Share

Bab 2

Author: kamiya san
last update Last Updated: 2024-12-05 10:49:31

Malang tak dapat ditolak, apalagi diprediksi. Seperti halnya kali ini. Petugas sidak kukuh memberi sanksi pada para penghuni kamar yang dilabel sedang mesum. Tidak kecuali dengan Daehan dan Umi. 

Wajah lelaki tampan itu memerah dan tegang. Tidak menyangka niatan berteduh jadi sesialan seperti ini. 

Umi menatap cemas pada petugas sidak yang barusan mendekati Daehan dan merraba tubuh besar itu tanpa segan. Meski pemilik badan mengibas kasar, para petugas abai dan semakin berwajah sinis setelahnya.

“Alibi kalian sama sekali tidak masuk akal. Bisa jadi juga disertai ancaman dan kekerasan. Melihatmu yang tidak berpakaian dalam dan wajah wanita ini seperti habis dianiya, kalian masuk ke dalam daftar pasangan haram yang disanksi.” Petugas sidak berbicara tegas dan tajam.

“Jangan menuduh. Sudah aku tegaskan, dia pekerjaku. Tidak ada kamar lagi. Aku kasihan sebab tadi kehujanan. Dia perempuan, tidak mungkin aku biarkan di luaran! Mukanya bengkak sebab suntik cantik, bukan tanganku yang bikin!” sembur Daehan geram.

"Tanyalah sana pada orang hotel. Jangan suka-suka memfitnah dan menghukum!" ucap Daehan kembali.

"Pihak hotel tidak akan bertanggung jawab. Mutlak salah kalian. Apa tidak pernah belajar agama? Lelaki dan wanita bukan muhrim dilarang khalwatan. Tidak boleh berduaan." Petugas kembali menegaskan hal yang beberapa kali sudah dikatakan. Daehan sungguh bosan dan semakin kesal.

Namun, tidak ada guna protesnya. Petugas catat terus beraksi dengan meminta identitas, petugas lain juga banyak mengambil foto. Wajah Daehan memerah menahan amarah. Umi kebingungan dengan segala keadaan buruk yang tiba-tiba menimpa.

Para petugas data dan sidak telah keluar bertukar dengan tiga petugas lain yang siap membawa pasangan tertuduh asusila itu keluar. Namun, Daehan menerobos keluar dan mengejar para penyidak. Coba akan menggunakan trik suap demi selamat dari sanksi.

Tidak lama masuk lagi ke dalam kamar dengan menendang sofa single hingga tergeser.  Jelas sekali jika upayanya bertemu jalur buntu. 

“Aku nggak mau nikah cepat, Pak!” celutuk Umi tak bisa tenang. 

“Aku pun ogah nikah samamu, Um!” bentak Daehan keras tambah geram. Umi mengkerut.

Kesal bukan main. Rasa-rasanya ingin menabok muka Umi yang bengkak sebab filler. Sok cakep, padahal bengap. Buat apa juga ditambal-tambal. 

“Lalu… kita bakal dilepas, Pak?” tanya Umi cemas. 

Daehan tidak menjawab, justru kembali menendang kuat kursi tadi. Sepatunya memang mahal, jadi kuantitas buat nendang jangan tanya. 

“Nikah, Um. Nikah saja. Lebih baik akur biar cepat beres.” Mendadak Daehan berbalik dan berbicara serius. 

“Apa, Pak?!” seru Umi kaget bukan main. 

“Kamu sudah janda, kan, Um? Apa susahnya? Ini hanya nikah-nikahan… setelahnya lupakan,” ucap Daehan serius. 

“Tapi, saya…,”

“Akan kubayar mahal, Um. Dua jam lagi aku harus sampai di kotaku. Akan ribet jika menolak sanksi mereka. Harus menghadirkan banyak saksi pembebas dari pihakku dan pihakmu. Itu memalukan dan makan waktu. Sedang dua jam lagi adalah masa depanku. Paham?!” jelas Daehan cepat. 

“Lah itu masa depanmu saja, Pak?! Lha masa depanku, hancur dong!” Umi memrotes keras.

Daehan menatap wajah Umi yang lebam dan bengkak, terutama di bibir, pipi dan matanya membiru. Kembali kesal dengan wanita yang kurang bersyukur segalanya seperti Umi.

“Kamu ini sudah janda, Um. Apa salahnya janda-jandaan sekali lagi?! Aku aja yang lajang dan siap-siap menduda pun biasa aja!” sahut Daehan menahan geram.

