Reshwara terpaksa menerima perjodohan dengan Aluna, seorang gadis dari desa yang sangat jauh dari tipe wanita idamannya. Hanya saja, entah mengapa, Reshwara menyadari bahwa Aluna memiliki sisi lain yang tanpa sadar membuatnya terseret dalam pesona kecantikannya. Lantas, bagaiamana kehidupan rumah tangga keduanya? Berhasilkah mereka?
View More"Ada apa kau melihatku begitu?" Ketusku lalu menyilangkan tangan di depan dada, mencoba menutupi rasa gugup ini. "Tidak, aku hanya tidak menyangka kalau Mas bisa ada di kampusku?!" Sahutnya cepat. "Memangnya kenapa kalau aku ada di sini? Ada aturan yang tidak memperbolehkanku datang kesini? Jangan lupa kalau aku adalah salah satu sponsor acara amal nanti. Jadi bersikap baiklah padaku," ucapku dengan sedikit menaikkan volume suara. Mencoba menunjukkan eksistensiku padanya. "Oh, tapi aku tak yakin jika kedatangan mas kesini hanya untuk membahas masalah acara amal itu. Mas kan seorang direktur, punya anak buah. Seharusnya kan bisa menyuruh seseorang atau mungkin tinggal menelpon saja perwakilan dari kampus untuk membicarakannya, apalagi ini hanya soal sponsor. Bagi seorang direktur utama, ini bukanlah perkara penting." "Maksudmu apa? Jangan membuatku bingung," aku mendesis. Pandangan mata Luna kini semakin tajam padaku, membuatku seakan menjadi seorang pesakitan di hadapan hakim. T
"Jadi, Luna yang kau maksud itu adalah dia?" Tanyaku penuh selidik. Mencoba menahan gejolak amarah."Iya, itu Luna. Gadis yang sedari tadi kita bicarakan. Kenapa mas? Apa kau mengenalnya?" tanya Keenan sumringah. Taklama, tangannya melambai ke arah Luna. "Aku tak ...." Ucapanku terhenti karena kulihat pandangan Keenan kini fokus pada istri kecilku itu. Untuk sesaat aku merasa lega, karena tak perlu menjawab pertanyaannya, namun, bagaimana dengan Luna?Aku menatap Luna yang berjalan kearah kami dengan perasaan marah bercampur gelisah. Tanganku kini mengetuk meja, mencoba meredakan dan menutupi rasa ketidaknyamananku. Ingin rasanya aku beranjak pergi dari sini dan menarik tangan Luna, namun entah mengapa kakiku seolah tertahan.Reshwara, apa yang sedang kau lakukan di tempat ini? Batinku kini berbisik.Langkah Luna semakin dekat, membuatku semakin gelisah, bagaimana jika ia bertanya mengapa aku bisa ada di kampusnya?Bisa puas Mak Lampir itu menertawakanku jika sampai Ia mengetahui
"Terima kasih banyak, mas. Luna pasti senang mendengarnya." Ucapan Keenan barusan membuatku seketika melongo, apa tadi katanya, Luna? Spontan aku teringat akan Mak lampir itu. Seseorang yang menyebabkanku bisa nyasar ke tempat ini. "Luna? Apa dia temanmu?" Tanyaku penasaran. Entah mengapa rasanya tidak nyaman jika mendengar nama gadis menyebalkan itu disebut oleh pria lain. Tapi mengapa aku tiba-tiba kesal begini bukankah gadis yang bernama Luna itu banyak? Lagipula, rasanya tak mungkin Keenan tidak mengenal sosok Mak lampir itu, karena Tante Wina, Ibunya sempat berfoto bersama Luna selepas acara akad nikah kami. Ah, mungkin ini karena aku terlalu banyak berpikir. Apalagi jika mengingat perbuatan Luna semalam. Sungguh rasanya ingin menghukum gadis itu. "Tentu saja, ia gadis yang kuincar," ucap Keenan dengan mata berbinar. Tampak jelas sekali jika pria muda ini sedang jatuh cinta. Sinar matahari yang mulai terasa menyengat di wajah, membuatku sadar jika tak seharusn
Keesokan paginya. "Mas, aku berangkat ke kampus dulu, ya," pamit Luna padaku saat hendak mengambil ponsel yang tertinggal di kamar. "Naik apa?" tanyaku berbasa-basi. "Aku udah pesan ojek online," jawabnya. "Oh, nanti pulangnya kapan?" "Mungkin agak sorean. Sudah ya Mas. Aku berangkat dulu, sebentar lagi ojeknya datang," ujar Luna bergegas meraih punggung tanganku dan menciumnya. "Hati hati," ucapku cepat. Jujur saja aku agak cemas membiarkannya naik ojek dengan orang yang tidak dikenal. Tapi jika aku menawarkan diri mengantarnya ke kampus, nanti dia bisa besar kepala. Ah, tidak, aku tak mau itu terjadi! Biarkan saja ia pergi naik ojek. Bukankah tadi ia bilang sudah biasa? Lagipula aku masih kesal dengan kejadian semalam. Ia begitu sukses membuatku malu. Bayangkan seorang Reshwara yang tampan dan mapan, pria yang diinginkan banyak wanita cantik tiba- tiba jatuh dalam tipuan seorang gadis remaja berusia sembilan tahun? Benar benar memalukan dan menjatuhkan wibawaku saja seba
