Dini
Sedari pagi Dini merasa keheranan karena handphone Kak Sam tak berhenti berbunyi. Ia berpikir keras siapakah yang menelpon Kak Sam, apakah keluarga atau kerabatnya yang menelpon untuk mengucapkan belasungkawa? Namun, seingat Dini, Kak Sam tidak memiliki sanak saudara, ia seorang diri di sini, begitu juga dengan Lily sahabatnya, yang hanya mempunyai Bulek Tari seorang. Apakah anak-anak Bulek Tari yang menelpon, karena memang anak-anak Bulek Tari tinggal di daerah Sumatera? Mungkin mereka sudah mendengar kabar tentang meninggalnya sepupu mereka. Namun, telpon itu terus berlanjut, setelah dimatikan kemudian berdering lagi, sungguh heboh pagi ini dengan suara telpon. Suara Kak Sam terdengar samar-samar tidak begitu jelas terdengar dari arah dapur. Dini masih sangat penasaran tetapi ia merasa sungkan untuk menguping ke arah kamar Kak Sam. Ia hanya bisa melirik pintu kamar yang tertutup rapat. Sebenarnya, menginap di sini pun ia merasa sungkan, takut orang-orang akan bergunjing. Namun, mengingat Bulek Tari yang pasti kerepotan sendirian mengurusi acara takziah, jadi Dini memutuskan untuk menginap saja sampai acara takziah selesai. Dini yang sudah bersahabat lama dengan Lily dari semasa SMP hingga kini, maut lah yang memutuskan persahabatan mereka. Mereka benar-benar tulus bersahabat dan saling menyayangi. Dini yang berasal dari keluarga cukup berada tidak merasa risih berteman dengan Lily yang sederhana. Akan tetapi, walaupun mereka sudah bersahabat lama bahkan sudah seperti saudara, ada sebuah rahasia yang dipendam oleh Dini sampai sekarang. Rahasia tersebut disimpannya rapat-rapat dan tidak ada yang tahu, bahkan Lily sekalipun. "Sudah selesai masaknya, nduk?" Bulek Tari yang baru keluar dari kamar heran melihat Dini yang melamun di depan kompor yang menyala, tangannya menggantung sambil memegang sendok di atas panci, sepertinya Dini sedang memasak sayur sop tercium dari aromanya. "Sudah Bulek," jawab Dini dengan sopan. "Kalau sudah bulek mau memanggil Sam dulu untuk sarapan ya nduk" Bulek Tari berdiri di depan pintu kamar Sammy, kemudian mengetuk pelan pintu kamar "Sam... Samm... Ayo keluar nak, kita sarapan sama-sama." Terdengar langkah kaki mendekat, kemudian muncul sosok wajah tampan yang terlihat kuyu dan letih di balik pintu yang terbuka. "Nanti saja saya sarapannya bulek, saya mau keluar dulu sebentar" Sammy melihat Dini yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan, ternyata Dini menginap di sini semalam "Din..., bisa minta tolong...? Saya mau keluar menemui Pak RT, tolong kamu jawab telpon masuk ya, saya nunggu abang gojek yang kemarin minjamin jaket sama sandalnya waktu mau ke rumah sakit." Sammy menyerahkan HP-nya ke tangan Dini "Oh ya satu lagi... kalau ada telpon masuk dari perempuan-perempuan kamu abaikan saja ya, saya tidak tahu dari mana mereka mendapat no saya, dari pagi banyak sekali yang menelpon." "Perempuan siapa Sam?" Bulek Tari keheranan. "Gak tahu Bulek, dari pagi telpon saya gak berhenti berbunyi." Sam merasa sangat bingung, dari pagi tadi HP-nya terus berbunyi, yang membuat ia heran karena yang menelponnya perempuan semua. "Kamu abaikan saja ya Din, kecuali abang gojek yang saya tunggu." . "Baik kak, tapi sebelum pergi makan dulu ya." Dini menatap Sam dengan penuh harap. "Nanti saja Din, aku ada urusan sebentar, nanti aku makan kalau sudah selesai urusan ya." Sammy menolak secara halus, khawatir gadis itu kecewa, padahal Dini sudah sibuk dari semalam tanpa diminta "Kamu temani bulek dulu disini ya." "Hati-hati Kak Sam." Dini menyahut lirih sambil matanya terus memandang sosok suami sahabatnya itu. Dini terus menatap punggung Sammy yang semakin menjauh, matanya tak bisa berpindah dari sosok yang telah menghilang di balik pintu. Hatinya bergetar, rasa sesak yang tak terkira memenuhi dadanya. Rasa ini makin hari makin