"Pak, Buk, dek, mbak balik dulu ya. Besok mbak barus kerja soalnya."
"Iya mbak. Hati-hati ya.""Hati-hati ya Nduk.""Iya Buk."Aku menyalami tangan kedua orang tuaku dan adikku pun menyalami tanganku."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam."Kami berjalan menuju gapura desa dan di sana sudah ada satu mobil yang menungguku.Bapak dan ibuku membantu untuk menaikkan barang ke dalam mobil."Adeeva beneran balik ya Pak, Buk.""Dadah mbaaak!""Baik-baik ya kalian." Aku mengacak-acak rambut mereka berdua."Iya mbak."Kututup pintu mobil dan kuturunkan sejenak jendela mobil itu.Aku melambaikan tangan kepada kedua orang tuaku dan kedua adikku."Mau merantau ya mbak?""Hehe, udah lama si Pak, ya nggak jauh si, cuma di kota aja, cuma ya desa saya memang agak jauh dari kota.""Kerja apa mbak?""Saya kerja jadi karyawan Pak.""Ooh, iya iya. Ini tujuan kita benar ke minimarket A kan?""Iya Pak betul. Ada yang harus saya beli dulu di sana.""Siap mbak."Aku memasang headset dan mendengarkan cerita horor kembali sambil melihat pemandangan desa yang masih sangat asri.Aku tetap merasa rindu dengan desaku meskipun aku pulang setiap dua pekan.Tak terasa pepohonan dan persawahan mulai berganti dengan rumah-rumah megah dan gedung-gedung tinggi, meskipun belum terlalu banyak gedung tinggi di kotaku.Ding.Satu notifikasi masuk ke handphoneku, ternyata pesan dari Ruby.Hei Deev, kamu bawa nggak yang aku pesen?Tentu.Yey makasih ya.Sama-sama.Sebelum aku pulang, Ruby yang memang sudah tahu jadwal pulangku berkata bahwa dia sangat ingin buah mangga dari desaku. Yah untungnya sekarang memang sedang musim mangga, jadi ya mudah saja mencari mangga di desa. Karena bapak dan ibuk pun punya pohonnya."Sudah sampai mbak.""Sudah dibayar lewat aplikasi ya Pak.""Iya, terima kasih mbak.""Sama-sama mbak."Aku menurunkan bawaanku yang tidak banyak itu dan masuk ke minimarket untuk membeli minuman dan camilan."Eh mbak Deev, habis pulang ya?" Kasir minimarket bernama Irma yang memang sudah mengenalku itu bertanya padaku."Iya nih, baru aja sampai.""Berapa hari di sana?" tanyanya sembari menghitung total belanjaanku."Aku cuma sehari aja, kemarin sampai hari ini balik.""Kok cepet mbak?""Ya gimana ya, besok harus kerja soalnya.""Iya sih ya mbak. Ini aja mbak?""Iya ini aja.""Totalnya jadi tiga puluh dua ribu lima ratus.""Oke. Ini." Aku menyodorkan uang berwarna biru."Ini kembaliannya ya mbak. Mampir lagi.""Oke, makasih ya Ir.""Sama-sama mbak."Aku keluar minimarket dan segera berjalan menuju ke kost."Alhamdulillah akhirnya sampai juga.""Masak nasi dulu, udah dibawain lauk dari rumah."Aku segera meletakkan barang bawaanku dan menanak nasi di mesin penanak nasi."Udah jam satu lebih, sholat dulu deh sambil nunggu nasinya mateng."Aku segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat.Setelahnya aku merebahkan diriku ke atas kasur."Haaaah, emang kasur itu paling enak.""Merem bentar deh, nanti biar pas bangun nasinya udah mateng."Aku memasang alarm agar berbunyi pukul tiga. Setelahnya aku terlelap.Suara alarm membangunkanku. Aku segera mematikan alarm handphoneku dan berjalan menuju dapur untuk makan siang."Alhamdulillah udah mateng nasinya."Kuambil sepiring nasi, kusendokkan juga lauk yang sudah dibawakan ibuku."Hmm, emang paling enak itu masakan