"Hentikan leluconmu Abbas!"
"Hai, kamu jangan marah-marah itu tidak baik bagi kesehatanmu. Hari ini adalah hari pernikahanmu, harusnya kau bahagia bukan? Bukannya marah-marah tak jelas seperti ini."Rey mengusap kasar wajahnya. Hari ini memang hari pernikahannya, tapi perasaannya sama sekali tidak bahagia. Bagaimana Rey bisa bahagia? Bila ia harus menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai, menyapa saja tak pernah. Apalagi bertemu dan melihat wajahnya."Bagaimana aku bisa bahagia Abbas? Coba bayangkan bila kamu sedang berada di posisiku. Apakah kamu juga akan bahagia bila dikhianati oleh seseorang yang kamu cintai? Apalagi ini hari pernikahanku dan aku harus menikah dengan wanita yang sama sekali tak aku cintai, bahkan mengenalnya saja tidak.""Tenanglah Rey. Aku tahu kamu bisa melalui semua ini. Jangan bersedih, aku yakin kamu pasti akan menemukan bahagiamu nanti. Sekarang kamu bersiap-siaplah dulu, semua tamu undangan sudah hadir, mereka sudah menunggu kedatanganmu sedari tadi."Abbas menepuk pundak Rey, mencoba menenangkan atasannya. Meskipun Abbas bekerja sebagai sekretaris Rey. Namun, sedari dulu Abbas sudah berteman dengan Rey semasa mereka masih kecil."Lalu, bagaimana dengan wanita yang akan menikah denganku? Apakah dia sudah sampai di hotel?"Abbas melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 09:15. Seharusnya pengantin wanita sudah sampai.Kaki tangan Jonathan mengabari bila pengantin wanita sudah berangkat pada pukul 09:00. Hanya butuh sekitar waktu 15 menit untuk sampai ke hotel, karena Mansion Wijaya letaknya tak jauh dari hotel ini."Seharusnya mereka sudah sampai," kata Abbas.Rey bangun dari tempat duduknya dengan merapikan kedua ujung jasnya. "Yasudah kalau begitu, kita ke ballroom sekarang."Abbas mengangguk. "Baiklah."Rey dan Abbas berjalan menuju ballroom, Abbas mengekor dari arah belakang Rey.Sesampainya di ballroom, Rey melihat sudah banyak sekali tamu yang datang. Mereka semua tersenyum bahagia melihat ke arah Rey, tak lupa di antara mereka ada yang mengucapkan selamat atas pernikahannya."Rey, senyuman lah sedikit," bisik Abbas di telinga Rey.Abbas melihat wajah Rey yang hanya menampilkan ekspresi yang datar, tidak ada senyum kebahagiaan di raut wajahnya.Akhirnya, Rey terpaksa menampilkan senyum indahnya ke setiap tamu yang hadir mengucapkan selamat kepadanya."Di mana pengantin wanitanya? Kenapa dari tadi belum datang?"Sedari tadi Emran begitu tak tenang, pengantin wanita seharusnya sudah sampai sekarang. Akan tetapi, Emran sama sekali belum melihat kehadiran Jonathan sedari tadi.'Awas saja Jonathan, bila kamu membohongiku dan bermain-main denganku. Akan aku pastikan perusahaanmu yang akan menanggung akibatnya,' umpat Emran di dalam hatinya.Emran sudah begitu kesal kepada Jonathan, seharusnya Jonathan tidak mempermainkannya dan mengulur waktu seperti ini.Emran begitu takut bila Jonathan membohonginya. Apalagi para tamu undangan sudah hadir, mereka semua pun sudah menunggu kedatangan mempelai wanita. Emran akan begitu malu bila pernikahan putranya akan gagal dan seluruh rekan bisnisnya pasti akan menertawakan keluarganya.Emran menghampiri Abbas. "Abbas, bagaimana ini? Kenapa mempelai wanita belum datang juga?""Tuan tenang saja, saya sudah mendapat kabar bila mereka sudah sampai dan pengantin wanita sedang dirias."Emran menghela napas begitu lega. Akhirnya pengantin wanita sudah sampai, setidaknya pernikahan putranya akan berjalan dengan baik.Seorang wanita cantik menatap ke arah cermin dengan balutan gaun yang sudah melekat cantik pada tubuhnya, gaun long dress lace off shoulder dengan ekor panjang yang berwarna putih tulang yang memiliki beberapa payet pada lekukan bagian dadanya.Wajah yang sudah dipoles dengan beberapa rangkaian make-up membuat kecantikannya semakin bertambah. Apalagi dengan warna lipstik