bertambah besar, rasa yang ia tidak tahu sejak kapan ada, yang ia tahu harus disembunyikan... entah sampai kapan. Perasaan itu seperti bayang-bayang yang selalu mengikutinya, membuatnya tak bisa bernapas lega. Dini mencoba mengalihkan pikirannya, namun bayangan Sammy terus menghantui. Ia merasa seperti tersesat dalam labirin perasaannya sendiri, tak tahu bagaimana cara keluar dari sana. Dini menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia tahu bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan perasaan ini. Yang penting adalah membantu Bulek Tari dan Sammy melewati masa sulit ini. Namun, rasa itu tetap ada, membekas di hatinya seperti luka yang tak kunjung sembuh.Cahyo NingratSammy masih memegang HP nya sambil termenung, baru saja ada yang menghubunginnya dan mengenalkan diri sebagai dokter Surya Bintang, ayah dari dokter Sinar Mentari yaitu orang yang menabrak anak dan istrinya.Dalam telepon beliau meminta izin datang bersama istrinya di acara tahlilan tiga hari malam ini, sebenarnya Sammy agak keberatan karena ia tahu biasanya akan ada drama yang dilakukan oleh orang-orang kaya seperti mereka, mereka akan datang bersama para wartawan biar diliput di media, sibuk di wawancarai bukannya fokus di acara tahlilan. Tapi dokter Surya tadi mengatakan kalau ia murni datang sebagai wujud turut berbela sungkawa, hanya hadir dan setelah selesai mereka akan pulang.Tamu-tamu mulai berdatangan setelah ba'da maghrib, sebagian besar adalah tetangga dan penduduk sekitar, Sammy agak bernafas lega karena tidak tampak satu orang wartawan pun yang meliput, jadi acara tahlilan bisa berjalan dengan khidmat, diantara para tamu terlihat pasangan suami istri yang
Rapat Komite "Maaf saya terlambat," dokter Ricard masuk ke ruangan rapat dengan tergesa. Ia sedikit terlambat karena ada jadwal operasi pasien yang membutuhkan waktu sedikit lama.Fikirannya bercabang saat sedang melakukan operasi di ruang OK, untung saja operasinya berjalan sukses.Di dalam ruangan sudah dihadiri oleh jajaran direksi rumah sakitRapat komite ini dijadwalkan secara mendadak terkait dengan kejadian yang melibatkan salah satu dokter di RS ternama ini, yaitu dokter Sinar. Ketua yayasan dan para dokter yang memiliki kedudukan di RS Permata Kasih pun telah hadir, termasuk Surya.Dokter Soetopo Oem selaku ketua yayasan, dokter Burhan Emil selaku wakil, dokter Surya Bintang selaku komisaris, dokter Emilia Lary selaku sekretaris, dan beberapa dokter yang cukup penting telah duduk memutari meja besar di tengah ruangan."Dr. Ricard, maaf mengganggu jadwalmu," ucap Soetopo. Dokter Soetopo berpenampilan bersahaja dan sangat berwibawa, tutur katanya pun sopan dan ramah."Rapat i
Surya BintangSurya Bintang, ayah Sinar, tidak tega melihat putrinya menderita. Ia langsung meninggalkan acara seminar kedokteran di Hong Kong saat mendengar kabar tentang putrinya. Ia dari Bandara langsung menuju kantor polisi untuk menemui putrinya.Bagi Surya, putrinya adalah segala-galanya.Sinar sedang dalam masalah saat ini, dan ia sebagai seorang ayah harus siap mengulurkan tangan untuk membantunya.Masih terbayang bagaimana perjuangan ia dan istrinya untuk mendapatkan Sinar. Hampir 10 tahun mereka menanti, dan sebagai dokter spesialis kandungan, Surya merasa sangat berat karena tidak bisa memiliki keturunan. Cemoohan dan ejekan sering terdengar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ia yang berprofesi sebagai dokter spesialis kandungan saja tidak bisa memiliki keturunan. Bagaimana ia bisa mengobati pasien yang datang dengan masalah infertil? sindiran itu selalu terdengar di telinganya.Namun, dengan sabar dan tekad yang kuat, Surya dan istrinya tidak menyerah. Mereka me
