Share

Bab 6

Penulis: Rira Faradina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-04 22:42:19

Wangi shampoo menguar begitu Luna keluar dari kamar mandi. Rambut basahnya yang terbungkus handuk dengan wajah yang masih terlihat basah karena tetesan air, ditambah bi birnya yang begitu ranum merekah, membuat desiran di dada bahkan sesuatu di bawah juga ikut berdenyut.

Mataku menjelajah, membayangkan semua bagian tubuhnya di balik kimono merah yang dipakainya. Namun, begitu membayangkan bagaimana kuatnya Luna memb4nting pencopet waktu itu, seketika membuatku menelan ludah.

Ini adalah malam pertama kami setelah tadi siang mengucapkan ijab kabul. Aku masih duduk di kursi berpura-pura memainkan ponsel sambil melirik dan mencuri pandang ke arahnya, memperhatikan apa yang sedang dilakukannya sekarang.

Ia menarik handuk kecil yang membungkus rambutnya lalu menggosokkan dengan tujuan untuk mengeringkan sisa air yang masih ada di sana. Tak lama, ia lalu melangkah menuju ke sebelah lemari, mengeluarkan sebuah koper dan menarik resletingnya, mengeluarkan sebuah setelan piyama bercorak hijau floral dari sana, lalu kembali berbalik menuju kamar mandi.

Melihat piyama yang dikenakannya, bibirku kini mengerucut. Tak seindah dan semudah perkiraanku. Kenyataan yang sangat jauh dari ekspektasi cerita para teman teman ku yang menikmati keindahan tubuh istri mereka dalam balutan lingerie seksi, karena yang kudapatkan malam ini ... Ah, sudahlah. Tak perlu kujelaskan, kalian sudah tahu sendiri. Jadi jangan mengejek 'senjataku' ini tidak tajam.

Aku kecewa.

Memang dasar anak kecil. Tak tahukah dia, jika aku menunggunya datang merayu dengan sebuah lingerie merah yang memperlihatkan bagian-bagian menantang dari tubuhnya. Dad4nya, senyum yang mengg0da, dan juga pah4 mulus yang bisa membuat mataku tak berkedip kala melihatnya?

Harusnya aku tahu jika akan berakhir menyedihkan begini. Percuma saja rasanya dari tadi sibuk sroll mantengin layar ponsel demi berguru dengan Mbah G****e, mencari tahu cara cara untuk melepas kej4ntanan di malam pertama.

Seketika aku merasa sangat bodoh. Mungkin Patrick Star dari Bikini Bottom itu cocok untuk menggambarkan betapa lucunya aku saat ini.

Dan di sinilah kami sekarang, di dalam sebuah kamar hotel. Mama yang mengatur semuanya, bahkan ia ikut mengantarku sampai ke depan pintu kamar ini, memastikan jika diriku berada dan tidur bersama Luna dalam kamar ini.

Kony0l memang, entah apa yang ada dalam pikiran mama saat mengantarkanku tadi kesini, rasanya membuatku begitu kesal dan hanya bisa diam saja seperti anak kecil yang sedang dibujuk dengan sepotong permen.

"Mas, kau tidur disebelah sana saja ya," Ucap Luna lembut, sambil menyusun sebuah guling dan bantal ditengah ranjang king size ini sebagai pembatas. Melihat tindakannya, seketika, membuat mataku melotot. Apa maksudnya? Dikiranya aku kepingin tidur satu ranjang dengan gadis seperti dia!

Dasar anak kecil. Menyebalkan. Beraninya dia memperlakukanku seperti ini, kepada seorang Reshwara yang tampan dan mapan? Tak tahukah dia, jika banyak gadis yang ingin menyerahkan dirinya padaku, bahkan rela mengantri untuk bisa menghabiskan malam dan bercinta denganku?

Gadis ini benar-benar kony0l.

Lagipula, tak ada salahnya juga kan jika memang terjadi sesuatu malam ini, toh kami juga sudah halal. Eh ....

"Dasar sok jual mahal," rutukku kesal dalam hati.

