Share

Bab 6. Gaun

Bab 6

"Lancang kamu Raka! Ibu tidak habis pikir dengan pola pikir kamu. Kamu mau menggantikan Maura dengan bocah ingusan ini?"

Sekali lagi, ibunya Raka meneriaki Alya dan Raka yang ada di hadapannya. Telunjuk wanita paruh baya itu mengarah tepat ke wajah Alya yang sudah memucat sempurna. Siapa pun pasti tidak mengira kalau pertemuan tak terduga di butik akan memantik amarah ibunya Raka.

Alya tidak menyangka, secepat ini dia bertemu dengan sang calon ibu mertua yang wajahnya lumayan judes tapi pembawaannya khas orang kaya tersebut. Padahal, Alya belum ada persiapan apa-apa, sungguh awal yang buruk.

Namun, meski Alya merasa takut dan nyalinya sedikit menciut , Alya tidak bisa pergi begitu saja. Bagaimanapun, kesepakatannya dengan sang dosen sudah resmi dilakukan.

Beruntung, Raka yang ada di sebelah Alya bergeming. Pria tampan itu nampak tak menanggapi serius ucapan ibunya.

"Raka, kenapa kamu diam aja? Jawab pertanyaan Ibu!" Teriak Bu Lili , karena melihat Raka tak merespon ucapannya.

Raka menarik napas dalam. Sebenarnya, Raka sudah malas berdebat dengan ibunya karena pasti saja ujungnya sama.

Raka mengibaskan tangannya.

"Sudahlah Bu, kita bahas ini nanti ya. Dan ... oh ya, maaf tapi saya harap Ibu tidak boleh merendahkan Alya. Suka tidak suka, Raka lebih memilih Alya sebagai pendamping hidup Raka." Raka menegaskan kembali apa yang jadi keputusannya.

Mendapat perlawanan dari Raka, Bu Lili mengepalkan tangannya. Tak disangka anak yang disayanginya lebih membela orang lain dibanding dirinya.

"Ibu tidak menyangka Raka, kamu bisa setega itu sama ibu hanya karena wanita ini! Sebenarnya apa kurangnya Maura dibanding dia?"

Kemarahan Bu Lili semakin menjadi-jadi, dia tetap gak habis pikir dengan keinginan Raka. Sebagai Ibu, dia merasa pilihannya sangat tepat. Tapi, Raka tetap pada pendiriannya. Raka siap menghadapi resiko apapun kedepannya. Alya menjadi pilihan terbaik saat ini. Raka sudah capek diatur oleh ibunya.

"Ibu benar, Maura memang tidak kurang satu apa pun tapi untuk kali ini Raka minta tolong hargai keputusan Raka Bu. Raka akan tetap menikahi Alya, walau Ayah dan Ibu gak setuju, maaf Raka akan tetap menikahi Alya!" Suara Raka terdengar bergetar. Nada bicaranya naik naik satu oktaf dari sebelumnya.

"Raka! Kamu sadar dengan yang kamu katakan! Raka, dia--"

"Bu maaf, Raka gak bisa menjelaskannya di sini. Saya khawatir kalau kita berdebat disaksikan banyak orang Alya semakin tak nyaman dan lagi Raka yakin Ibu pun tidak mau jadi tontonan, bukan? Kalau begitu Raka ijin permisi Bu, Raka ijin keluar lebih dulu. Ayo, Al!"

Tanpa memperhatikan ibunya yang marah, Raka terus mengamit tangan Alya yang bebas dan menariknya pergi melewati kerumunan yang sejak tadi memperhatikan mereka.

Alya yang masih syok hanya bisa bungkam dan terseok mengimbangi langkah kaki Raka yang panjang menuju ke parkiran. Sementara di belakang, Bu Lili menatap datar ke arah mereka.

"Alya, masuk!" tegas Raka saat melepaskan pergelangan tangan Alya.

Alya meringis sambil memegangi pergelangan tangan bekas genggaman Raka. "Maaf Pak, tapi kita mau ke mana, sih?" tanya gadis itu bingung.

"Nanti kamu tahu sendiri. Ayo cepat masuk," sergah Raka lagi lebih dingin.

"Iya saya mau masuk. Tapi katakan dulu, ini kita mau ke mana? Soalnya saya--"

"Masuk! Atau saya paksa masuk?!" Raka mulai kesal mendapati Alya yang masih berdiri diluar dan tak menuruti perintahnya.

Melihat raut wajah Raka kurang menyenangkan, meskipun kesal Alya bergegas masuk kedalam mobil Raka sebelum si dosen makin murka.

Pajero hitam itu pun melaju dengan kecepatan tinggi ke arah pusat kota. Selama berada di samping Raka yang sedang fokus mengemudi, perasaan Alya menjadi tak menentu.

Diam-diam dia merasa takut pada keluarga Raka terutama ibunya. Melihat bagaimana Raka mendebat Bu Lili demi menikahi Alya, gadis itu menduga kalau hubungan mereka tidak baik. Kalau begini, Alya bisa memastikan kehidupan pernikahannya mungkin gak akan berjalan baik.

Ketika Alya masih sibuk berpikir tentang keluarga Raka, tiba-tiba pria di sampingnya menegur.