yang berwarna merah menyala sudah melekat pada bibirnya."Aku tidak menyangka hari adalah hari pernikahan aku, bahkan aku sendiri belum bertemu dengan lelaki yang akan menjadi suamiku nantinya," ujar Delisha bermonolog."Nak, apa kamu sudah siap?" tanya Jonathan yang baru sampai ke dalam kamar."Sudah, Pa.""Kamu begitu cantik, Sayang.""Makasih, Pa.""Oh iya, jangan lupa pakai veil-nya, ya, biar semua orang tak melihat wajah kamu.""Baik, Pa."Delisha mengenakan veil menutupi kepala sampai wajahnya, karena keluarga Maduswara ingin Delisha tak menampakkan wajahnya pada semua tamu yang datang. Dan mereka bisa berpikir kalau yang ada di atas pelaminan itu adalah Erlin.Delisha berjalan untuk menuju meja akad, semua mata mulai melihat ke arah datangnya pengantin wanita yang sedang berjalan di atas karpet merah.'Kenapa semua orang menatapku? Aku begitu grogi,' gumam Delisha di dalam hatinya.Debaran jantung Delisha berdetak hebat di dalam sana, ketika semua mata tertuju pada dirinya. Setelah sampai di meja akad, Delisha duduk bersebelahan dengan lelaki yang akan menjadi suaminya.Sedari tadi Rey hanya melihat ke arah penghulu, ia tak melihat barang sedetik pun ke arah pengantin wanita yang ada di sampingnya.'Sialan! Kenapa aku harus menikah dengan wanita yang tak aku cintai?' umpat Rey kesal di dalam hatinya.Emran meminta agar pak penghulu tersebut tidak menggunakan mikrofon, agar ketika Rey menyebut nama pengantin wanitanya, semua orang tidak mendengarnya begitu jelas.Emran juga sudah memberitahu semuanya kepada penghulu, bila pernikahan ini hanya pernikahan siri saja. Pak penghulu pun hanya bisa menuruti perkataan Emran, ia pun sudah berjanji akan merahasiakan pernikahan ini."Maafkan Papa, Nak. Papa harus mengorbankan kebahagiaan kamu." Jonathan menyeka bulir hangat yang berhasil lolos dari pelupuk matanya. Ia terpaksa menjadikan Delisha sebagai pengantin wanita untuk menggantikan Bella, karena hanya Delisha lah yang bisa menolongnya saat ini.Setelah ijab kabul terlaksana, semua tamu pun mengucapkan selamat kepada mempelai wanita dan mempelai pria.Emran bisa bernapas dengan lega karena di antara mereka tak mengenali mempelai wanita, mungkin karena Delisha menutup wajahnya menggunakan veil yang agak tebal. Jadi, semua orang tak dapat melihat wajahnya.'Huh! Akhirnya pernikahan ini sudah selesai. Aku bisa bernapas dengan lega. Mereka tak curiga bila wanita itu bukan Erlin,' gumam Emran di dalam hatinya.Ketika para tamu sudah pulang, Rey dan Delisha sudah berada di sebuah kamar hotel. Dulu, Rey memesan hotel ini untuk dirinya dan Erlin. Namun, ternyata rencananya harus gagal karena sebuah pengkhianatan yang diberikan oleh Erlin.Rey membuka masker yang melekat pada wajahnya, sedari tadi ia begitu sesak, bukan sesak di bagian hidung saja karena minim oksigen yang masuk, tetapi juga dadanya yang begitu teramat sesak. Rey melihat ke arah gadis yang ada di depannya."Kamu sudah bisa membuka veil-nya sekarang!" titah Rey menyuruh wanita itu untuk segera membuka veil yang sudah menutup wajahnya."Oh, emm ... i-iya." Delisha mulai membuka tutup kain yang menutupi wajahnya.Tepat ketika wanita itu sudah membuka penutup kainnya, Rey disuguhkan dengan pemandangan yang begitu mengejutkan di depan matanya. Detak jantung Rey seperti berhenti berdetak ketika melihat seseorang yang ada di hadapannya kini."Lisa," gumam Rey yang begitu terkejut, ketika melihat masa lalunya, wanita yang sudah ia sia-siakan dulu kini berada tepat di hadapannya.Rey membulatkan sempurna kedua bola matanya ketika melihat wanita yang ada di hadapannya kini adalah Lisa, wanita yang pernah ia cintai dulu."Lisa," guma Rey begitu tak percaya akan hadirnya Lisa kembali.Begitu juga dengan Lisa yang begitu kaget ketika melihat Rey ada di hadapannya. "Rey, ka-kamu … ngapain ada di sini?"Rey mengusap kasar wajahnya, ia