Pikiran jorok mulai memenuhi kepalaku. Tapi, tidak. Masa seorang Reshwara yang memulainya duluan. Apa kata dunia jika tahu seorang pemuda tampan dan mapan yang diimpikan setiap para gadis untuk menjadi suami mereka ini, tiba tiba menghamba dan mencumbu gadis remaja berusia sembilan belas tahun?

Tidak, tidak mungkin hal itu akan kubiarkan terjadi. Bisa dianggap Om-om beneran aku.

"Iya! aku akan tidur di sana. Lagipula jangan berharap kita akan melakukan ritual m4lam pertama. Karena aku tidak tertarik melakukannya padamu," ucapku sombong sambil beranjak naik ke atas kasur lalu menarik selimut dan merebahkan diri.

"Satu hal lagi, jangan manja. Aku tak suka dengan gadis manja," lanjutku ketus. Sengaja kukatakan hal itu agar ia tak merengek-rengek tak jelas karena nantinya akan membuang-buang waktuku saja, jika harus meladeni gadis bo-d0h yang kekanak-kanakan.

Ia diam, matanya terpejam lalu membalikkan badannya membelakangiku. Kini yang terlihat hanyalah punggungnya saja. Membuatku jengah.

Tuhan, apa yang sedang kulakukan sekarang. Menikahi seorang gadis tapi tidur saling membelakangi seperti ini. Ah, aku nampak seperti orang b0-doh saja.

****

Ketukan pintu yang berulang kali terdengar, sungguh merusak pagiku. Tak tahukah jika semalam aku sangat kecewa. Malam pertama yang memilukan tanpa terjadi sesuatu apapun diantara kami, mataku juga tak bisa tidur hingga jam tiga pagi, karena gaya tidur Luna yang bergerilya dan tidak bisa diam, membuatku serasa ingin mendengar lagu "kumenangis" milik Rossa.

Ranjang ini menjadi saksi, bagaimana mengenaskannya nasibku semalam. Aku tak menyangka, gadis yang tampak lemah gemulai ini, memiliki posisi tidur yang tidak biasa. Berulang kali, kakinya menendang bahkan berputar menyentuh wajah tampanku. Sungguh, membuatku tak bisa memejamkan mata walau sejenak.

Kulirik jam di dinding kamar ini. Sudah hampir pukul tujuh pagi. Ini masih terlalu pagi untuk bangun dan sungguh, ketukan pintu itu merusak suasana hatiku pagi ini.

Heran, mengapa selalu ada saja yang selalu ingin menganggu ketenanganku?

Bunyi ketukan di pintu tak berhenti, membuat telingaku semakin terganggu, dengan terpaksa dan bibir yang menggerutu panjang, aku melempar selimut dan bangkit dari ranjang.

"Berisik!" Teriakku keras.

Dengan menyeret langkah, aku membuka pintu kamar ini, tampak di sana wajah mama dan Rania yang menyembul dari balik pintu, sambil memamerkan senyum manis mereka, entah mengapa membuatku jengah.

"Berisik, ganggu orang tidur saja," Protesku pada mereka berdua.

Mama mengabaikan ucapan ku, tanpa di suruh, mereka berdua langsung masuk ke kamar. Sungguh mengherankan, bahkan di hari pertama setelah menikah, aku masih tidak memiliki privasi atas diriku sendiri.

Reshwara, hidupmu benar benar menyedihkan. Di kantor kau begitu berwibawa dan berkuasa, semua orang tunduk akan perintahmu dan melakukan semua keinginanmu. Lalu, apa yang terjadi sekarang?

"Mana Luna?" Mama mendelik padaku. Membuyarkan lamunanku.

"Jangan-jangan kau memarahinya lalu mengusir dia dari sini, jadinya ia kabur karena makan hati karena ucapanmu," tuding Raina asal.

"Apa benar begitu, Rei?" Mama ikut menimpali.

"Apaan sih!" Aku membela diri.

Sial, sebenarnya apa yang diinginkan mama dan Raina, pagi pagi mencari dan merusak pagiku? Sudah tidurku terganggu semalam, ditambah menuduhku macam macam. Tak tahukah mereka jika aku adalah korban di sini? Korban keganasan dari menantunya dengan gaya tidur yang aneh itu?

