Share

Bab 6 - Calon Istri

Author: Kharamiza
last update Last Updated: 2023-05-02 18:10:48

Jeans hitam dan kemeja putih digulung sesiku membalut tubuh kekar pria yang berdiri sembari melipat tangan di depan dada.

Kini, dia sudah berada di area perjanjian dinner dengan bundanya malam ini. Fikri setia mengawalnya ke mana pun dan di mana pun.

Sengaja, mereka berdiam di tempat yang tak terlalu banyak orang berlalu lalang, sembari menunggu sosok yang akan membantu menyelamatkan reputasinya dalam mencari cinta di hadapan sang bunda.

Lelah sudah dia dikecam dengan ancaman perjodohan jika tak membawa calon istri. Meski disadari, apa yang dilakukan ini adalah sebuah kesalahan yang justru mengancam semakin memperburuk citranya jika ketahuan memanipulasi keadaan. Tapi, jalan pikirannya sudah buntu. Tak lagi bisa berpikir jernih walau sesaat.

Sepuluh menit sudah mereka menunggu, tapi yang ditunggu belum kunjung menampakkan batang hidungnya. Sesekali, Dzaka mendengkus sebal dan melihat jam tangannya. Dia paling tidak suka menunggu. Apalagi, di tempat dijangkau sedikit cahaya, banyak nyamuk yang mengintai. Baru juga dibilang, Fikri sudah menepuk lengannya.

“Kamu bawa cewek apaan kepadaku, Fik? Kenapa dia lama sekali?” gerutu Dzaka yang kembali melihat jam tangannya.

“Sabar, Tuan. Kemungkinan dia tinggalnya jauh dari daerah sini.”

Tidak hanya Dzaka yang bolak balik melirik jam keluaran terbaru di lengannya itu, tapi Fikri juga tak kalah gusarnya. Meski masih berhubungan melalui pesan di sebuah aplikasi tak mengubah kegelisahaan yang dialami Fikri. Bukannya gadis itu sudah diingatkan perkara kedisiplinan, mengapa masih juga tak mengindahkan?

“Ah, kerjamu ini tak beres, Fik. Kau membawa seorang perempuan yang tidak jelas bibit, bebet, dan bobotnya. Sekalipun karyawan di perusahaan, tapi dia tergolong masih baru.” Ultimatum Dzaka terus memojokkan Fikri yang kali ini sudah tak bisa banyak berkata-kata.
Tidak salah jika atasannya marah, karena dia memang tipe orang yang paling tidak suka dibuat menunggu. Benci dengan orang-orang yang senang sekali korupsi waktu. Waktu saja dikorupsi, bagaimana dengan uang?

“Maaf menunggu lama,” ucap perempuan berhijab itu dengan napas yang tak stabil.

***

Beberapa lembar baju dan celana sudah tergeletak di atas ranjang tak pun menghentikan aktivitas perempuan itu untuk mengubek-ubek isi lemari. Sesekali, menoleh melihat jam yang terpasang di dinding kamar kosnya. Setengah jam lagi waktu untuk bersiap, tapi dia masih teramat bingung akan mengenakan pakaian seperti apa pada pertemuan dengan calon mertua pura-puranya.

Sudah banyak lembar pakaian yang dipasang di tubuh rampingnya, tapi semua dirasa tak cocok sehingga kembali dihempaskan. Kini, ruangan yang tidak luas dan tak sempit juga sudah seperti kapal pecah dibuatnya. Berantakan, hanya karena perkara pakaian. Belum lagi ponselnya yang sedari tadi berdering membuatnya semakin kesal karena tak bisa fokus memilih.

Sempat, ia menulis pesan pada Fikri yang terus menghubunginya, memberitahukan kalau dia akan segera ke sana. Namun, faktanya bobotnya masih berdiri mematung di depan lemari plastik empat rak yang sudah terbuka semua pintunya.

Pukul 19.50.