takut kalau dirinya itu sedang bermimpi atau salah lihat karena melihat Lisa yang ada di depan matanya kini."Aku gak salah lihat, kamu ada di depan mata aku, kamu adalah wanita yang kunikahi beberapa waktu yang lalu?""Hah?! Delisha terperangah mendengar pernyataan dari Rey, "a-apa? Jadi, lelaki yang menikah dengan aku itu kamu?!"Rey langsung meraih tubuh Delisha, membawanya ke dalam pelukannya. Dia begitu tak percaya akan semua hal ini. Apalagi, lelaki yang memiliki gaya rambut undercut itu melihat Lisa sekarang ada di hadapannya, dan ternyata wanita yang ia rindukan selama ini sudah ia nikahi.Delisha melepaskan pelukan Rey. "Lepasi
Rey langsung menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja nakas. "Halo!""Rey, ada masalah.""Masalah, masalah apa memangnya?""Erlin, dia sekarang ada berada di atas gedung, dia bilang, dia ingin mengakhiri hidupnya bila kamu tidak datang.""Apa?""Iya, dia sekarang sedang berada di atas gedung.""Bilang kepadanya, jangan terlalu membual. Aku sudah tidak peduli lagi. Mau dia hidup atau mati sekalipun""Ya ampun, Rey, yang benar saja. Nanti kalau Erlin benar-benar loncat dari atas gedung bagaimana?""Memangnya kamu tidak bisa untuk menghentikannya?""Tidak bisa, Rey. Dia tetap ingin kamu yang menghentikannya.""Dasar tidak becus! Mengurus satu wanita saja tidak bisa. Pantesan selama ini kamu masih sendiri!" Rey mengejek Abbas yang belum memiliki kekasih sampai sekarang."Sudahlah, Rey, kamu jangan menghina aku terus. Aku akan tunggu kamu 15 menit, kalau kamu tidak sampai juga, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.""Baiklah, aku ke sana sekarang."Rey memutuskan sambun
Setelah Rey mendengar bila Erlin loncat dari atas gedung, lelaki itu langsung menghampiri tempat Erlin berada kini. Erlin langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk segera diberikan pertolongan, karena darah segar yang keluar dari tubuhnya begitu banyak."Bagaimana Erlin bisa loncat? Aku sudah bilang padamu untuk mengurusnya!" Rey mengomel kepada Abbas karena sekretarisnya itu tidak becus dalam menggagalkan rencana Erlin."Kenapa kamu jadi marah sama aku? Dari tadi aku sudah berusaha keras agar Erlin tak loncat dari atas gedung. Namun tetap saja, wanita itu tetap saja loncat.""Terus, di mana dia sekarang?""Lagi di ruangan operasi, Dokter sedang mengurusnya. Bagaimana kalau Erlin meninggal, Rey?""Ya sudah, kalau dia meninggal mau bagaimana lagi," kata Rey, dia sudah masa bodoh dengan keadaan Erlin. Entahlah, Rey merasa sakit hatinya kini begitu besar kepada Erlin dibanding dengan perasaan cintanya."Enteng sekali kamu bilang seperti itu."Abbas menatap heran ke arah Rey, dia tidak
"Ayo, Sayang, kita pergi dari sini. Papa tidak akan membiarkan kamu hidup bersama orang-orang seperti mereka."Delisha tertunduk lesu mendengar perkataan kedua orangtua Rey yang menyuruhnya untuk pergi dari kehidupan Rey kembali. Dunia seakan runtuh ketika semuanya seperti dejavu bagi Delisha. Wanita itu merasa seakan kembali ke dalam masa lalu yang kelam, hatinya harus kembali terluka ke dalam jurang yang dalam lagi. "Baik, Pa."Delisa mengangguk pelan, gadis yang memiliki rambut lurus yang panjangnya sampai bahu itu hanya bisa menuruti perkataan papanya. Ia tahu bila dirinya tinggal bersama Rey, dan tinggal dengan anggota keluarga Rey hidupnya pasti akan tersiksa. Apalagi kedua orang tua Rey yang tak pernah suka kepadanya karena cap anak haram selalu melekat pada dirinya. 15 menit telah berlalu, Delisha dan Jonathan sudah sampai di Mansion Wijaya. Jonathan membawa putri kesayangannya untuk masuk ke dalam mansion, meskipun Delisha adalah anak di luar nikah Jonathan bersama kekasihn