ibu."Aku makan dengan lahap karena perutku sudah keroncongan dari tadi."Akhirnya kenyang juga. Alhamdulillah."Kubawa piring kotor bekas makanku ke tempat cuci piring dan kucuci piringnya.Saat aku sedang duduk-duduk di kamarku, tiba-tiba saja bel berbunyi."Siapa? Nggak ada yang mau mampir ke kost perasaan."Aku melihat dari lubang yang ada di pintu?"Hah? Pak Kenzie? Ngapain dia ke sini?"Aku diam sejenak dan tidak membukakan pintunya."Spadaaa, ada orang nggak? Adeevaaa."Aku yang merasa terganggu dan takut tetangga kost terganggu juga pun akhirnya membukakan pintu kamar kost.Kostku ini memang kost campuran, jadi perempuan ataupun laki-laki bisa bebas keluar masuk, asalkan sudah dapat izin dari ibu kost, jika bukan penghuni kost."Bapak ngapain ke sini? Ada urusan apa ya? Ini kan waktunya libur.""Ya ampun, aku nggak ditawari buat duduk dulu?""Bilang aja Pak mau ngapain ke sini?""Kalau nggak di kantor kamu boleh kok manggil nama aja, Kenzie.""Nggak akan. Bapak kalau nggak ada keperluan mending pergi deh. Gabut banget si jadi orang.""Tunggu-tunggu. Aku cuma mau ngasih ini.""Apa ini?""Kue.""Kue buat apaan Pak? Perasaan ini bukan ulang tahun saya.""Hehe, hari ini ulang tahun saya. Boleh nggak saya masuk? Saya udah bawa jajanan juga.""Lah? Apa urusannya sama saya Pak kalau Bapak ulang tahun?""Yaa, nggak ada orang rumah yang bisa rayain ulang tahun saya ini. Tapi saya pengen ada orang yang ngerayain, jadi saya ke sini. Boleh ya?""Haaah, nggak wajar emang Bapak ini. Ya udah masuk Pak.""Makasih ya Deev."Aku segera menutup pintu dan menyuruhnya duduk di ruang tamu lesehanku."Ternyata kaya gini ya kost kamu.""Kenapa Pak? Kecil? Besarnya cuma sebesar kamar Bapak?""Eh? Saya nggak ada bilang gitu ya.""Tapi perkataan Bapak mengisyaratkan itu.""Kamu bahkan ngerti isyarat perkataanku?""Cih, duduk Pak. Bapak udah beli camilan kan? Ada minumannya nggak?""Pastinya ada.""Ya udah berarti saya nggak perlu bikin minum kan?""Enggak perlu, kamu cukup duduk aja merayakan ulang tahun saya.""Haaah, bos aneh," gerutuku."Ini kue ulang tahun saya, tolong potongkan ya."Aku dengan terpaksa memotong kue yang dia bawa."Makasih. Ini buat kamu, ini buat aku.""Gaje banget Pak tiba-tiba ke sini?""Aku kesepian dan cuma kamu yang terpikirkan.""Ada-adaa aja jawabannya.""Ya memang kenyataannya seperti itu."Aku menemaninya makan kue, makan jajanan dan minuman yang dia bawa ke rumah."Kenapa cuma makan dikit?""Saya udah kenyang Pak. Baru aja selesai makan."Tiba-tiba suara perut keroncongan terdengar."Hehehe, maaf saya belum makan dari pagi.""Bapak mau makan nasi?""Boleh deh kalau ada.""Ya ada, orang saya baru aja nanak nasi.""Makasih ya udah repot-repot.""Udah tau gitu ngapain ke sini?""Ya ampun, galaknyaa."Aku berjalan menuju dapur dan mengambilkan sepiring nasi dan juga lauk yang dibawakan ibuk."Wah, keliatannya enak nih. Kamu masak sendiri?""Nasinya iya, lauknya enggak. Dibawain sama ibuk.""Oh, ibu kamu habis dari sini?""Enggak, saya yang pulang ke rumah.""Ooh gitu."Dia makan dengan lahap seakan belum pernah melahap makanan selama hidupnya."Enak Pak?""Enak banget. Untung aja saya ke rumah kamu ya.""Untang untung, saya yang nggak untung!""Yah, kamu kan juga dapat kue dan jajanan.""Haish, kalau bukan atasan, udah kuusir dari tadi Pak.""Kenapa sih galak