Share

BAB 12

Author: Risyia
last update Last Updated: 2025-08-08 21:38:11

Arya menatapnya lama, napasnya memburu, seolah kata-kata yang baru saja keluar belum cukup untuk melampiaskan bara di dadanya. Tangannya mengepal, urat di pelipisnya menonjol.

“Kenapa kau diam?!” suaranya merendah, tapi tajam. “Jangan berpikir tatapan itu akan membuatku iba.”

Zahra menunduk. Ia ingin menjelaskan bahwa ia hanya terkejut, bahwa ia sama sekali tidak bermaksud menguping. Tapi kata-kata itu terasa tertahan, seperti ada batu besar di tenggorokannya. Air matanya mulai menetes, membasahi pipinya.

“Aku… hanya mau ingin memastikan Tuan tidak apa-apa,” suaranya nyaris berbisik.

Arya tertawa pendek, pahit. “Tidak apa-apa? Setelah aku kehilangan lima miliar?! Setelah kau berdiri di sini seperti penonton yang menikmati adegan dramatis?!”

Zahra menggeleng cepat, mencoba menghapus air matanya dengan ujung kerudung. “Bukan begitu…”

“Sudahlah!” Arya memotong kasar. Ia memalingkan wajah, tapi langkahnya tetap gelisah, seperti binatang buas yang terjebak dalam kandang sempit.

Zahr
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istri Pilihan Oma   BAB 15

    Tanpa menunggu lebih lama, Zahra menundukkan kepala, lalu melangkah melewati Tuan Arya. Dari ujung lorong, suara langkah berat kembali terdengar. Zahra menoleh sekilas, dan mendapati Arya sudah tidak lagi di depan kamar Oma. Pria itu kini berdiri di ruang tengah, membelakangi dapur, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana, seolah sedang memikirkan sesuatu yang berat. Zahra buru-buru menunduk lagi, menuangkan bubur ke mangkuk. Hatinya berusaha keras untuk tetap tenang—karena setelah ini, ia tetap harus kembali ke kamar membawa bubur untuk Oma, tanpa menambah luka yang sudah terlanjur menganga di antara mereka bertiga. Dengan langkah pelan, Zahra membawa nampan berisi semangkuk bubur hangat dan segelas air putih. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum kembali menapaki lorong menuju kamar Oma. Tok… tok… tok… “Oma… apa boleh Zahra masuk?” panggilnya lembut. Suara di dalam terdengar pelan namun jelas, “Masuk, Sayang.” Zahra mendorong pintu perlahan. Cahaya redup dari jendela m

  • Istri Pilihan Oma   BAB 14

    Zahra menuntun Oma perlahan masuk ke kamar yang bercahaya redup. Tirai jendela setengah terbuka, membiarkan sedikit sinar pagi masuk dan jatuh di ujung ranjang. “Pelan-pelan, Oma… duduk dulu di sini,” bisik Zahra, menarik kursi kecil untuk membantu Oma melepas sepatu. Oma menghela napas panjang, lalu menggeleng. “Tidak usah… oma ingin tidur saja. Zahra menopang punggung Oma hingga berbaring di kasur. Nenek itu memejamkan mata sejenak, mencoba mengatur napasnya yang masih berat. Di dahinya, garis-garis tegang belum juga mengendur. “Aku… tidak menyangka…” suara Oma lirih, namun setiap kata terasa sarat luka. “…Arya bisa serendah itu.” Zahra duduk di tepi ranjang, meraih tangan Oma dengan hati-hati. “Oma, jangan dipikirkan dulu ya. Oma istirahat dulu? Biar Zahra ambilkan air putih.” Namun, genggaman Oma menahan pergelangan tangan Zahra. Matanya terbuka, menatap dalam-dalam. “Mau sampai kapan kamu terus diam seperti ini?” suara Oma terdengar tajam, meski tubuhnya masih terbar

