Share

Bab 3 - Kamu Hanya Dijual Oleh Bapak

....

"Bela!"

Panggilan yang datang dari seorang perempuan itu membuat Bela menoleh dengan cepat. 

Ia dapat melihat wajah ayu dari belakangnya. Rambutnya panjang dan itu adalah Vida, kakak perempuannya.

"Kak Vida? Kamu kenapa di sini?"

"Kenapa? Senang setelah bisa menggantikanku menjadi pengantin Nial?"

Pertanyaannya yang frontal telah mengundang atensi orang di sekitarnya. Mereka yang mendengar apa yang dikatakan oleh Vida langsung saja menoleh karena memang saat ini mereka berada di depan gerbang Universitas.

Bela mendengkus, ia tidak tahu alasan Vida melakukan ini, apa dia sengaja atau tidak, yang jelas ucapannya bernada marah dan benci.

"Lalu kenapa kalau aku menggantikanmu? Kamu juga nggak bisa melakukan apapun, Vida! Lihat apa yang kamu lakukan! Kamu nggak tahu ibu hampir meninggal karenamu?"

"Bela!"

PLAKKK!!

Tamparan itu melayang di wajah Bela yang menahan air matanya siang ini. Wajahnya terasa semakin panas, ia menyentuh pipinya yang memerah karena ulah kakaknya.

"Apa kamu berhak menamparku? Kenapa datang lagi? Pergi sana! Pergi seperti saat kamu menolak Nial dan membawa uang miliknya!"

PLAKKK!!

Vida sekali lagi melayangkan tangannya pada Bela dengan begitu hebat. Kali ini lebih keras dari pada tamparannya yang pertama karena membuat sudut bibir Bela berdarah.

Bela hanya tertawa melihat Vida. Sekarang setiap orang yang lewat akan melihat pada mereka atau sejenak berhenti untuk mendengarkan apa yang membuat mereka bertengkar.

"Jangan kurang ajar, Bel!"

"Kamu sudah membuat bapak hampir dipenjara, kamu membuat ibu hampir meninggal dan kamu membuatku membayar atas apa yang kamu lakukan! Jadi kamu yang jangan kurang ajar, Vida! Masih baik Nial menerimaku, kalau tidak aku yang akan membuatmu membayar semuanya."

"Oh, jadi kamu bangga telah menjadi istri Nial?"

Bisik-bisik terdengar di antara mereka. Tentang bagaimana ucapan Vida yang mengatakan bahwa Bela sudah menikah.

"Lanjutkan saja jadi istrinya! Aku akan melihat seberapa jauh kamu menderita."

Vida lalu memelankan suaranya dan mendekatkan bibirnya ke samping telinga Bela.

"Kamu nggak sadar kamu itu dijual sama bapak?"

Naik pitam. Bela sudah tidak tahan dengan kekasaran Vida dan ganti melayangkan tangannya ke wajah kakaknya. 

"Tutup mulutmu!"

Vida meringis kesakitan dengan memegang pipi kirinya yang pasti ada bekas telapak tangan Bela yang mendarat di sana.

"Kamu sebenarnya kenapa sih, Vida? Dengar ... jangan mendekat pada bapak, pada ibu dan jangan mendekat padaku! Lebih baik kamu pergi! Kalau kamu nggak mempermainkan Nial kita semua nggak akan menderita seperti ini!"

Vida menjambak rambut Bela dan seseorang datang melerai mereka. Lelaki itu berdiri di antara mereka berdua dan melepas tangan Vida yang ada di kepala Bela.

"Hentikan!" bentaknya kesal, ia menyeret Bela agar sedikit menjauh dari kegilaan kakaknya.

"Kamu pikir aku menolak Nial lalu akan melepasnya begitu saja?" 

"Lalu apa maumu, sial!"

Vida tak menjawab selain pergi dengan mengeluarkan sumpah serapahnya. 

Bela melepas tangannya dari Niko, lelaki yang baru saja menghentikan pertengkaran konyolnya dengan Vida.

"Kamu nggak apa-apa?" 

Bela menghindar dari tatapan mata Niko yang teduh dan menyejukkannya. 

Lelaki ini adalah kakak tingkatnya, Presiden Mahasiswa yang digandrungi banyak perempuan karena wajahnya lebih mirip aktor Korea dari pada mahasiswa biasa 

"Iya." Bela menjawab singkat dan menyeka air matanya.

Niko hanya tersenyum dan menyodorkan sehelai sapu tangan berwarna biru muda padanya. Tangan Bela menerimanya dengan wajah yang berpaling, tidak ingin menunjukkan bahwa ia sedang menangis.

"Setiap orang punya masalah, dan kamu berhak menangis kok."

Bela tak menjawabnya.

"Mau aku antar pulang? Sudah mau hujan."

"Tapi aku nggak pulang ke rumahku."

"Ke rumah suamimu, 'kan?"

Suara tenang Niko membuatnya mengangguk. Lelaki itu sama sekali tidak terganggu dengan kabar Bela yang sudah menikah, yang tersebar lebih cepat dari pada hembusan angin.

"Ayo!"

Niko meraih tangannya dan membuatnya masuk ke dalam mobil miliknya. Mereka hanya diam sepanjang perjalanan karena Bela tahu lelaki di sampingnya ini adalah lelaki misterius yang tidak banyak bicara.