Menyedihkan sekali nasibmu, Reshwara. Bahkan ketampanan yang selalu kubanggakan selama ini, tidak mampu meyakinkan Luna untuk menyerahkan diri di malam pertama pernikahan kami.

Eh ... tapi, ada di mana gadis kecil itu? Aku juga belum melihat keberadaannya sejak tadi. Apa benar kata Raina, ia kabur? Jika iya, bisa gawat. Seketika, wajah sangar papa memenuhi rongga kepalaku.

"Rei, mana Luna?" Pertanyaan mama, membuatku semakin salah tingkah.

"Emm ... anu, dia ... Luna ...?" Ah, bagaimana mengatakannya, aku juga tidak tahu di mana dia. Apa gadis itu sedang ingin mempermainkanku?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 50

    Aaww! Teriakku cukup keras saat Luna menekan kasar bagian memar di bagian pelipisku, seperti di lakukannya dengan sengaja. Ah, mengapa aku sampai lupa jika ia adalah Mak lampir. "Dasar Mak lampir, kau sengaja melakukannya untuk membunuhku, ya?" Ucapku yang tanpa sadar kelepasan bicara. "Apa? Kau mengataiku Mak lampir?" Mata Luna melotot padaku. "Ah, itu ... Hehe! lagipula kau memang seperti Mak Lampir." Kupaksakan bibirku tersenyum. "Kau mau memar-mu ini kutambah, mas?" ancam Luna cemberut, ah, mengapa aku baru sadar jika ia ternyata semanis ini. "Iya, Jika kau yang melakukannya, aku tak akan menolak," ujarku dengan cepat menarik tubuhnya ke dalam pelukanku. "Kau tahu, sepertinya aku telah jatuh cinta pada seorang mak lampir yang cantik," bisikku di telinganya. "Mulai sekarang, maukah kau menerima pria bodoh ini menjadi suamimu?" Lanjutku lalu mengurai sedikit pelukanku dan memandangnya. Luna terdiam sesaat. tak lama kulihat kepalanya mengangguk. entah mengapa membu

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 49

    "Maaf, karena telah menyakiti hatimu," ucapku pelan lalu kembali mengusap bibirku yang masih terasa nyeri. Saskia menatapku nanar, seolah tak percaya ungkapan itu berasal dari mulutku. Tak lama, ia kembali bicara. "Lebih baik sekarang kau pergi dari sini mas, sebelum aku meminta pihak keamanan untuk mengusirmu," Suaranya terdengar bergetar disertai dengan jari telunjuk yang mengarah ke arah pintu. "Iya, aku akan keluar dari sini. Sekali lagi aku minta maaf karena telah membohongimu." Yah, memang seharusnya aku meminta maaf padanya karena bagaimanapun ia berkata benar, akulah orang pertama yang mengkhianati hubungan kami, akulah orang yang telah berbohong padanya karena menyembunyikan status pernikahanku darinya. Setidaknya aku bisa sedikit mengerti alasan mengapa ia bertindak senekat ini. Mungkin ini juga bentuk hukuman dari tuhan padaku karena telah berbohong dan mengabaikan keberadaan Luna selama ini. Ah, mengapa aku semakin merindukan istri kecilku itu? Akuilah Reshwara jika

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Ba 48

    "Melihat lelaki ini ada di apartemenmu, sudah cukup menjadi jawabannya. Aku tak menyangka jika ternyata kau juga menjalin hubungan lain di belakangku, benar -benar perempuan murahan." Cih! "Ya, aku yang melakukannya. Mengapa? Kau kesal, marah, kecewa?" Suara Saskia terdengar lantang, seakan mewakili kemarahannya. Kupalingkan wajah dan menatapnya yang saat ini tengah melempar tatapan tajam padaku. "Kau bener sekali, aku yang membocorkannya. Bagaimana rasanya di khianati? Sakit?" Desis Saskia. "Kau ...!" Geramku padanya dengan tangan terkepal. Andai ia bukan seorang perempuan, sudah ku hajar ia sekarang. Atmosfir ruangan ini kini berubah panas, mata itu masih melempar tatapan menghujam padaku, seakan sedang melepaskan semua kemarahannya padaku. "Aku tidak menyangka jika kau bisa mengkhianatiku, Saskia." "Tentu saja bisa, kau tahu mengapa aku melakukannya?" Bibir itu mengulas senyum sinis padaku. "Karena kau yang lebih dulu mengkhianatiku. Apa kau pikir aku tidak tahu jika terny

