Share

BAB 9

Penulis: Risyia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 12:21:37

Keesokan Harinya

.

.

Pagi menyapa dengan langit kelabu. Matahari enggan menampakkan sinarnya, seolah ikut merasakan hawa dingin yang menyelimuti rumah itu.

Tuan Arya turun dari lantai dua dengan langkah mantap. Jas abu-abu gelap telah membalut tubuh tegapnya, dasi telah terpasang rapi di balik kerah kemeja putih bersih. Ia menyisir rambutnya ke belakang dengan satu tangan sambil menuruni anak tangga besar di ruang tengah.

Di ruang makan, Zahra sudah berdiri menunggu. Meja makan telah tertata rapi. Mangkuk sup hangat mengeluarkan uap tipis, disusul sepiring roti panggang dan dua cangkir teh melati yang aromanya samar memenuhi ruangan.

Zahra menunduk sopan, lalu berkata pelan, “Silakan sarapan dulu,tuan. Saya sudah menyiapkan semuanya.”

Arya menghentikan langkahnya sejenak, menatap Zahra dari ujung rambut hingga kaki. Wajahnya tanpa ekspresi. Matanya dingin, seperti tak mengenal perempuan yang berdiri di hadapannya.

Ia lalu memalingkan wajah, menoleh ke arah jam dinding, da
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istri Pilihan Oma   18

    Setelah selesai menyuapi Tuan Arya, Zahra segera membereskan piring dan sendok, lalu berjalan kembali ke dapur. Saat punggungnya berbalik, Arya menyandarkan tubuh di kursi, menatap punggung Zahra dengan tatapan yang berbeda dari biasanya lebih lama, lebih dalam. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya, tapi ia memilih kembali ke laptop, mencoba mengabaikan perasaan aneh itu. Malam pun semakin larut. Suara ombak terdengar sayup dari kejauhan, berpadu dengan semilir angin laut yang menyelinap lewat jendela. Lampu-lampu taman memantulkan cahaya lembut di kolam renang, membuat vila terasa tenang. Zahra sudah berada di kamarnya, mencoba memejamkan mata. Namun, rasa haus membuatnya terbangun. Dengan langkah pelan, ia turun ke lantai bawah, niatnya hanya untuk mengambil segelas air putih di dapur. Begitu melewati ruang tamu, langkahnya terhenti. Di sana, Tuan Arya tertidur di kursi, kepalanya sedikit tertunduk di atas tumpukan berkas, laptop masih menyala di hadapannya. Cahaya laya

  • Istri Pilihan Oma   BAB 17

    Beberapa hari kemudian, suasana rumah terasa berbeda lebih hidup, lebih hangat. Oma sudah kembali bisa berjalan dengan bantuan tongkat, bahkan sempat bercanda dengan para pembantu rumah. Senyum di wajahnya tak pernah lepas sejak pagi. Di teras, koper-koper sudah tersusun rapi. Tuan Arya berdiri di samping mobil, mengenakan kemeja biru muda dengan lengan yang digulung, sementara Zahra dengan dress sederhana warna pastel sibuk memastikan semua barang bawaan mereka sudah lengkap. “Sayang, hati-hati di jalan, ya,” ucap Oma sambil tersenyum, matanya berkaca-kaca melihat keduanya bersiap pergi. “Nikmati perjalanan kalian. Jangan pikirkan urusan rumah dulu. Dan…” ia berhenti sejenak, menatap mereka bergantian, “semoga perjalanan ini bisa jadi awal yang baru.” Zahra menunduk sopan sambil tersenyum. “Baik, Oma.” Tuan Arya menyalami Oma, lalu memeluknya singkat. “Kami berangkat dulu ya Oma.” Oma mengangguk sambil tersenyum. “Hati-hati di jalan.” Mereka berdua pun berjalan menu