Mobil Niko berhenti di depan sebuah gerbang rumah berwarna hitam yang tinggi dan kokoh. Rumah Nial.

"Terima kasih."

Niko mengangguk dan melemparkan sekilas senyumnya pada Bela, melambaikan tangannya sebelum pergi dari sana dan Bela segera masuk sebelum Nial mengetahuinya pulang dengan diantar laki-laki lain.

Meski Nial mengatakan ia tidak peduli apapun yang akan dilakukan Bela, tapi bisa saja ia berubah pikiran sesuka hatinya dan mencaci makinya tanpa ampun. 

Ia membuka pintu rumah dan terkejut saat melihat Nial yang sudah berdiri di balik pintu. Ia masih mengenakan setelan jas yang tadi pagi ia siapkan, di mana hal ini menandakan ia juga baru saja pulang dari kantor.

Tapi bukan itu, Bela melihat mata Nial yang mengatakan segalanya tentang rasa marah. 

"Baru pulang?"

Dingin, menakutkan. Tidak ada hal lain yang bisa ia rasakan dari dua kata yang terlontar dari kedua bibir merah Nial.

"I-iya."

Bela menjawab dengan gugup, kedua tangannya terkepal di bawah sementara ia tahu bahwa ia akan habis kalau Nial tahu ia pulang dengan diantar oleh Niko.

Benar saja!

"Siapa yang mengantarmu pulang?"

"Teman."

"Laki-laki?"

Bela mengangguk.

"Kamu lupa siapa aku?"

"Tidak."

"Siapa aku?"

Bela berpikir, 'Apa dia amnesia? Kenapa menanyakan hal konyol seperti itu?'

"Danial Abdisatya."

"Kamu?"

"Arabela Mandala."

"Apa yang aku lakukan di depan saksi kemarin?"

"Mengucap akad nikah?"

"Dan?"

Bela bingung harus menjawab apa. Ia tidak bisa berpikir jernih di bawah selidik mata Nial yang mengintimidasinya dengan sempurna. Ia sedang menunjukkan betapa dominan dirinya saat ini.

"Kita menikah?"

"Lalu kenapa kamu pulang diantar laki-laki lain? Kamu tidak menganggapku sebagai suamimu?"

"Tapi ... kamu bilang kamu tidak peduli apapun yang aku lakukan. Kenapa kamu plin-plan dengan sebentar mengatakan A dan sebentar mengatakan B?"

Bela merasa dia telah menjadi orang paling bodoh di dunia ini dengan menjawab Nial seperti itu. Yang jelas saja membuat Nial murka, wajahnya memerah, ia pasti marah karena Bela membalikkan kalimat yang tadi pagi ia lemparkan.

Nial tidak mengatakan apapun saat ia meraih tangan Bela dan menyeretnya menjauh dari pintu.

"Mas Nial, sakit, Mas!"

Bela memberontak lepas dari cengkeraman tangan Nial. Tapi lelaki itu sama sekali tidak mengindahkannya. Ia membawa Bela memasuki sebuah ruangan dan menutup pintunya. 

Meski tidak menjelaskan apapun, Bela tahu ini akan menjadi ruang siksaannya. Gelap, berdebu. Ini adalah gudang yang ada di bagian belakang rumah.

"Mungkin menyendiri dan merenungi apa yang kamu ucapkan akan membuatmu sadar."

Nial mendorong Bela dengan tangan besar dan berototnya, membuat Bela jatuh ke lantai yang dingin. Nial melangkah pergi dari hadapannya dan keluar dari sana.

Pintu tertutup, membutuhkan waktu beberapa saat bagi Bela untuk memahami keadaan bahwa saat ini Nial sedang mengurungnya di dalam gudang.

"Mas Nial!"

Ia menggedor pintu, membuka kenop namun hasilnya nihil karena Nial telah menguncinya dari luar.

"Aaaa!!"

Ia berteriak saat petir pecah di luar dengan begitu hebatnya. Membuat Bela menggigil ketakutan karena jika sampai hujan, maka ia akan menginap di sini, dalam kegelapan bersama dengan debu yang menyesakkan indra penciumannya. 

Ia merapatkan punggungnya ke dinding saat sekali lagi kilatan di luar yang menyilaukan menyelinap masuk dan membias melalui kaca jendela. Matanya menangkap sebuh foto yang bersandar di dinding dengan tertutup kain putih yang tersingkap sebagian.

Ia mendekat, mengulurkan tangannya ke depan dan membuka kain besar yang menutupi foto dalam pigura kaca itu. Setelahnya ia tahu foto siapa ini.

Seorang perempuan yang sangat cantik, dengan anak lelaki yang mungkin umurnya masih sekitar tiga tahun. Mereka berdiri di samping Nial.

Bela mundur selangkah ke belakang, menutup mulut dengan kedua tangannya. Ini pasti anak dan istri Nial. Perempuan yang telah membawa pergi hati Nial sekaligus menutupnya dengan luka yang perih.

Lalu ... anak lelaki ini?

"Nial tidak hanya kehilangan istrinya tapi anaknya juga? Ap-apa yang sebenarnya terjadi?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Christy Lino
Vida dasar kk yg brengsek pingin aq jambak rambutnx....kasian si Bela jd tameng ortu & kknx & diperlakukan jg dgn kbemcian oleh Nial
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status