“Tapi, Pak. Masalahnya saya ini belum…,”

“Belum puas jadi janda?! Ya bentar aja nikahnya, habis itu jadilah janda lagi. Apa susahnya…?” Daehan menahan kesal. Merasa jika Umi hanya memperkeruh keadaan.

“Masalahnya, saya tidak mau jadi janda. Sebab sa…,”

“Kubayar ma-halll!! Hingga wajahmu dan seluruh bodimu bisa kamu bawa operasi besar-besaran di Korea Utara sana, Umi!” sambar Daehan merasa sangat kesal.

“Ish, tempat o pe bukan di Utara, Pak! Tapi di Selatan! Di utara yang ada aku malah didor sama Kim Un!” sambar Umi meralat keras.

“Terserah, Um. Mau ke Timur Tengah pun silahkan. Tugasku hanya membayarmu. Lekaslah, mereka sudah tidak sabar,” ucap Daehan berusaha damai.

“Benar-benar mimpi buruk. Disuruh nikahin janda burik. Aku pulak yang bujuk, bayar lagi!” Daehan mengumpat, mengira jika Umi yang sedang berjalan sambil bingung tidak mendengar.

“Pak, emang mau bayar berapa? Saya ogah kalo murah.” Umi berbalik dan bicara ketus. Berhenti berjalan, tidak peduli dengan ekspresi para petugas yang kesal.

“Lima belas juta.” Daehan menyahut asal. Padahal niatnya bukan sesedikit itu.

“Ish, itu kan gajiku jadi asistenmu pengganti Bik Rum. Ini… kerja besar. Nikah paksa, terus dijandain… berat, tahu!” protes Umi tajam. Daehan tertawa masam.

“Emang kamunya saja yang terpaksa?! Sok jual mahal!” rutuk Daehan sangat geram pada janda belagu di depannya.

Umi diam… memilih pasrah, mengingat betapa diri sedang sangat butuh uang. Kesempatan, sepertinya Daehan bisa dia peras di saat sempit sebegini.

Lagipula, juga tidak ingin masalah ini jadi kian kepanjangan. Badan Umi meriang dan rasa di wajah sungguh nyut-nyutan. Ingin sekali cepat-cepat istirahat dan rebahan.

Mereka berdua terus berdiskusi seru. Abai akan perhatian petugas yang justru senyum-senyum melihat debat keduanya.

Namun, kejelasan hubungan Umi dan Daehan yang seperti bukan pasangan barusan mesum, tidak menggerakkan hati untuk membantu. Merasa jika itu bukan ranah tugas mereka. Juga tidak ingin mempersulit diri sendiri.

Umi dan Daehan sudah mendapat mufakat. Pembicaraan mereka jadi berbisik. Hingga para petugas tidak mampu lagi menguping.

Mereka dibawa ke sebuah ruang luas menyerupai aula. Bukan juga sebuah mushola. Ternyata, tiga pasangan dengan nasib sama yang terduga mesum sudah berjajar duduk di sana. Menunggu giliran dinikahkan. Benar-benar proses yang singkat.

Semua sudah diatur dan seluruh saksi juga wali bukan dari pihak keluarga satu pun. Di sini status Umi sudah tidak memiliki ayah lagi.

“Setelah semua beres, tugasmu kasih bintang satu pada hotel ini, Um. Bikin jebakan betmen saja, hotel pedusta…,” ucap Daehan pada perempuan yang duduk di sebelah dan masih mengenakan mukena atasan.

“Enggak mau. Bagus saja sih, Pak. Ada razia, akunya aja yang apes,” sahut Umi menolak ide sang atasan.

“Aku yang paling apes, Um! Kamu pikir aku tidak malu apa, kedapatan sekamar dan harus nikahin janda buntal kayak kamu! Bayar mahal pulak!” umpat Daehan yang terasa masih terus tidak ikhlas.

Umi tidak sempat merespon, sudah tiba giliran mereka dipanggil untuk maju ke hadapan Pak Penghulu.

“Setelah menikah, khusus kalian, kami akan memantau. Mengingat pihak wanita sempat mendapat penganiayaan. Anak gadis orang, sudah cantik-cantik, dibuat bengkak kayak gini.” Pak Naib sempat berkomentar.

Daehan ingin memprotes bahwa Umi adalah janda yang sangat tidak cantik. Terutama bengkak wajahnya sebab suntik bukan aniaya. Tetapi, Pak Naib langsung menyuruhnya siap-siap.

Berhubung Daehan sudah sering menghadiri acara nikahan teman, maka ucapan pernikahan bukan lagi sandungan. Sudah dihapalnya di luar kepala tanpa beban. Maka bibirnya pun lancar mengucap. Hanya….

