Share

Bab 7

Mata mama masih melihatku dengan penuh curiga. Aku lupa jika gadis itu menantu kesayangannya. Lagipula, ada di mana gadis itu? menyusahkankanku saja.

Di tengah kebingunganku, tiba-tiba pintu kamar mandi berderit, tak lama, kemudian terbuka lebar. Tampak keluar dari sana Luna yang sudah rapi, lalu menyambut kedatangan mama dengan sopan.

"Mama," sapa Luna sembari mencium punggung tangan mama.

"Ah, syukurlah. Mama pikir kau di usir Rei tadi malam. Mama hanya khawatir, untunglah sepertinya Rei tidak menganggumu," balas Mama sambil tersenyum manis pada menantu kesayangannya itu.

"Wah, rambutnya masih basah, berarti terjadi sesuatu dong semalam, pantas si bu4ya comberan itu nampak kesal dibangunkan, rupanya sudah belah duren toh," Ledek Raina terkikik.

"Iya-iya, aduh mama lupa jika kalian baru saja menikah."

"Mama lupa atau sengaja pura pura lupa?" sindirku.

"Sengaja." Raina menjawabnya sambil nyengir kuda.

"Hei sudahlah! Mama kesini mau ajak Luna sarapan. Kau pasti belum sarapan, kan? Rei memang tidak pernah peka dengan orang lain. Karena itu mama sengaja datang ke sini, mengajakmu."

"Kelihatannya, 'senjatamu' itu berfungsi dengan baik, mas. Lihat wajah kakak ipar ku nampak bersemu merah. Berseri-seri, khas pengantin baru," bisik Raina pelan di telingaku.

"Diam kau, anak kecil!"

Raina mencibir lalu kembali berbisik.

"Obat kuatnya, semalam diminum nggak? Kalau kurang aku bisa membelikannya lagi, untuk nanti malam."

"Kau benar-benar ingin kupvkul," hardikku kesal.

Obat kuat apaan, bahkan 'senjataku' ini belum terbuka segelnya. Boro-boro, menikmati surga dunia malam pertama, malah tendangan kakinya yang kuterima.

Rasanya, ingin memaksanya semalam, membuatnya untuk menjadi yang pertama kali menikmati kejantananku, tapi, mendadak aku teringat akan jurus b4nt!ngan yang ia perlihatkan pada pencopet di hari itu. Sontak menjatuhkan hasrat dan gairah seksu4lku yang tadinya menggebu.

Kan tidak lucu, Jika tiba tiba tubuhku dibantingnya dengan jurus yang sama, di malam pertama kami? Habis remuk redam, tubuh hingga tulangku.

Tidak, bukan malam pertama seperti itu yang kuinginkan. Meski Luna bukan seleraku, Tapi, jika dia menawarkan diri, aku juga tak akan menolak.

Nasib, nasib, tak kusangka, Reshwara yang tampan dan mapan, bisa berakhir seperti ini. Aku seperti seorang suami yang tak terjamah.

Astaga, mengapa pikiranku seperti judul sinetron di chanel cumi terbang itu?

Kulihat Luna mengambil ponselnya, tak lama ia menghampiriku dan dengan cepat berbisik pelan di telingaku.

"Aku sengaja keramas, Mas." Sebelah mata Luna mengedip padaku

Wajah Luna kemudian tersenyum menyeringai seakan penuh arti. Kata-katanya tadi membuatku bergidik, Entah apa maksudnya ia berbisik seperti itu padaku. Sejenak aku merasa jika hidupku ke depan, tak akan sama lagi. Rasanya mungkin akan seperti kisah Misteri Gunung Merapi, di mana akan ada Mak lampir dengan kekuatan jahatnya yang akan selalu mengganggu hidupku.

Seorang Mak Lampir yang cantik bernama Aluna Isabella dan entah bagaimana nasibku nanti.

-----

"Ini kunci rumah baru kalian, hadiah pernikahan dari papa dan mama," ucap papa sambil menyerahkan kunci rumah padaku, Setelah makan malam selesai.

Sore tadi kami semua telah keluar dari hotel, dan langsung pulang ke rumah. Papa menyambut kedatangan menantu kesayangannya dengan sukacita, membuatku iri saja melihatnya. Seolah akulah menantu di rumah ini.

Usai makan malam tadi, papa lalu mengumpulkan kami semua di sini. Sengaja ia melakukannya untuk memberitahu sesuatu hal yang penting.

"Maksudnya, aku tidak boleh tinggal di kamarku lagi, di rumah ini, Pa?" Aku menatap papa penuh tanya.

"Tentu saja, papa pikir kau dan Luna butuh waktu untuk bisa bersama dan saling mengenal satu sama lain. Karena itu papa membelikan rumah ini untuk kalian tempati."

"Tapi, Pa ..."

Aku berusaha meminta papa agar mempertimbangkan kembali keputusannya.

"Rei, kalian kan, pengantin baru, butuh tempat yang romantis tanpa ada yang menganggu kemesraan kalian. Ah, mama jadi ingat masa-masa ketika masih pengantin baru dulu. Kau tahu, papamu begitu romantis, kemana mana, kami selalu berdua."

Ucapan mama seakan ingin menambah kegusaranku. Malah menceritakan manisnya masa bulan madu mereka, membuatku semakin kesal saja. Kulirik Aluna yang masih diam di sana dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Reshwara ....

Bersiaplah menikmati hari hari penuh perjuangan. Mungkin nantinya aku akan sering menyanyikan lagu lagu perjuangan agar bisa membangkitkan semangat juang dalam diri.

Aduh, apa sih yang kupikirkan sekarang? Luna, kan hanya seorang gadis biasa berusia sembilan bel4s t4hun. Tak ada yang istimewa darinya. Lalu apa yang harus dikhawatirkan jika tinggal bersamanya? Yang harus ku lakukan sekarang adalah mencari cara dan mengatur strategi agar dia bisa tunduk kepadamu. Bila perlu kau pakai saja dalil agama. Agar dia tidak bisa berkutik.

- Sorga istri ada pada suaminya, jadi berikan pelayanan terbaik untuk suami jika ingin masuk sorga.-

Beres kan?!

Ah, aku benar-benar pintar. Selain tampan dan mapan. Aku juga cerdas. Kenapa tak terpikirkan olehku sebelumnya? Harusnya dalil itu bisa kujadikan alasan untuk menikmati indahnya surga dunia bersama Luna di malam pernikahan kami.

Seketika, aku merutuki kebodohanku.

"Besok pagi, kalian berdua bisa pindah menempati rumah baru." Ucapan papa terdengar bagai seorang pemilik kontrakan yang mengusir penyewanya karena telat membayar.

Sungguh, membuatku merasa terusir.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status