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 47

    "Saat seorang wanita sudah merasa tidak nyaman di rumah suaminya, maka secara naluri ia akan pulang ke rumah orang tuanya, karena ia tahu bahwa rumah orang tuanya adalah satu satunya tempat ternyaman untuknya," ujar Tante Wina ikut bicara. "Begitukah?" ucapku tanpa sadar sambil melirik Raina yang menggeleng kesal. "Makanya mas, cari tahu dulu penyebabnya, jangan bisanya cuma asal tuduh saja. Kalau begini kau juga yang malu kan?" Aku mengulas senyum getir saat mendengarnya. Raina berkata benar, entah mengapa saat ini aku merindukan Luna, merindukan tingkah konyol Mak lampir cantik itu. Ponselku tiba tiba berdering, kulirik arloji di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan angka delapan, rasanya masih belum terlalu malam untuk meluncur ke Depok dan menjemput Luna. Namun, sebelum itu, aku akan menjawab panggilan teleponku dulu. Senyumku seketika terbit saat kulihat nama seseorang yang tertera di layar, kelihatannya, aku harus menunda sebentar kepergian ku ke Depok karena masih ada

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 46

    Aku menoleh pada Keenan yang masih menatapku, ada rasa bersalah dalam hati karena telah asal menuduhnya, jika memang itu yang sebenarnya terjadi, maka aku telah melakukan kesalahan yang besar pada Luna. Ah, mengapa aku bisa sampai bertindak se-ceroboh ini, tak biasanya aku melakukan sesuatu hal tanpa rencana, sungguh aku merasa sangat malu saat ini. Papa terlihat menggelengkan kepalanya, sementara mama masih tertawa geli, dan Raina, gadis itu mengulas senyum tipis di wajahnya, senyuman yang entah mengapa terlihat begitu menyebalkan. Tak lama kudengar mama bicara. "Luna adalah gadis yang baik, Rei. Cobalah untuk mengenalnya lebih dekat, kau pasti tahu mengapa mama dan papa memilihnya untuk menjadi pendampingmu." Aku tak menjawabnya, hanya mengangguk lemah. Ucapan Mama mungkin ada benarnya, aku yang salah, karena masih belum sepenuhnya menerima keberadaan dirinya dan juga pernikahan kami. Mungkin karena jarak usia kami yang terpaut cukup jauh, membuatku meremehkannya atau mungkin

  • Istri Polos dari Desa Milik Tuan Muda   Bab 45

    "Ha ... Ha ... ha" Tawa papa terdengar begitu keras memenuhi seisi ruangan ini sesaat aku selesai menceritakan kecurigaanku tentang hubungan terlarang Keenan dan Luna. Aku melongo melihat papa yang tampak begitu renyah tertawa, tak hanya papa, mama, Raina bahkan Keenan juga tampak tertawa. Hanya Tante Wina yang tampak mengulum senyum seakan ingin menjaga wibawaku. Ini aneh. Apa yang terjadi pada mereka semua? Mengapa tertawa? Bukankah seharusnya mereka marah dan kesal? Aku masih menatap mereka dengan wajah bingung dan tak mengerti, tak lama ku dengar Raina bicara. "Kau memang orang paling lucu yang pernah kukenal, mas." "Lucu sekali," gelak tawa Raina sambil menunjuk padaku. "Aku bicara yang sebenarnya, kenapa kalian semua tertawa?" Ketusku lalu memalingkan wajah. "Tentu saja kami semua tertawa, karena semua tuduhanmu itu tidak benar," balas Raina. "Tidak benar bagaimana, aku serius. Kalian bisa tanyakan sendiri pada Keenan," geramku sambil melirik pada pemuda yang duduk di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status