  • Istri Pilihan Oma   BAB 13

    Menjelang tengah malam hari kedua, suara deru mesin mobil terdengar memecah kesunyian. Cahaya lampu kendaraan menyapu dinding ruang tamu melalui celah jendela. Zahra, yang sejak tadi duduk di tepi sofa, refleks berdiri. Dadanya berdebar tak karuan. Pintu terbuka dengan hentakan keras. Tuan Arya masuk… tapi kali ini tidak sendirian. Di lengan kanannya, seorang perempuan bergaun hitam ketat menggantung manja, wajahnya tersenyum genit. Aroma parfum menyengat langsung menyeruak, bercampur dengan bau alkohol yang menusuk hidung. Di belakang mereka, tiga pria dan dua perempuan lain ikut masuk sambil tertawa riuh. Beberapa masih membawa botol minuman. “Masuk, masuk! ” suara Arya serak, tapi penuh tawa yang asing di telinga Zahra. Langkah Zahra terpaku. Matanya tak bisa lepas dari tangan Arya yang menggenggam pinggang perempuan itu. Sebuah pemandangan yang seperti menusuk ulu hatinya. “Oh… ini dia penghuni rumah yang lain,” ucap salah satu pria sambil melirik Zahra dengan tatapan me

  • Istri Pilihan Oma   BAB 12

    Arya menatapnya lama, napasnya memburu, seolah kata-kata yang baru saja keluar belum cukup untuk melampiaskan bara di dadanya. Tangannya mengepal, urat di pelipisnya menonjol. “Kenapa kau diam?!” suaranya merendah, tapi tajam. “Jangan berpikir tatapan itu akan membuatku iba.” Zahra menunduk. Ia ingin menjelaskan bahwa ia hanya terkejut, bahwa ia sama sekali tidak bermaksud menguping. Tapi kata-kata itu terasa tertahan, seperti ada batu besar di tenggorokannya. Air matanya mulai menetes, membasahi pipinya. “Aku… hanya mau ingin memastikan Tuan tidak apa-apa,” suaranya nyaris berbisik. Arya tertawa pendek, pahit. “Tidak apa-apa? Setelah aku kehilangan lima miliar?! Setelah kau berdiri di sini seperti penonton yang menikmati adegan dramatis?!” Zahra menggeleng cepat, mencoba menghapus air matanya dengan ujung kerudung. “Bukan begitu…” “Sudahlah!” Arya memotong kasar. Ia memalingkan wajah, tapi langkahnya tetap gelisah, seperti binatang buas yang terjebak dalam kandang sempit. Zahr

  • Istri Pilihan Oma   BAB 11

    Zahra terdiam di tempat. Kata-kata itu menusuk lebih tajam dari pisau. Ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat, menahan gelombang emosi yang mulai menggenang di dadanya. Waktu pun berlalu. Cahaya matahari mulai menembus tirai tipis ruang tamu, menyinari sosok Tuan Arya yang masih tergeletak di sofa. Kemejanya kusut, dasi tergantung longgar di leher, dan aroma alkohol semalam masih samar-samar menyatu dengan udara pagi. Wajahnya tampak lelah, mata tertutup rapat, namun garis kerutan di dahinya menunjukkan tidurnya jauh dari tenang. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Suaranya tajam memecah keheningan. Tuan Arya mengerang pelan, tangannya terangkat malas, meraba permukaan sofa hingga menemukan ponsel itu. Ia mengintip layar dengan mata separuh terbuka—nama Sekretaris Nadia tertera di sana. Dengan suara serak, ia menggeser layar dan menjawab, “Halo…” Suara panik langsung terdengar dari seberang. “Pak Arya! Maaf mengganggu pagi-pagi, tapi ini darurat. Kami baru dapat kabar dari bag

  • Istri Pilihan Oma   BAB 10

    dilain sisi dirumah besar itu Zahra merasa terlalu lengang. Setelah membersihkan meja makan, Zahra membawa cangkir teh yang sudah dingin ke dapur. Ia mencuci perlahan, tanpa suara, seakan gerakan tangannya bisa mengalihkan isi hati yang masih terasa perih. Tadi pagi, kata-kata Tuan Arya seperti cambuk dingin yang membekas, walau wajahnya tetap tenang. Ia sudah menduga tak akan mudah tinggal di rumah ini, tapi tetap saja rasanya menusuk saat diperlakukan seperti tak ada. Zahra menata napas, lalu menggantung apron di balik pintu dapur. Belum sempat ia melangkah keluar, suara getar ponselnya terdengar dari atas meja ruang tamu.Nama ‘Oma’ tertera di layar. Zahra buru-buru menghampiri, lalu mengangkat telepon itu dengan dua tangan. “hallo, Oma,” ucapnya pelan, menahan nada suaranya agar tetap terdengar hangat meski hatinya belum pulih benar. “hallo sayang” suara Oma terdengar dari seberang, lembut tapi tegas. “Kamu udah sarapan?” Zahra tersenyum kecil, meski tak terlihat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status