“Nama pasangan sendiri saja tidak betul. Bukan nama panggilan, tetapi nama lengkap ya Mas, yaaa…,” ucap penghulu sambil menyodorkan kartu Id milik Umi pada calon suaminya.

Daehan hanya menyimak status calon istri tanpa ingat melihat foto Umi pada E KTP di tangannya. Wajah tampan yang sudah berpeci hitam itu tampak bingung.

“Um, bener nama kamu Sazleen Shanumi?” tanya Daehan pada Umi dengan menunjuk kartu Id.

Yang ditanya hanya mengangguk dan menunduk, rupanya sedang menangis. Membuat perasaan Daehan sempat serba salah.

“Um, kenapa status kamu gadis…?” tanya Daehan kian bingung. Namun, Umi justru kian tersedu-sedu.

“Ok, aku paham. Kamu dulu dinikahi siri saja oleh lelakimu.” Daehan coba memahami dengan ide jawaban di kepalanya sendiri. Pak Naib alias penghulu sudah mendesak untuk mengulang ijab kabul kembali.

Daehan mengulangi ikrar ijab dengan merendahkan hati dan posisi. Rela seperti hilang wibawa, harga diri dan segala harta yang dimiliki seakan tiada arti di depan Pak Naib. Dirinya lelaki sukses dan punya kuasa, nyatanya tetap juga dipaksa-paksa.

Demi kelancaran urusan dan segalanya selesai dengan cepat. Sempat sambil menyesali akan gangguan pada mobilnya saat hujan dan macet. Juga merutuk pada petugas hotel yang dinilainya berdusta akan jadwal sidak demi untung semata. Serta sesal akan baiknya pada Umi yang dia bawa dalam satu kamar.

Sah! Sah! Sah! Sah! Sah!

Daehan menoleh pada wanita yang kian terisak-isak menangis. Antara lega sebab beres urusan dan perasaan yang hampa. Dengan pendengaran yang diisi doa oleh asisten penghulu pada pasangan pengantin baru bernama Daehan Ahmad Rasyid dengan Sazleen Shanumi yang berisi harapan-harapan kebaikan.

Daehan termenung-menung kosong tanpa merasa perlu mengaminkan doa-doa baik pernikahan. Baginya, ingin kesialan dan acara penuh paksaan ini segera diakhiri!

🍓

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Eko Wirayati
cerita menarik sekali
goodnovel comment avatar
Netty Tya
Ya Allah Thor Aku ketawa Ngakak Hahahahaha
goodnovel comment avatar
Lupi Najwa
ngakak bacanya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 232

    Erick terus membawa Osara meniti tangga arah turun. Anak tangga yang lebar, panjang dan tidak tinggi antara satu dengan yang lain membuat rasa aman dilangkahi. Sudah dua lantai terlewati dengan satu lagi akan berakhir tetapi Dimas dan Irgi belum juga terlihat. “Mereka menunggu di lantai satu.” Erick berkata yang mengerti perasaan Osara. Tangan yang dibawa terasa berat dengan orangnya menoleh ke sana sini mancari-cari. Pasti mencari Irgi. “Oh, benarkah?” sahut Osara sangat lega. Kini berjalan cepat lagi dan bahkan Ericklah yang kini seperti diseretnya. “Eh, kenapa?” Osara heran saat Erick menahan tangannya tiba-tiba hingga langkahnya terhenti. “Aku ingin bicara sebentar,” ucap Erick sambil menatap wajah tirus dengan mata yang bersih. Mungkin kebanyakan menangis hingga sangat bening seperti dicuci. “Aku merasa free tanpa urusan saat berniat membawa kalian jalan-jalan. Tetapi aku bukan pegawai yang kerja tidak kerja masih saja bisa gajian. Keuanganku ditentukan sendiri oleh kem

  • Istri Perawan Disangka Janda   Ban 231

    Osara hanya melihat helikopter dari tangga tanpa bisa melihat siapa orang yang datang bersamanya. Berpikir bukan urusannya dan siapa pun itu tidak masalah, maka dia melanjutkan selangkah lagi. Berjalan cepat mendekati heli untuk naik ke atas mengambil tas. “Hei, Osara!” Suara besar lelaki menyerukan namanya agak jauh dari belakang. Osara bahkan belum memijak lingkaran helipad. Jadi urung melangkahkan kakinya. “Benarkah kamu Osara?!” seruan besar itu kembali terdengar dan lebih mendekat. Osara buru-buru berbalik untuk tahu. Terkejut setengah mati. Lebih tepatnya takut sepenuh hati. Kenapa lelaki itu tiba-tiba ada dan di mana Erick? Jantung Osara telah berdetak kencang. “Osara? Ya, kau Osara! Kenapa jadi sekurus ini? Suamimu sudah lama tidak ada. Tidak mungkin sebab itu kau begitu kurus. Apa kau sakit, Rara?” tanya lelaki itu dengan pandangan redup yang iba. Mengamati perempuan di depannya dari ujung rambut hingga pucuk kaki. Osara tidak bisa berkata-kata. Kakinya gemet