Kirana baru selesai bersiap. Dia berdiri menatap dirinya di depan cermin segi panjang berukuran sedang yang melekat di dinding. Menimang-nimang persepsinya sendiri apakah penampilannya pantas mendampingi seorang direktur utama perusahaan furniture terbaik tahun lalu. Sekalipun, hanya pura-pura, tapi dia sedang menjalankan sebuah peran dan akan mendapatkan upah. Profesionalisme kerja harus diterapkan dan ia akan mengerahkan penampilan terbaiknya, walaupun itu hanya menurutnya.

“Terlalu manis untuk sebuah peran sandiwara, bukan?” Bibir berpoles lip balm itu tersenyum sumir. Bukan senyum memuji, melainkan merutuki diri yang dengan senang hati membantu orang berbohong. Ah, demi uang.

Aplikasi Gojek menjadi perantara untuk membawanya ke alamat yang sudah diberikan asistenya Dzaka. Kirana sadar, dia mungkin akan sedikit terlambat mengingat perdebatannya dengan pakaian sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan pada kemeja berwarna biru muda yang dipadukan dengan celana kulot putih berbahan jeans dan hijab pashmina berwarna abu-abu bermotif bunga-bunga yang tak terlalu ramai. Tak lupa dengan tas lengan berwarna putih juga. Ia memang lebih suka berpenampilan sederhana dan santai seperti itu. Meski sesekali pikirannya bertarung dengan hati yang kerap kali ingin berpenampilan seperti orang lain, tidak dengan apa adanya. Tetapi, Kirana selalu mampu menepis dengan logika bahwa ia harus selalu tampil apa adanya, yang membuatnya nyaman, dan tetap menjadi diri sendiri.

Driver gojek hanya mengantarnya sampai di depan. Sedang itu, Kirana sendiri tak tahu harus ke mana lagi setelah kakinya menjejaki bangunan megah itu. Tuan Dzaka dan asistennya tak terlihat. Padahal, katanya mereka menunggu di depan. Depan mana? Tak habis akal, mata yang seperti biji kacang almond itu menelisik di setiap penjuru. Sedikit berjalan untuk mencari kedua pemuda itu. Sampai ia melihat dari kejauhan dua orang yang berdiri di tempat remang-remang. Tanpa menunggu waktu lagi, Kirana segera berlari ke arahnya.

“Maaf menunggu lama,” ucapnya dengan napas yang setengah memburu.

Dalam remang yang masih terdapat sedikit cahaya, Kirana melihat tatapan penuh intimidasi dari wajah tegas milik Tuan Dzaka. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Melihatnya demikian membuat Kirana menunduk pasrah. Sesekali menggigit bibir merasa bersalah atas keterlambatannya yang disadari.

“Bunda sudah menunggu,” ucap Dzaka cuek.
Kali ini, pria tinggi itu tak minat memaki dan menjustifikasi, melainkan memilih langsung pergi mendahului asistennya dan Kirana.

“Kau ini lupakah Nona kalau Tuan Dzaka paling tidak suka orang yang tidak disiplin? Sadar, kau telah melanggar peraturannya?” protes Fikri.

“Maaf, Mas. Tapi sepulang dari kantor tadi, aku harus izin ke tempat kerja dulu. Lalu, kembali ke kos dan langsung bersiap. Sungguh, aku juga tidak punya waktu berleha-leha.” Tentu, Kirana melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri.

Tak jauh di depan sana, pria yang kini memasukkan tangan di saku celana berbalik. Wajah juteknya menahan kesal menyadari dua orangnya masih berdebat.

“Gue tidak punya banyak waktu untuk menunggu lebih lama lagi,” cetusnya sontak membuat Fikri dan Kirana menoleh bersamaan.

Keduanya tergopoh menghampiri sang tuan. Kirana mengambil tempat di sisi kanan Dzaka agar terlihat seperti pasangan kekasih pada umumnya, meski hanya sebatas peran. Fikri, berjalan tegak di sisi kiri Dzaka dengan satu tangan di dalam saku celana.