bener sama saya?""Ya karena Bapak selalu mengganggu kehidupan saya.""Saya nggak akan minta maaf karena ke depannya pun saya akan terus mengganggu kehidupan kamu.""Capek ngomong sama batu.""Saya manusia, bukan batu. Saya punya perasaan.""Ya ya ya. Terserah apa kata Bapak aja."Selesai makan dia memaksa untuk mencuci piringnya sendiri."Udah saya aja Pak.""Saya aja. Ini kan bekas makan saya.""Ya udahlah, terserah Bapak."Setelah satu jam berada di kost, akhirnya dia pulang juga dan aku pun segera melaksanakan sholat.Semakin hari aku menjadi semakin gelisah. Tidak ada hari yang berlalu tanpa rasa was-was. Padahal niatku pulang ke sini untuk menjernihkan pikiranku.Aku menjalani aktivitasku seperti biasa di desaku ini. Hanya saja pikiranku yang selalu berkelana tak tahu arah. Telepon dan sms dari nomor asing masih selalu masuk ke handphoneku. Tapi sekarang aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Aku hanya selalu memblokir nomor-nomor itu. Meskipun nomor asing akan selalu masuk entah berapa banyak pun aku menghapus dan memblokirnya.Aku belum membuka kembali tokoku karena aku sendiri yang mengepak barangnya, dan karena aku tidak membawa satu barang pun dari barang daganganku, jadi aku belum bisa membuka kembali tokoku."Nak, jadi kamu mau tinggal di sini saja?" tanya ibuku tiba-tiba pada suatu siang."Emm, enggak sih Buk, nanti rencananya aku mau pindah rumah kok, aku udah beli juga rumahnya.""Oh ya? Di mana itu?" tanya ibuku kembali."Ya, nggak jauh dari rumah Ruby, temenku itu lho Buk," uc
Lama aku memikirkan apakah harus sekarang menghubunginya ataukah nanti. Aku sangat gelisah, kudengar dari informanku bahwa Adeeva sudah pergi meninggalkan suaminya dan sekarang sedang ada di rumah orang tuanya.Setelah menguatkan hati, aku pun berniat untuk menghubungi Adeeva. Ternyata dia tidak pernah mengganti nomor handphonenya. Seperti menunggu kalau-kalau suatu saat aku akan menghubungi lagi. Ya, meskipun ini hanya rasa percaya diriku, tapi aku akan menyemangati diri sendiri bahwa Adeeva tidak mengganti nomornya karena masih mengharapkan kabarku.Tentu saja nomorku sudah tidak sama sejak terakhir kali kami berhubungan. Karena seperti yang kalian tahu, bahwa selama ini aku membatasi komunikasi dengan semua orang. Bahkan tidak ada satu pun orang dari perusahaanku yang tahu nomor pribadiku. Aku selalu memberi mereka nomor khusus yang kupakai di kantor.Selama perpisahan dengan Adeeva, kupikir hidupku akan mudah. Aku berpikir bahwa tidak butuh waktu lama dan aku akan segera melupakan
Beberapa bulan telah berlalu sejak aku menyelidiki perselingkuhan suamiku. Dengan bukti-bukti yang sudah kudapatkan, sepertinya kami bisa berpisah secepatnya.Setelah pernikahan penuh kesedihan, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kami. Aku bisa terlepas dari keluarga besar mas Gilang yang selalu menanyakan kapan kami akan memiliki anak. Jujur saja aku selalu tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Apakah mereka pikir ketika pasangan yang sudah menikah belum memiliki keturunan, semua adalah salah wanita? Apakah mereka pikir masalahnya selalu ada pada wanita? Mengapa jarang sekali yang berpikir bahwa laki-laki mungkin saja bisa bermasalah?Aku tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Hari ini aku memutuskan untuk mengemas barang-barangku untuk keluar dari rumah ini. Di saat aku sedang mengemasi barangku, terdengar suara keras mas Gilang.(kembali ke prolog)Setelah mengatakan semua hal, aku pun bersiap untuk keluar dari rumah."Oh ya, tunggu saja, sebentar lagi surat cerai akan datan