Dini Sedari pagi Dini merasa keheranan karena handphone Kak Sam tak berhenti berbunyi. Ia berpikir keras siapakah yang menelpon Kak Sam, apakah keluarga atau kerabatnya yang menelpon untuk mengucapkan belasungkawa? Namun, seingat Dini, Kak Sam tidak memiliki sanak saudara, ia seorang diri di sini, begitu juga dengan Lily sahabatnya, yang hanya mempunyai Bulek Tari seorang.Apakah anak-anak Bulek Tari yang menelpon, karena memang anak-anak Bulek Tari tinggal di daerah Sumatera? Mungkin mereka sudah mendengar kabar tentang meninggalnya sepupu mereka. Namun, telpon itu terus berlanjut, setelah dimatikan kemudian berdering lagi, sungguh heboh pagi ini dengan suara telpon.Suara Kak Sam terdengar samar-samar tidak begitu jelas terdengar dari arah dapur. Dini masih sangat penasaran tetapi ia merasa sungkan untuk menguping ke arah kamar Kak Sam. Ia hanya bisa melirik pintu kamar yang tertutup rapat.Sebenarnya, menginap di sini pun ia merasa sungkan, takut orang-orang akan bergunjing. Namu
Mobil ambulans berhenti tepat di depan rumah, yang sudah ramai dengan tetangga dan pelayat. Di depan pintu, Bulek Tari berdiri menyambut jenazah dengan wajah sedih. Beliau adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Lily. Bulek Tari tinggal di sebelah rumah keponakannya dan sangat menyayangi Lily. Beliau seorang janda dengan dua putra yang sudah menikah dan tinggal di Sumatera. "Lily... nak... cah ayu," serunya terisak saat melihat jenazah keponakannya. "Tata... kenapa tinggalin si mbah? Si mbah nanti kangen, hu... hu... hu," isak tangis Bulek Tari dan beberapa pelayat yang hadir.Sammy, yang baru turun dari mobil ambulans, melihat persiapan pemandian dan penguburan yang telah disiapkan oleh para tetangga. Ia mengucap syukur karena dengan begitu, jenazah istri dan anaknya bisa langsung disiapkan untuk proses penguburan. Ternyata, saat ia di rumah sakit, para tetangga telah bergotong-royong mengatur segala sesuatu yang diperlukan.Di depan pintu, tampak seorang gadis yang terse
RICHARDKerumunan orang-orang semakin ramai, ada yang ikut bersedih, ada yang prihatin, dan ada yang sibuk merekam dengan ponsel korban yang bersimbah darah. Mereka merekam seorang wanita cantik yang terluka dan terduduk lunglai, serta seorang suami yang memeluk istri dan putri kecilnya yang juga bersimbah darah.Ada yang berempati, ada juga yang beranggapan musibah kecelakaan ini sebagai media untuk diceritakan kepada teman dan keluarga mereka di rumah nanti, atau untuk di jadikan highlight di status sosial media mereka.Samar-samar di kejauhan terdengar sirene mobil ambulans beriringan dengan mobil patroli polisi. Orang-orang mulai menyingkir memberi jalan. Peristiwa naas ini akan diatasi sebagaimana mestinya oleh aparat dan tenaga medis, baik si korban maupun si pelaku. Brakkk....Pintu ruang operasi dibuka terburu-buru dari dalam, dan dokter Richard keluar dengan langkah lebar menuju ruangannya. Raut mukanya tampak gusar dan letih, letih karena tindakan operasi penyempitan saraf
SINAR SAMMY"Aaaakkhhhhh......"!!Pekik ketakutan diiringi bunyi decitan ban dari rem yang diinjak paksa sehingga mengakibatkan debu bertebaran, Sinar sebisa mungkin menghentikan laju mobil tapi mobil yang dikendarainya terlalu ngebut. Tak dapat di elak, mobilnya menabrak tubuh kurus seorang ibu dan putrinya yang dalam gendongan. Sinar terburu-buru menuju rumah sakit akibat dari pesta semalam membuatnya terlambat padahal ia baru bertugas sebagai dokter di Rumah Sakit Permata Kasih.Semua orang terpana terhenyak, bergidik ngeri melihat ibu dan anak itu terlempar jauh, kepala mereka membentur aspal jalan, seketika darah membanjiri jalan, bercampur dengan sayuran dan buah yang berceceran, berhamburan keluar dari kantong kresek yang masih di pegang si ibu. Pemandangan yang membuat pilu yang melihat, dan seketika tercium aroma anyir darah, aroma kematian.Sedangkan mobil yang dikendarai Sinar berakhir dengan menabrak pembatas jalan setelah berputar-putar. Orang-orang berteriak"Mobil itu