(13)"Mengapa melihatku seperti itu?" tanyaku pada Luna yang kini memandangiku dengan senyum anehnya."Aku bosan di kamar sendiri, maunya sama kamu saja." Luna menirukan ucapanku tadi padanya."Apa maksudnya berkata seperti itu di depan Raina?" Lanjutnya ketus dengan wajah masam."Menurutmu? Apa yang biasanya dilakukan oleh pasangan pengantin baru saat berada di kamar?" Tantangku. Sungguh, aku ingin melihat bagaimana reaksinya.Luna tampak mengeryitkan dahi lalu kembali tersenyum. Melihat senyum itu mendadak aku menelan ludah. Entah mengapa rasanya ada yang tidak beres."Mas maunya apa? Mau kelonan sama aku? Bobo bareng?" jawabnya dengan suara mendayu.Wajah itu kini tampak menggoda, apalagi saat ia mengulas senyum, bibirnya mengapa terlihat begitu seksi. Seketika aku merasakan sekujur tubuhku bagai tersengat aliran listrik.Ada apa denganku? Apa ada yang salah?Masa iya aku tergoda dengannya? Dengan gadis remaja itu?Tidak. Masa Reshwara yang tampan dan mapan ini bisa tergoda denganny
"Mas, apa yang sedang kau lakukan?""Apa itu kain lap kotor?" Tanya Raina sambil menunjuk kain lap kotor di bahuku dengan tatapan mata tak berkedip seakan tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya."Anu ... itu." Mendadak lidahku kaku menjawabnya. Ah, apa yang sedang terjadi padaku? Mengapa tiba-tiba saja aku malu pada Raina.Mata Raina menyipit, menunggu jawaban dariku."Apa, Mas? Jangan bilang kalau kau sedang ..." "Ya, aku baru selesai menggosok semua lemari, meja, pegangan tangga, bahkan tembok juga ku gosok sampai mengilap. Puas kau!?" Potongku cepat dengan wajah masam saat mengakuinya."Menggosok? Dengan kain lap itu?" Tanyanya memastikan."Iya," jawabku ketus. "Kenapa?"Tawa Raina pecah, gadis itu terbahak menertawakanku. Tentu saja karena melihat penampilanku yang tak ubahnya seperti pembantu ini. "Jadi, kau sedang bersih-bersih rumah, Mas. Aku yakin mama pasti sangat senang melihatmu rajin seperti ini.""Berisik, puas kau tertawa, hah?" aku bersungut kesal lalu membalik
"Kau ..." Geramku sambil mengepalkan tangan."Lho, marah ya? Daripada marah-marah ndak jelas, buang-buang tenaga, lebih baik mas ambil ember dan kain lapnya, lalu gosok dan bersihkan semua perabotan yang ada di rumah ini," ujarnya seakan memberi perintah.Aku menelan ludah mendengarnya bicara. Ingin rasanya ku tarik bibir yang seenaknya saja menyuruh. Tapi, hal itu hanya sebatas angan dalam kepalaku saja. Mana berani aku melakukannya karena tiba-tiba saja melintas bayangan saat Luna dengan mudahnya membanting tubuh pencopet di halte bus waktu itu.Hii ... Aku bergidik. Tidak Rei, jangan coba mencari masalah dengannya jika tidak ingin berakhir di rumah sakit."Baiklah," ucapku menyerah.Dengan senyum yang begitu manis, tangan Luna menunjuk ember kecil dan kain lap yang kulempar tadi padanya. Aku melirik sinis padanya seakan bentuk protesku atas perlakuan kasarnya padaku.Jika sudah seperti ini, apa dia masih juga ingin menuduhku melakukan kekerasan? Kurasa dia lah yang telah melakukan
Seminggu sudah kami menempati rumah ini. Itu artinya, sudah seminggu pula, pernikahan ini kujalani. Sungguh, tak ada yang berubah, semua hampir sama seperti saat belum menikah dulu, bedanya sekarang hanyalah statusku saja yang berubah.Pagi ini sama seperti hari biasa. Luna membangunkanku untuk sarapan bersama. Seperti biasanya, dia tetap menunggu di meja makan, meski telah kuberitahu jika aku memilih sarapan di kantor saja.Tak ada orang lain di rumah ini, selain aku dan Luna saja yang menghuni. Aku sungguh tak mengerti, mengapa Luna masih bisa bersikap tenang saja meskipun sikapku tidak pernah baik padanya.Semoga suatu saat nanti, Luna sendiri yang mengajukan permohonan cerai. Dengan begitu, aku tidak akan dianggap bersalah dimata papa, karena jika terjadi perceraian diantara kami, Papa pasti akan menyalahkanku."Ah, benar benar rencana yang brilian, Rei." Aku tersenyum sendiri mengingat rencanaku untuk menendang Luna dari hidupku."Mas!" Panggil Luna.Untuk sesaat aku terpesona de
Aku masih terpaku menatapnya, Ia masih di sana terlihat menoleh terus ke sisi kirinya, tak lama, sebuah taksi on-line berhenti di dekatnya.Tanpa menoleh, gadis itu langsung naik ke dalam taksi tersebut. Sejenak aku merasa kesal, mengapa ia tak mencoba meminta tumpangan padaku. Bukankah, kampusnya dan kantorku searah?Baru kali ini ada seorang gadis yang membuang pandangan dariku, seolah tak tertarik dengan pesona seorang Reshwara yang tampan dan mapan. Tak tahukah gadis itu, jika seharusnya ia banyak bersyukur karena bisa menikah denganku.Ah, pagi ini suasana hatiku seketika buruk.Taksi yang ditumpangi Luna sudah bergerak menjauh meninggalkan rumah ini. Segera, ku letakkan kasar tas kerjaku dan mulai menyalakan mobilnya. Seperti biasa, Sekretarisku Sarah, langsung menyapa begitu tiba di kantor. Tubuh seksi dan senyumannya yang menggoda selalu bisa membuat suasana hatiku membaik. Setidaknya, dengan begini, rasa kesalku bisa sedikit terlupakan. "Selamat atas pernikahannya, Pak," uj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.