Darah dalam tubuh Kirana seketika berdesir panas tatkala berada di samping Dzaka. Dia merasa sangat tidak pantas jika seandainya hubungan ini benar-benar nyata adanya. Beruntungnya, karena hanya pura-pura. Kirana tak banyak tingkah selain mengikuti langkah Dzaka yang membawanya pada sebuah meja di dekat jendela. Di sana sudah ada seorang wanita berhijab yang tampak sedang mengutak-atik tabletnya.

“Bunda,” sapanya sembari mencium tangan sang bunda dengan takzim.

Kirana mengikuti kegiatan Dzaka. Meski kecanggungan itu semakin jahat menyerang tubuhnya. Terlebih, saat Dzaka memperlakukannya dengan lembut. Bahkan, sampai rela menarik kursi dan mempersilakannya duduk. Kirana sampai bengong sendiri dengan sikap pria congkak yang berubah jadi sangat manis. Kirana agak syok dengan perlakuan Dzaka padanya. Ini hanya peran, tetapi kenapa harus seperti ini juga?

“Ini Kirana, Bunda. Calon istri Dzaka.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   END

    Pelan, Kirana membuka mata sembari menggeliat meregangkan otot-otot tubuhnya. Walau matanya masih berat terbuka, ia meraih ponsel untuk melihat jam. Sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi.Sekilas ia menoleh ke samping. Memandangi wajah suaminya yang masih tidur nyenyak dengan dengkuran halus di dekat telinganya. Tangan kekarnya pun berada di atas perut Kirana.“Sayang, bangun. Sudah subuh,” bisik Kirana. Ia menyentuh pipi suaminya. Lantas, menarik menarik pelan hidung mancung Dzaka. Tak butuh waktu lama, Dzaka bergerak karena merasa terganggu, tapi masih enggan membuka mata. Dia tetap betah pada posisinya. Justru meringkuk seolah mencari kehangatan di sisi istrinya dengan mengeratkan pelukan. “Hei ... sudah subuh, Mas. Bangun, yuk.” Lagi, Kirana menyentuh lengan suaminya. Sesekali, mencubit daging yang terasa keras itu. “Biar seperti ini dulu sebentar, Sayang. Aku masih mau menikmati waktu sama kamu. Kalau Baby Dzakir bangun, yang

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 122 - Baby Dzakir

    Baru saja, sepasang kaki Dzaka menjejaki teras, tetapi langkahnya seketika terhenti. Tubuhnya seolah beku di tempat manakala memikirkan Kirana yang tengah hamil. Perasaan bersalah pun menyeruak di hatinya. Mengingat, tadi ia tak sengaja membentak sang istri karena tengah dikuasi amarah yang hendak membalas dendam atas kematian papanya. Padahal, sejatinya balas dendam tak pernah ada dalam kamus kehidupan seorang Dzaka Hakeem.Rasa takut seolah sengaja mencekiknya. Isi kepalanya pun kian berkelana ke masa lampau, saat-saat di mana ia harus kehilangan calon buah hati karena keteledorannya sendiri.Dia tak mau, kehilangan kembali. Sungguh, ia tidak rela. Sebuah helaan napas berat terdengar darinya sembari mengingat kembali pesan-pesan Danial tadi malam. Dzaka menggeleng pelan, menyadari diri telah sangat berlebihan menyingkapi kehilangan yang mencekam batinnya. Detik kemudian, ia kembali melangkah. Bukan untuk melanjutkan misi, melainkan k

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 121 - Kehilangan yang Mencekam