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 230

    Perasaan gugup, takut, waswas dengan hati berdebar keras dan jantung berdetak kencang perlahan menghilang seiring membumbung tinggi helikopter. Tenang, santai dan halus tanpa sedikit pun oleng, Erick sangat lihai menerbangkannya. Osara seperti mimpi yang tiba-tiba menaiki heli bersama Irgi hari ini. Berputar jauh dan melintasi kota Kuala Lumpur yang indah menakjubkan dan sangat menyenangkan. Irgi berkedip-kedp bingung dengan apa yang dia rasa dan dia lihat. Sepanjang perjalanan, Osara terus menjelaskan pada Irgi tentang segala hal mengikuti ekspresi yang terbaca di wajah anaknya. “Bagaimana, Gi? Asyik gak?!” seru Dimas sambil terkekeh. Merasa lucu melihat mimik dan ekspresi Irgi yang berubah-ubah dengan cepat. Kadang tegang, santai, senyum, menahan tangis juga menahan napas. “Dia terheran-heran, Mas!” Osara tersenyum lebar-lebar memandang Dimas dan Irgi. Erick melirik di kaca dan tersenyum. Merasa lega, usahanya untuk menyenangkan ibu dan anak di tahun pertama kebersamaan mer

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 229

    Memandang wanita cantik itu, Osara merasa tidak asing. Yakin pernah melihatnya. Tetapi, kembali tidak pasti di mana melihatnya. Coba keras diingat-ingat pun tetap saja tanpa hasil. Jika dipikir terus, justru akan sakit kepalanya. Langkah wanita itu terhenti sebab Dimas menahannya. Meski terlihat sebal, tetapi diam di tempat juga dengan tatapannya yang sengit. “Ada apa lagi, Dimaaasss…,” ucapnya kesal sembari mundur. Asisten lelaki itu terlalu maju menghadang hingga seperti saling rapat saja terlihat. Tampak sekali jika Dimas kurang menghargainya. “Kali ini nggak boleh ikut, Mbak. Sebab ini penerbangan khusus. Hadiah Pak Erick untuk ulang tahun keponakannya itu. Harap mengerti dan ngasih kesempatan ya, Mbak.” Dimas menunjuk Irgi yang dalam gendongan ibunya. Wanita itu menoleh. Memicing mata pada Osara dan anaknya. Lalu berjalan mendekati. “Kurasa Erick tidak punya saudara seperti dia. Seingatku adiknya Erick sangat cantik….” Wanita itu bicara pelan tetapi tidak mengenakkan di

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 228

    Pagi secerah ini, Osara terlihat cantik. Meski masih disayangkan bodi kerempengnya yang terus bertahan semenjak kematian suaminya. Mama Azizah memandang dan tersenyum sambil menyimpan rasa sedih. “Sudah siap? Kamu sangat mempesona dengan baju itu, Nak. Jika kamu mau gemuk sedikit saja, akan sempurna kecantikanmu. Kayak Osara yang dulu.” Mama Azizah menatap redup anak angkatnya. “Ah, Ma. Jangan menyanjung ku. Aku tidak terpikir lagi menjadi cantik.” Osara menyahut datar. Merasa pujian mamanya sekadar menyemangati hari ini. Wanita itu sangat antusias dirinya pergi naik heli dengan Dimas. Diam-diam berharap lelaki itu berminat pada putrinya yang janda. Sedang perasaan Osara terhadap lelaki sudah seperti mati rasa. Mama Azizah menhempas napas sambil menggeleng dan berdecak. Padahal, pujiannya bukan berlebihan. Osara memang sangat cantik dengan tubuh berisi yang body goals. Tetapi itu dulu, dalam ingatannya…. Sekarang, ibu muda itu terlalu kurus dengan pipi kelewat tirus. Mata pun

