Lelaki itu menarik Zulaika. Menutup mulut dengan kelima jemarinya sangat kuat. Zulaika tidak bisa bergerak sama sekali."Apa kau pikir bisa menjebakku? Kau jalang!" ucapnya dengan melotot. Dia menarik Zulaika sangat kasar. Kini mereka berada di dalam toilet. Lelaki itu menutup pintu dengan sangat kasar. Dia menguncinya dua kali tekanan. PLAK! Zulaika mendapatkan tamparan sangat keras. Dia tersungkur ke lantai. "Aku, akan membuatmu sangat buruk! Kecantikanmu itu tidak akan pernah bisa membuat semua lelaki memandangmu lagi!" Dengan sangat kasar dia menjambak Zulaika. Menamparnya sekali lagi. "Rasakan!" teriaknya. Dia mulai menarik Zulaika berdiri kembali ketika tubuhnya tersungkur di lantai. "Hahaha. Kau, boneka Arman. Kau ... akan mati. Kita lihat saja saat Arman melihatmu melakukan ini kepadaku. Kau ... mati," balas Zulaika."Wanita jalang!" Dia, lelaki itu mencekik Zulaika dengan sangat kuat. Zulaika mulai merasa sesak. Kedua matanya melotot tajam, tidak bisa bergerak. Arman
Zulaika tidak bisa bernapas. Dia tercekik sangat kuat. Lelaki itu memandangnya dengan melotot tajam, merasa puas akan membunuh Zulaika. Hingga, "sret!" Zulaika menarik pisau peninggalan sang ibu yang dia selipkan di pinggangnya dan tertutup kain pita."Argh!" Lelaki itu melepaskan cengkeramannya. Dia menutup wajahnya yang sangat perih. Mata kanannya terluka akibat sayatan Zulaika."Ka-u ... akan mati," ucap Zulaika terpatah-patah. Napasnya masih tercekat di kerongkongan. Dengan berjalan sempoyongan, dia berusaha sampai di tengah pesta. Zulaika terus berjalan sambil menekan dadanya."Aku ti-dak boleh ... kalah."Arman yang semula duduk, spontan berdiri saat melihat Zulaika lebam dan sangat berantakan. Pemain musik menghentikan permainan seketika. Semua tamu menatap Zulaika tidak percaya."Zulaika?" ucap Arman. Dia berjalan cepat menghampiri wanita itu, dan menangkap tubuhnya. "Apa yang terjadi!" teriaknya keras."Aku ... sudah di-perko ... sa. Dia ada di kamar man-di ...," ucap Zulaika
Rose terkejut. Dia tidak percaya seseorang menawarkan itu kepadanya. Apalagi seseorang itu adalah Tuan Muda kedua. Rose semakin tersenyum melihatnya."Kau mencintainya? Hmm, sangat luar biasa. Kedua Tuan penguasa yang tidak pernah mencintai siapapun, sekali jatuh cinta dengan orang yang sama. Aku sangat iri dengan wanita itu. Tapi ... dia memang sangat cantik mempesona."Ardian tidak tahan melihat Arman berada satu kamar dengan Zulaika. Dia keluar dari kamar untuk masuk ke sana. Ardian tidak peduli dengan perkataan Agung. Dia akan nekad untuk menemui Zulaika. Hingga dia mengurungkan niatnya saat melihat Rose dalam amarah menatap kebersamaan Arman. Seketika itu, muncul dalam benak Ardian untuk membantu Rose mendekati Arman."Apa yang akan kau lakukan, Ardian? Bukankah sangat sulit mendekati Arman jika dia tidak menginginkan? Apa rencanamu?" tanya Rose. Pandangannya sama sekali tidak teralihkan. Dia terus menatap Ardian dengan tajam."Arman hanya menginginkan wanita yang tidak mendekati
Agung menembakkan obat bius tepat di leher Ardian. Dia tidak mau Ardian merusak rencananya. Mencegah Zulaika menikah, akan menghambat semuanya."Bawa dia pergi," pinta Agung. Dua anak buahnya mengangkat tubuh Ardian dengan perlahan. Mereka memasukkannya ke dalam kapal, membawanya pergi dari pulau. Semua pelacak di pantai, Agung atasi dengan baik. Salah satu anak buahnya sangat ahli dalam bidang itu.Agung meninggalkan pulau dengan tersenyum. Rencana pernikahan akan terwujud sebentar lagi."Zulaika akan meraih semuanya."**Arman kembali ke kamar Zulaika. Menatap wajah bidadari itu. Hingga kedua matanya melotot tajam. Kenapa ada mawar diselipkan di telinga kanan wanita itu? Kini dia baru sadar. Ardian adalah salah satu orang yang harus hadir di dalam pesta itu. Namun, dia tidak melihat sang adik sama sekali."Ardian. Sialan!" umpatnya pelan. Dia enggan membuat Zulaika terbangun. Arman kembali keluar kamar, mnghampiri para pengawal. "Apakah Ardian datang?" tanyanya dengan santai. Arman
