Apa Kabar?

    ***"Ini kebebasan?"Terik. Matahari bersinar terik siang ini.Cerah dan juga berawan. Gugusan Cirro stratus membentang seperti karpet selamat datang yang menyaksikannya keluar dari tahanan. Pada akhirnya ....Tahun-tahun penebusannya telah berlalu. Dan ia tersenyum sekarang. Senyum yang kini tampak lega. Itu adalah Vida.Ia bebas dari tahanan setelah melewati masa yang suram. Yang tidak ingin lagi ia ulangi untuk ke dua kalinya.Dadanya lega sekaligus sebah. Ada perasaan bersalah pada Bela yang kini meluap hingga tumpah.Ia berjalan di sepanjang jalur pedestrian, menunduk dan memasuki sebuah kafe setelah keluar dari toko emas, menjual perhiasan yang dulu masih ia pakai sebelum dibawa polisi.Ponsel dan emas yang dikembalikan padanya itu ia jual dan ia gunakan setidaknya untuk bertahan hidup beberapa waktu ke depan. Sementara ponselnya masih bagus dan saat ini ada di atas meja.Ia duduk. Menghadap sebuah kertas kosong yang baru ia beli dari sebuah toko alat tulis.Netranya tergenan

  • Istri Pengganti Duda Arogan   Bab 227 - Sembuh Dari Luka

    Bela tersenyum membaca pesan dari Nial yang mengatakan agar ia bicara dengan Niko lebih dulu.Kini, bagi mereka ... semua telah sembuh dari luka. Tidak ada lagi pertengkaran atau baku hantam sama seperti yang dilakukan Nial dan Niko jika dulu mereka bertemu.Kebencian mereka telah berakhir. Bela ingat Nial sempat mengatakan bahwa Niko-lah yang dulu memberi tahu Nial saat Bela pergi ke Jawa Barat dan memutuskan akan mengakhiri hidupnya sendiri.Niko jugalah yang telah menanganinya saat Bela dilukai Jenni.Semuanya telah berlalu dengan sangat cepat. Waktu membuat kebencian bermetamorfosa menjadi obat penyembuh paling mujarab."Bagaimana kabarnya Pak Nial?"Pertanyaan Niko kembali merengkuh kesadaran Bela yang sedari tadi dibelenggu oleh pemikiran panjangnya."Kabar baik juga, Kak Nik. Dia sedang menikmati hari menjadi Papa yang super sibuk dengan anak lelakinya yang berlarian tanpa henti."Niko tersenyum mendengarnya. Sudah lama ia juga tidak bertemu Nial."Kak Niko mau bertenu dengan M

  • Istri Pengganti Duda Arogan   Bab 226 - Setiap Dari Kita Berhak Bahagia

    "Baby, be careful!"Bela merendahkan tinggi tubuhnya, berlutut saat anak kecil laki-laki berumur tiga tahun itu berlari dan memeluknya."Mommy! Mrs. Kim gets some letters!"Jari kecilnya menunjuk pada pintu ruang makan. Tapi saat Bela melihatnya, Nial lah yang masuk dengan bahu merosot penuh kelegaan. Ia baru saja berlari mengikuti anak lelakinya yang berderap secepat kilat meninggalkannya di belakang."Gavin? Papa 'kan sudah bilang jangan--""Mas? Sudahlah!"Bela tersenyum, mengusap punggung tangan Nial saat mendekat."Gavin, lihat perut mama! Hm? Gavin sayang dengan mama?"Nial ikut berlutut dan mengusap puncak kepalanya."Pasti sayang. Gavin sayang mama.""Kalau begitu pelan-pelan ya kalau peluk mama? Nanti kalau adik sakit bagaimana?"Gavin mengusap perut Bela yang membesar."Dia namanya adik?"Bela tertawa mendengar pertanyaan polosnya."No, Baby! Dia belum punya nama. Masih di dalam perut Mama. Nanti kalau sudah keluar, baru bisa diberi nama."Bela meraih tangan kecilnya. Meleta

  • Istri Pengganti Duda Arogan   Bab 225 - Hadiah Terbaik Dari Tuhan

    Bela hanya menahan senyumnya saat ini. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan Siska rasakan bersama Jerry untuk pertama kalinya.'Jadi, akan ada yang segelnya dirusak malam ini.'Bela tertawa sendiri. Ia berdiri di deoan cermin setinggi pintu yang ada di dalam kamar ganti dan mengulurkan tangannya ke belakang. Meraih resleting di punggungnya, untuk melepas gaun malam yang tadi ia gunakan untuk menghadiri pernikahan Siska dan juga Jerry."Astaga! Kenapa selalu saja seperti ini. Tadi dipakai mudah tapi kalau mau dilepas sulitnya minta ampun."Bela menggerutu. Ia masih mencoba menarik resletingnya tapi rasanya tidak bisa.Sampai sebuah tangan menariknya turun dan Bela dengan cepat menoleh ke belakang. Ia menunduk teelalu lama sampai tidak sadar Nial sudah masuk dan membantunya."Terima kasih, Mas Nial.""Iya, sama-sama, Sayang."Bela melepasnya. Melemparnya ke sandaran sofa ruang ganti dengan hanya menyisakan underwear. Saat Nial juga membuka kancing jasnya dan ikut melemparnya di temp

  • Istri Pengganti Duda Arogan   Bab 224 - Our First Night

    Nial tidak bisa membendung senyumnya saat tahu isi di dalam kotak kado itu. Itu berisi figura yang membingkai sebuah foto.Foto anak kecil perempuan dengan topi bundarnya. Itu adalah foto masa kecil Bela."Mas Nial 'kan selalu bilang kalau aku adalah hadiah yang kamu sukai?""Ya. Memang benar begitu, kok.""Jadi aku memberikan foto anak kecil itu padamu. Anak kecil yang hidupnya kamu selamatkan dan meski terpisah selama lebih dari satu dekade, takdir kembali mempertemukannu dengannya.""Ya, benar. Terima kasih. Mas akan letakkan ini di atas meja kantor kalau pulang nanti. Tapi ada yang harus kamu lakukan sekarang."Nial menutup kotak kado itu dan meletakkannya di atas nakas. Ia meraih tangan Bela dan membuatnya duduk di atas pangkuannya."Apa? Apa yang harus aku lakukan?""Berperan sebagai hadiah yang baik. Hm?"Nial telah membuka kancing dress yang dipakai Bela."Mas? Kamu nggak ingin makan kuenya dulu? Itu enak loh! Aku pesan di toko kue di ujung jalan yang ramai itu."Nial menggele

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status