Entah mengapa, beberapa bulan terakhir ini aku merasa suamiku berubah. Tidak, dia tidak berubah total, dia masih baik, dia juga masih menyayangi Angel, namun sekarang dia jarang ada di rumah, dia juga jarang meluangkan waktunya untukku dan Angel.Pernah suatu waktu, ketika Adeeva datang ke rumahku, dia seperti ingin mengatakan satu hal."Kenapa sih Deev, cemas gitu, ada apa?" tanyaku padanya kala itu."Eh? Nggak papa kok By, emm, suami kamu di mana By?" tanyanya tiba-tiba."Entah, tadi sih pamitnya mau ketemu temen di daerah Y. Emang kenapa?""Eh? Oh, enggak, kayanya tadi aku ngeliat suami kamu sih, tapi ya nggak tau bener apa enggaknya, soalnya ya cuma liat sekilas banget," ucapnya dengan suara yang terdengar ragu."Oooh, liat di mana Deev?" tanyaku karena jujur saja aku penasaran."Aku liat suami kamu di jalan ke arah daerah X," jawab Adeeva."Oh gitu ya."Ini aneh, jelas-jelas tadi suamiku berkata akan menemui temannya di daerah Y, daerah X itu ada di jalan yang berkebalikan dengan
Hari ini aku memutuskan untuk libur dari pekerjaanku dan bermain ke rumah Ruby. Selain aku merindukan Angel, aku juga ingin memberitahu Ruby tentang suaminya.Aku memesan taksi dan segera mengatakan alamat rumah Ruby. Karena ini memang hari libur kantor, jadi Ruby ada di rumah."Hai Angel!""Aunty!" Angel berlari ke arahku dengan terburu-buru sampai akhirnya dia malah terjatuh."Hati-hati sayang, jangan lari-larian," ucapku sambil memapah Angel untuk berdiri."Udah dibilangin jangan suka lari-lari, masih aja lari-larian terus," ucap Ruby yang tiba-tiba muncul dari arah dapur."Hai By, gimana kabar?" tanyaku yang langsung memeluknya."Kabar baik Deev. Kamu sendiri baik kan?" tanyanya membalas pelukanku."Baik juga, alhamdulilah.""Ayo masuk. Maaf ya berantakan," ucap Ruby."Enggak kok, wajar berantakan, kan ada anak kecil," ucapku lalu berjalan masuk setelah Ruby mempersilakan."Mau minum apa?" tanya Ruby."Sirup ada nggak?" tanyaku."Ada dong, mau sirup rasa apa? Jeruk? Melon? Leci?"
"Ken! Ada tamu nyari kamu tuh," ucap bang Mahendra masuk ke kamarku."Siapa Kak?" tanyaku."Ya nggak tau juga, turun sana, liat sendiri," ucap bang Mahendra.Aku pun turun dari kamar dan berjalan ke bawah."Oh ternyata kamu," ucapku karena ternyata yang datang adalah detektif pribadi kenalanku."Silakan masuk. Apa kamu sudah mendapatkan apa yang saya minta?" tanyaku yang dijawab dengan anggukan."Baiklah, nanti akan saya transfer biayanya ya, boleh saya minta dokumen yang kamu bawa itu?" tanyaku sambil menunjuk tumpukan kertas-kertas yang dia bawa."Silakan," jawabnya sembari menyodorkan dokumen yang dia bawa."Apakah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku."Tidak Pak," jawabnya singkat."Baiklah, terima kasih, silakan kirimkan saja nanti tagihannya untuk saya," ucapku."Baik." Setelah itu dia langsung pamit untuk pulang. Aku pun segera membuka dokumen yang dibawakan oleh detektif tadi."Siapa dek?" tanya bang Mahendra membuatku langsung cepat-cepat membereskan dokumen yang