"Delisha!" Jonathan membulatkan kedua bola matanya sempurna, ketika melihat putrinya yang terbentur tembok sampai darah segar yang keluar dari hidung Delisha mengalir deras."Nak, kamu tidak apa-apa?" Jonathan langsung berjalan menghampiri Delisha.Delisha mengusap darah segar yang sudah menetes pada hidungnya. "Delisha gak apa-apa kok, Pa."Setelah membantu Delisha berdiri, Jonathan kembali melihat ke arah Juwita. Semburat api amarah sudah menyala di kedua bola matanya. "Berani sekali kamu mendorong putriku!""Memangnya, kenapa, Pa?""Kenapa? Kamu bilang kenapa? Kamu tidak melihat hidung Delisha mengeluarkan darah? Apa kamu tidak memiliki hati nurani sedikit pun?!" geram Jonathan melihat tingkah istrinya yang semena-mena. "Sudah, Pa, stop!" Juwita menyela perkataan Jonathan. "Mama tidak ingin Papa terus membela gadis itu terus menerus. Sekarang lebih baik Papa cari keberadaan Bella!"Ketika Jonathan hendak bersuara kembali, Delisha menahan tangan papanya. Dia tak ingin orang tuanya r
"Iya, Jonathan sudah membawanya pergi. Lebih baik kamu segera urus perceraian kamu dengan dia. Papa tidak ingin kamu meneruskan pernikahan kamu dengan wanita haram itu."Rey tak tahu mengapa Emran bisa berkata seperti itu, papanya ingin sekali bila dirinya segera melepaskan Delisha. Namun, Rey tak mungkin melepaskan begitu saja. Rey tidak ingin kehilangan Delisha untuk yang kedua kalinya."Maaf, Pa, Rey tidak bisa. Rey tidak mungkin menceraikan Delisha sampai kapan pun."Braakkk!Emran memukul meja begitu keras. Rey dan Arumi terkesiap tatkala melihat gebrakan meja yang sudah dilakukan oleh Emran. "Anak tidak berguna! Bagaimana bisa kamu akan hidup bersama wanita haram itu?! Sampai kapan pun Papa tidak akan setuju kamu hidup bersama dia!"Emran begitu emosi mendengar perkataan dari Rey. Anak yang sudah ia besarkan selama ini, berharap akan menjadi anak yang penurut, dan mau melakukan apa pun yang Emran perintah, tetapi ternyata dia sudah salah, Rey sama sekali tak mau mendengar perkata
"Apa kamu masih belum siap?"Mendengar perkataan yang sudah diucapkan oleh Rey, Delisha terdiam seribu bahasa, kalau saja saat ini wanita itu sudah melupakan semua perlakuan Rey terhadapnya selama ini, mungkin saja Delisha mau menerima lelaki yang sudah menjadi suaminya kini.Angan-angan yang Delisha impikan dulu memiliki seorang suami yang baik hati, rela melakukan berbagai hal untuknya, menerima semua kekurangan dirinya, dan juga selalu ada untuknya di saat suka maupun duka. Dan yang paling Delisha inginkan adalah sosok lelaki yang setia, yang selalu menjaga cintanya untuk Delisha seorang.Sayang seribu sayang, Delisha malah harus terjebak oleh situasi di mana dirinya harus menjadi wanita pengganti, dan lebih parahnya lagi wanita yang memiliki hidung mancung itu harus kembali lagi hidup bersama masa lalunya."Maafkan aku, Rey.""Mengapa? Aku cuma ingin minta hakku sebagai suami kamu, Delisha. Apa aku salah?"Rey memindai wajah Delisha, wajah yang begitu polos tanpa dipoles make-up ya
"Aku tidak butuh maaf kamu, aku hanya ingin kamu segera pergi dari Mansion Wijaya. Ingat, kamu itu hanya anak haram. Jadi, percuma saja bila kamu tetap tinggal di Mansion Wijaya, kamu tak akan dapat apa-apa, kamu hanya akan menjadi anjing peliharaan Wijaya saja!"Mendengar apa yang sudah diucapkan oleh Juwita membuat hati Delisha merasa tidak senang. Apalagi Juwita bilang bila dirinya hanya peliharaan Wijaya yang seperti anjing, bukannya Delisha marah atau kesal terhadap Juwita, wanita itu hanya tak ingin menambah masalah dengan sebuah pertengkaran. Apalagi membuat masalah dengan orang yang lebih tua darinya."Tante tenang saja, saya akan segera pergi dari sini."Mencoba untuk tenang menghadapi setiap hujatan yang sudah diberikan oleh ibu tirinya, mungkin hanya itu yang bisa Delisha lakukan saat ini, selama ini, meskipun Delisha selalu menerima hinaan dari Juwita, tetapi gadis itu selalu diam dan tak pernah berani untuk melawannya."Aku harap kamu segera pergi dari sini. Aku sudah tida