    Tatapan tajam itu berubah jadi sayu. Seakan di dalam sana terdapat sebuah penyesalan yang tak berujung. Terlebih, butiran bening juga tampak menghiasai pipi yang berisi kini tinggal sedikit daging terlapisi kulit. Tenaga yang kuat juga seolah sudah terkikis. Pria itu berbaring sangat lemah laksana tiada lagi ada daya untuk bergerak lebih banyak. “Maafkan atas semua kesalahan Papa pada kalian,” ucapnya lagi disertai dengan isak pilu mencekam. “Papa sangat jahat,” imbuhnya sembari menghapus air mata. Sesekali tersenyum masam. “Kami teh sudah memaafkan kamu, Danial.” Bunda Andari angkat bicara. Ekspresinya cukup tenang bak terpancar ketulusan yang tak pernah pupus.Dzaka dan Sekar pun ikut mengangguk sekadar memberi keyakinan pada sang papa. Sesaat, Dzaka membungkuk dan menyangga badan dengan kedua tangan di ranjang Danial.“Apa perlu aku mengambil tindakan untuk pelaku penganiayaan Papa?” tanya Dzaka. Terlihat jelas d

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 120 - Maafkan Papa, Nak!

    Tangan Dzaka dan Kirana saling bertaut menyusuri koridor bangunan berdinding mayoritas putih itu. Cemas dan panik menghiasi wajah keduanya, bersama derap langkah memburu. Sampai di depan sebuah ruangan, sudah ada dua orang berkostum penjaga lapas baru saja selesai mengobrol dengan dokter. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Papa saya, Pak?” tanya Dzaka setelah sang dokter berlalu.Dua pria itu saling berpandangan sebentar.“Mohon maaf, Pak Dzaka. Sebenarnya Pak Danial sering mendapatkan tindak kekerasan dari penghuni lapas lain,” ungkap Pria bertopi hitam itu. “Beberapa penghuni lapas tau kasus Pak Danial sehingga dipenjara. Mereka tak terima dengan Pak Danial yang terlibat dalam kasus pelecehan dan perselingkuhan. Menurut mereka, tindakan itu sama sekali tak bermoral.”Dari ekspresinya, Dzaka terlihat kaget dengan pernyataan pria itu. Selama ini, tak ada tanda-tanda kekerasan ketika dia menjenguk Danial. Papanya pun seakan-akan terliha

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 119 - Papa?

    Kirana menarik napas panjang barang tiga kali. Dalam genggamannya terdapat sebuah testpack yang sengaja belum dilihat hasilnya setelah melakukan pengecekan beberapa saat lalu.Jantungnya pun berpacu dalam kecepatan tinggi, bersama perasaan was-was yang ikut serta menyeruak membuatnya bimbang akan hasil tes kehamilannya yang pertama kali pasca keguguran.Sepulang dari puncak, Kirana kerap merasa cepat lelah dan sedikit mual. Jadwal tamu bulanannya pun bahkan sudah lewat sepekan. Hal itu membuatnya penasaran sehingga memutuskan untuk membeli testpack tanpa sepengetahuan Dzaka. Ia juga tak pernah mengatakan pada suaminya tentang keadaannya akhir-akhir ini. Kirana tak mau Dzaka terlalu berharap dan akhirnya kecewa jika hasilnya tak sesuai harapan. Pelan, Kirana membuka genggaman. Ia langsung bisa melihat testpack itu sudah memiliki garis dua. Artinya, dia positif?Kirana menutup mulut, lantas tersenyum senang dalam diam. Detik kemudian, ia

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 118 - Perkara Merelakan

    “Sayang, aku dengar di Villa sekitar sini, ada acara pertunangan owner-nya 2R Cafe.”Kirana yang menyandarkan dagu di bahu suaminya, lantas menoleh memandang wajah Dzaka sekilas. Ah, lebih tepatnya ia memperhatikan cambang sang suami yang tampak semakin panjang. “Oh, ya? Rey atau Raya?” tanya Kirana penasaran. “Gak tau. Mau liat?” Mata Kirana terpejam sebentar, merasakan sejuknya udara perkebunan teh yang menyapu wajahnya. “Kita gak diundang. Datang tanpa diundang, namanya tamu tak diundang.” “Ngintip aja, kamu kan doyan ngintip.” Dzaka terkekeh, bersama dengan Kirana yang mencubit perutnya. Mereka diam beberapa saat. Sama-sama merasakan angin pagi Puncak menyapa. Pandangan Dzaka pun menyapu ke segala arah. Pemandangan yang cukup indah, tetapi seseorang yang tengah memeluk pinggangnya sembari bersandar di bahu tak kala indah, baginya. “Kenapa liatin terus? Baru tau suamimu punya kegantengan spek