Senyuman terlihat. Zulaika sangat puas! Arman kini tunduk kepadanya. Dia rela menyeberangi lautan itu karena dirinya."Zulaika ..."Arman melangkah perlahan mendekati wanita itu dan mendekapnya. Kedua matanya memejam, menikmati pelukan Zulaika. Menikmati hatinya yang sangat tenang ketika menatap wanita yang sekarang membahayakan hatinya itu membalas dengan senyuman."Senyuman Zulaika ... kenapa kau memberikan senyuman dahsyat itu? Apakah kau menyihirku? Katakan!"Arman sedikit menjambak rambut hitam yang kini tergerai hanya sebahu. Menatap dengan penuh hasrat. Tapi, anehnya. Arman bisa menahan itu semua."Kita akan menikah. Pernikahan apa yang kau inginkan, wanitaku ..."Zulaika hanya tersenyum dan tidak menjawab. Arman semakin terkekeh. Dia tidak menyangka, kemewahan yang dia tawarkan tidak membuat wanita yang masih dipandanngnya menjawab. Setiap wanita yang dinikahi siri olehnya selalu saja terbuai dengan perhiasan atau janji kekuasaan yang akan Arman berikan. Namun, Zulaika berbeda
Zulaika membuat semua wanita tidak percaya. Dia menatap Paula dengan senyuman kemenangan. Ema dan Sera pun masih tak mengerti. Kenapa sampai bisa, Paula seperti itu? Padahal dia adalah wanita terkuat di sana. Sekali saja dia mendengar bisikan Zulaika, wanita itu lemah!"Paula! Kenapa kau? Paula!" Melia masih saja tidak berhenti berteriak."Pergilah. Jangan memperlihatkan wajahmu di hadapanku. Hah, pergilah jalang," ucap Zulaika sangat santai.Melia masih saja menatap Paula dengan sangat kesal. Dia menerabas semua orang, meninggalkan para wanita yang masih saja menatap dengan amarah."Apa kalian tuli? Pergilah!" teriak Sera membuat semua wanita akhirnya meninggalkan kamar Zulaika."Hahaha. Kau sangat ... hebat. Kenapa kau membuatnya seperti itu? Apa yang kau katakan?" tanya Ema. Zulaika hanya tersenyum dan tidak menjawab. Membuat Ema sedikit kesal. "Kau tidak menjawabnya?" lanjut Ema sambil bersedekap."Aku tidak bisa mengatakan. Tidak semuanya bisa aku beritahukan kepada kalian," bala
Zulaika semakin tertekan dengan batinnya. Dia merasakan hati itu. Sepanjang malam, bayangan itu selalu saja hadir. Sosok tampan dengan kata-katanya yang selalu membuatnya melayang, selalu mengusik hatinya."Tidak bisa. Aku tidak akan pernah memberikan hatiku kepadanya. Bagaimana mungkin dia bisa membuatku seperti ini? Hatiku tersiksa, saat memikirkannya," gumamnya di depan cermin, sambil memandang dirinya sendiri. Kedua tangannya mulai mengepal. Mengingat semua masa lalu itu. Kedua mata Zulaika semakin menatap tajam, mulai mengingat masa itu. Pertikaian darah, yang sangat mengerikan.Ketika itu, Zulaika bersama dengan sang ibu di dapur. Mereka seperti biasanya, memasak bersama. Namun, Septian. Ayah Zulaika yang merupakan kaki tangan Malik selama puluhan tahun, akhirnya menjadi korban.Malik ketika itu resah Septian menyembunyikan fakta sangat besar bersama Agung. Pesaing hebat Maulana bernama Jakarasa, akan mengambil separo kekayaan Maulana karena mereka mengetahui Redrich kehilangan
Senyuman terlihat jelas di wajah Arman. Sepanjang hari, dia sama sekali sulit mengatasi ketenangan dalam dirinya. Bayangan Zulaika selalu melintas di kepalanya. Senyuman Zulaika yang sangat indah, tak tertandingi oleh siapapun juga. Lesung pipi yang sangat menggemaskan. Ingin sekali Arman memandangnya sepanjang hari.Wanita. Yah ... mereka hanya dianggap pakaian oleh Arman selama ini. Jika kusam, maka akan ditinggalkan, dan mencari yang baru. Semua istri siri Arman selama ini hanya dia nikmati sekali saja saat malam pertama setelah menikahi mereka. Para wanita itu adalah bayaran dari semua orang yang berhutang kepadanya.Dengan bangga, selama ini Arman selalu tersenyum bersama semua jajaran para Bos Besar. Dengan sangat sombong mengatakan, "tidak ada yang bisa membahayakan hatiku," ucapnya dengan lantang diiringi tawaan sangat kencang. Sangat percaya diri sekali. Hingga, dia kali ini merasakan bahaya itu. Hatinya tertusuk setiap melihat Zulaika ditatap oleh lelaki lain, termasuk Ardia