  • Istri Pilihan Oma   BAB 16

    tuan arya terdiam, menundukkan kepala. Kata-kata Oma berputar-putar di kepalanya, menusuk lebih dalam dari yang ia kira. “Oma…” suaranya serak, nyaris tak terdengar. “Arya… nggak pernah berniat nyakitin dia. Cuma… waktu itu Arya.." Oma menghela napas berat. “Itulah masalahnya, Nak. Kamu terlalu sering nggak mikir panjang. Perkataanmu, perbuatanmu… semuanya meninggalkan luka yang nggak selalu bisa diobati hanya dengan minta maaf.” tuan Arya terdiam lagi. Tangannya mengepal di pangkuan. “Kalau kamu mau, Arya…” suara Oma melembut, “kamu masih bisa memperbaiki semuanya. Zahra itu… anak yang penuh sabar. Tapi kesabaran ada batasnya.” tuan Arya menatap Oma, kali ini lebih lama. “baiklah,Arya akan mencobanya” Suara langkah pelan terdengar dari arah pintu. Zahra muncul sambil membawa nampan berisi teh hangat. Aroma wangi melati mengisi ruangan, namun hawa tegang di antara mereka bertiga tetap terasa. “Permisi, Oma…” ucap Zahra pelan, mencoba tersenyum. Oma menyambutnya dengan t

  • Istri Pilihan Oma   BAB 15

    Tanpa menunggu lebih lama, Zahra menundukkan kepala, lalu melangkah melewati Tuan Arya. Dari ujung lorong, suara langkah berat kembali terdengar. Zahra menoleh sekilas, dan mendapati Arya sudah tidak lagi di depan kamar Oma. Pria itu kini berdiri di ruang tengah, membelakangi dapur, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana, seolah sedang memikirkan sesuatu yang berat. Zahra buru-buru menunduk lagi, menuangkan bubur ke mangkuk. Hatinya berusaha keras untuk tetap tenang—karena setelah ini, ia tetap harus kembali ke kamar membawa bubur untuk Oma, tanpa menambah luka yang sudah terlanjur menganga di antara mereka bertiga. Dengan langkah pelan, Zahra membawa nampan berisi semangkuk bubur hangat dan segelas air putih. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum kembali menapaki lorong menuju kamar Oma. Tok… tok… tok… “Oma… apa boleh Zahra masuk?” panggilnya lembut. Suara di dalam terdengar pelan namun jelas, “Masuk, Sayang.” Zahra mendorong pintu perlahan. Cahaya redup dari jendela m

  • Istri Pilihan Oma   BAB 14

    Zahra menuntun Oma perlahan masuk ke kamar yang bercahaya redup. Tirai jendela setengah terbuka, membiarkan sedikit sinar pagi masuk dan jatuh di ujung ranjang. “Pelan-pelan, Oma… duduk dulu di sini,” bisik Zahra, menarik kursi kecil untuk membantu Oma melepas sepatu. Oma menghela napas panjang, lalu menggeleng. “Tidak usah… oma ingin tidur saja. Zahra menopang punggung Oma hingga berbaring di kasur. Nenek itu memejamkan mata sejenak, mencoba mengatur napasnya yang masih berat. Di dahinya, garis-garis tegang belum juga mengendur. “Aku… tidak menyangka…” suara Oma lirih, namun setiap kata terasa sarat luka. “…Arya bisa serendah itu.” Zahra duduk di tepi ranjang, meraih tangan Oma dengan hati-hati. “Oma, jangan dipikirkan dulu ya. Oma istirahat dulu? Biar Zahra ambilkan air putih.” Namun, genggaman Oma menahan pergelangan tangan Zahra. Matanya terbuka, menatap dalam-dalam. “Mau sampai kapan kamu terus diam seperti ini?” suara Oma terdengar tajam, meski tubuhnya masih terbar

  • Istri Pilihan Oma   BAB 13

    Menjelang tengah malam hari kedua, suara deru mesin mobil terdengar memecah kesunyian. Cahaya lampu kendaraan menyapu dinding ruang tamu melalui celah jendela. Zahra, yang sejak tadi duduk di tepi sofa, refleks berdiri. Dadanya berdebar tak karuan. Pintu terbuka dengan hentakan keras. Tuan Arya masuk… tapi kali ini tidak sendirian. Di lengan kanannya, seorang perempuan bergaun hitam ketat menggantung manja, wajahnya tersenyum genit. Aroma parfum menyengat langsung menyeruak, bercampur dengan bau alkohol yang menusuk hidung. Di belakang mereka, tiga pria dan dua perempuan lain ikut masuk sambil tertawa riuh. Beberapa masih membawa botol minuman. “Masuk, masuk! ” suara Arya serak, tapi penuh tawa yang asing di telinga Zahra. Langkah Zahra terpaku. Matanya tak bisa lepas dari tangan Arya yang menggenggam pinggang perempuan itu. Sebuah pemandangan yang seperti menusuk ulu hatinya. “Oh… ini dia penghuni rumah yang lain,” ucap salah satu pria sambil melirik Zahra dengan tatapan me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status