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 117 - Sirna Ditelan Kenyataan

    “Din, tunggu!” Fikri menarik paksa lengan Dina yang hendak berlari menghindarinya. Mereka sekarang berada di samping Villa, jalan menuju perkebunan teh. “Apa lagi? Bukankah kemarin sudah cukup jelas jawabanku atas lamaran Mas Fikri?” tanya Dina. Bola matanya yang semula menatap Fikri langsung, seolah dialihkan ke arah lain. Jujur, ia tak sanggup melihat mata Fikri lebih lama lagi. Dia takut, hatinya goyah dan terus menerus berharap tanpa kepastian. Di sudut lain, seseorang tengah mengintip dari balik tembok. Tadinya, ia ingin jalan-jalan. Merasakan udara pagi di perkebunan teh, tetapi drama cinta yang tak sengaja dilihat membuatnya menghentikan langkah. Lantas, memilih diam di pojokan. “Ngapain di situ, Sayang?” Sang suami yang tiba-tiba datang menoel pinggangnya. Membuatnya terlonjak, hampir berteriak. Tetapi, ia justru mendorong tubuh suaminya ke tembok agar tak menyelonong begitu saja. Kirana meletakkan jari telunjuk di

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 116 - Bunga - Bunga Cinta yang Gugur

    Detik demi detik, Dzaka memutar tubuh dan menarik sang istri ke dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Kirana sambil membisikkan kata-kata cinta.“Tiup lilinnya ... tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga ... sekarang juga!”Perlahan, Kirana melepaskan diri dari rengkuhan Dzaka. Sekilas, ia menghapus air mata yang membuat wajahnya basah. Sepersekian detik kemudian, dia meniup lilin disertai dengan tepukan gemuruh.“Ada yang mau disampaikan, Nona?” tanya Fikri. “Untuk suaminya, mungkin.”Fikri menyodorkan mic yang kemudian disambut Kirana.Helaan napas pelan terdengar dari mic saat Kirana hendak berbicara. Ia tersenyum, lantas memejamkan mata sebentar. “Eum ... masyaAllah terima kasih banyak teman-teman semuanya. Sungguh, aku terharu banget karena bertambahnya usia tahun ini diberi kesempatan berada di lingkaran orang-orang hebat.” Kirana meneguk ludah, sembari mengusap pipi yang masih terasa basah.Saat jiwa dan pera

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 115 - Kejutan Birthday

    Pukul 10 pagi. Acara dibuka langsung oleh sang direktur, sekaligus memberi sedikit wejangan atau mengingatkan agar selalu menjaga citra perusahaan selama beraktivitas di puncak. Dia juga mengutarakan harapannya agar Family Gathering ini bisa berdampak dengan terjalinnya tali persaudaraan yang baik dalam perusahaan. Terlebih, Fam-Gath ini bisa menjadi wadah bagi karyawan lebih dekat pada pimpinannya.Beberapa rangkaian lomba yang dikhususkan antardivisi juga dilaksanakan untuk mengisi waktu dengan keseruan bersama. Masing-masing divisi mengirimkan peserta terbaiknya untuk unjuk kebolehan di depan petinggi sampai pemilik perusahaan. Keseruan dan kehebohan terus tercipta di tiap menit hingga jam berganti, bersama dengan matahari yang mulai condong ke Barat. Kegiatan yang dilombakan pun beragam. Ada lomba dance yang wajib menggunakan lagu dari daerah di Indonesia, lomba yel-yel menggunakan kostum seunik mungkin, lomba memasukkan pulpen dalam botol,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status