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 227

    Dua belas bulan kemudian. Tahun pertama perayaan birthday anak lelaki Osara berlangsung sederhana. Membeli sebuah kue tart dan dua belas nasi ayam plus dua belas kotak Donat JCO dengan alamat di sebuah taman bermain anak-anak di lantai dua puluh satu Gedung Kembar Petronas dalam kawasan KLCC (Kuala Lumpur City Centre). Lilin berbentuk angka satu yang tadi menyala kini padam oleh tiupan kecil dari lelaki mungil berbadan tebal, Irgio Dhandy, anak lelaki Osara yang gemuk dan tampan. Dua belas nasi dan dua belas kotak donat juga sukses dibagi-bagi. Anak-anak yang berkunjung di sana hari itu, tidak peduli dari keluarga biasa atau kaya raya, terlihat sangat gembira dan senang hati menerima pembagian nasi dan donat dengan gratis. . Tart yang tidak habis dimakan sekeluarga, yakni Papa Handy, Mama Azizah serta dua adik Osara, dibagikan juga pada anak-anak di sana yang berminat. “Sebentar, Nak. Tinggal sepotong lagi….” Osara membujuk anaknya yang rewel minta pergi. Sedang irisan tart

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 226

    Mama Hana sudah datang bersama Daehan. Hanya sendiri dengan rencana dua malam saja dan kemudian kembali ke Surabaya. Sebab Shanumi pun baru saja melahirkan."Apa Clara juga sudah melahirkan, Ma?" tanya Osara iseng saja. "Osa, apa Erick tidak pernah bilang?" Mama Hana memandang penuh tanya. "Bilang apa, Ma?" Osara sambil menggeleng tidak paham. "Clara sedang dirawat di rumah sakit Jiwa. Bayinya meninggal dalam kandungan. Maafkan segala kesalahan Clara padamu ya, Osa." Mama Hana terlihat sedih. "Oh, aku ikut belasungkawa, Ma. Aku sudah memaafkan semuanya. Tidak pernah lagi kupikir yang tidak enak di masa lalu." Osara benar-benar terkejut. Tidak menyangka, ternyata nasib Clara justru lebih mengenaskan. "Namun, Osa... kamu pun berhak merasa lega. Ericklah yang membuat Clara gila. Juga, wanita yang datang ke rumahmu dan mengaku hamil oleh almarhum suami kamu, adalah suruhan Clara. Erick mendapat bukti bahwa dia masih punya suami. Tidak tanggung-tanggung, rumah tangganya dibuat beranta

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 225

    Erick berdiri diam ditempatnya. Niat menghampiri Osara yang sedang menangis meski tidak yakin apa yang akan dilakukan, dia urungkan. Perempuan kurus yang masih terlihat lemah sehabis lahiran itu juga sedang bangun dan turun ranjang perlahan. Melangkah pelan untuk menghampiri bayi yang kembali tampak gelisah. Melihat itu, Erick buru-buru kembali duduk di ranjang dan merebah sebelum Osara berbalik melihatnya. Paham jika bayi itu haus dan akan disusukan. Perempuan itu pasti akan enggan jika dirinya bangun dan melihat. Memilih lebih baik pura-pura tidur saja. Meski tidak nyaman, melihat Erick tidur nyenyak dengan memunggungi, Osara sedikit tenang untuk menyusui. Dari pengalaman singkat beberapa jam setelah persalinan, lebih baik cepat menyusukan sebelum ai bayi merasa kesal dan menangis sebab lapar. Bayi laki-laki dengan berat sedang, tiga setengah kilo itu sangat pintar yang kini sudah sangat mudah menyusu. Hanya didekatkan, bibir mungil itu sigap menangkap dan langsung menghisap put

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 224

    Osara merasa bingung dan serba salah. Erick dengan santai meminta Dimas agar memanjangkan kursi roda menjadi ranjang. Merapat di dinding dan jauh dari ranjang pasien yang ditempati nya. “Pak Erick, apa yang kamu lakukan?” tanya Osara merasa tidak terima. Dimas telah disuruh keluar sedng Erick merebah terlentang di atas kursi roda yang sudah jadi ranjang. “Sudah kubilang, Osa. Aku jagain kalian. Mamamu kan udah pulang.” Erick mendongak dan memandang Osara. Ranjang pasien jauh lebih tinggi daripada ranjang kursi rodanya “Tapi… tidak usah di dalam juga. Di luar kan bisa…,” ucap Osara kebingungan. “Angin malam tidak bagus. Aku juga masih berstatus pasien di sini, Osa. Karena namaku sebagai penanggungmu, mereka membolehkanku di sini.” Erick berkata tenang. "Iya itu, tetapi Pak Erick kan pasien. Kenapa boleh pasien jaga pasien?" Osara jadi heran. "Ya namanya juga pasien istimewa. Yang penting pasiennya waras saja. Jika tidak boleh, dari awal pun aku sudah tidak bisa bertan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status