"Ayo, turun! Sudah sampai!"

Alya yang sedang melamun tiba-tiba terkesiap dan lalu celingak-celinguk gak jelas. "Loh, kita udah sampai, ya? Emang kita di mana Pak?"

"Ini butik sahabat saya. Gak kalah bagus sama butik langganan keluarga. Jadi, kamu gak perlu khawatir di sini kamu lebih aman. Ayo, turun!" ajak Raka sambil mendahului Alya turun dari mobil.

"Baik Pak."

(***)

Mata Alya mengerjap takjub melihat gedung megah yang memiliki 10 lantai di depannya. Seingatnya, dia pernah melihat gedung itu di televisi kalau gak salah gedung ini adalah kepunyaan desainer terkenal Raifa Rahma.

"Bengong aja kamu? Ayo, masuk!" Raka menyenggol lengan Alya yang masih terpesona hingga gadis itu hanya bisa mengangguk dan mengekori Raka bak kerbau yang dicocoki hidungnya.

Raka membawa Alya ke lantai tiga gedung tersebut. Tiba dilantai 3, Alya diajak Raka ke sebuah bridal ternama.

Jika tadi Alya di luar sudah takjub ternyata ketika melihat lebih dalam, Alya makin terpesona. Matanya tak henti menatap kagum sekelilingnya.

Seumur-umur dia gak pernah masuk ke butik semewah ini. Gaun-gaunnya pun sudah teruji dan pasti harganya mahal. Betapa tidak, bridal ini merupakan langganan para artis dan pejabat. Ajaib sekali, Raka bisa mengenal pemilik tempat ini.

Tinggal satu meter lagi mereka sampai ke front office, tiba-tiba dari dalam bridal, datang seorang wanita berhijab menyambut Alya juga Raka dengan ramah.

Wanita langsung menyapa Raka.

"Selamat datang, Pak Bos. Tumben banget ke sini, ada apa?" tanya wanita tersebut dengan wajah sumringah.

"Syut! Jangan panggil saya Bos, kamulah Bos sesungguhnya," ujar Raka menyela.

Wanita cantik, anggun dan bersahaja itu tertawa. "Kamu ini selalu saja merendah untuk meninggi. Eh betewe, kamu bawa siapa? Ini mahasiswa kamu yang kamu ceritain itu?" tanya wanita itu penasaran sambil memandang ke arah Alya yang sejak tadi melihatnya. "Akhirnya, kamu berani mengajak perempuan juga ke sini, biasanya mah susah."

Raka hanya tersenyum dingin mendengar ucapan Raifa--sahabatnya. Memang benar, Raka tidak pernah membawa siapapun ke bridal ini. Selain Raka gak suka pamer wanita dia juga tidak mau ada yang tahu tentang investasi nya di bridal yang dikelola bersama Raifa.

Jika Raha hanya tersenyum dingin, sebaliknya Alya malah terkejut. Entah mengapa dia merasa heran, mengapa bisa dosennya jarang membawa wanita ke butik Raifa.

Apa mungkin Raka seperti rumor yang didengarnya? Apa iya Raka gay?

'Eh, astaghfirullah! Gak mungkin-lah!' Alya beristighfar cepat-cepat.

Raifa menghampiri Alya dan menyapanya. "Hallo, assalammu'alaikum siapa namamu cantik? Kenalin saya Raifa Rahma, saya sahabatnya Raka." Raifa mengulurkan tangannya lebih dulu pada Alya yang langsung menyambutnya.

"Oh eh, saya, Alya. Senang berkenalan dengan mba Rai," ucap Alya malu-malu. Dia ingat sekarang, wajah Raifa ini sangat terkenal dan familiar.

Alya beruntung bisa bertemu dengan Raifa yang baik dan sopan gak seperti Raka yang jutek banget. Sekali ngomong pedes dan bikin orang mau terjun payung.

"Ehem, Rai, apa semua udah siap? Lo bisa kan bantu Alya?" Setelah dirasa cukup perkenalan kedua wanita itu, Raka tiba-tiba menyela.

Raifa yang tahu maksud Raka langsung mengangguk. "Lo tenang aja, pokoknya beres! Ayo, Ya, ikut saya yuk ke dalam," ujar Raifa sambil merangkul Alya.

"Loh, kalau saya ke dalam, Pak Raka nanti nunggu di mana?" tanya Alya bingung sambil melirik Raka.

Dia enggan berpisah dengan Pak dosen, mungkin dia sudah terlanjur nyaman. Uhuk!

Raka mengulim senyumnya. "Saya akan tunggu di sini. Kamu pergilah bersama Alya. Kamu aman bersama dia," jawab Raka yang langsung ditanggapi anggukan Alya.

(***)

Raka sedang menekuri pekerjaannya saat tirai kamar pas dibuka seseorang. Pria itu sontak mendongak dan matanya seketika membelalak ketika dilihatnya seorang gadis berpakaian bak Cinderella tengah tersenyum padanya.

"Pak, saya aneh, gak?" tanya gadis itu lembut sambil memamerkan gaun pernikahannya.

Ditanya begitu, bukannya jawab, Raka hanya bisa menelan ludahnya.

Dalam hatinya sontak mendecak.

'Astaga! Alya!? Cantik.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status