Alya terpaksa menikahi Raka yang gak bisa berhubungan dan bergairah pada wanita karena trauma perselingkuhan yang dialaminya di masa lalu. Alya memutuskan menikah karena dia ingin wisuda dan membayar hutang 100 juta Emaknya. Mereka memiliki perjanjian, jika Alya gak bisa membuat Raka turn on maka Raka akan menceraikannya setelah enam bulan. Mungkinkah Alya bisa membangkitkan gairah Raka?
Lihat lebih banyakMada tidak pernah menyangka, jadi satpam di komplek elit justru mempertemukannya dengan Claire, CEO super kaya sekaligus istri konglomerat yang terkenal cantik dan misterius.
Siang itu, baru saja ia duduk di pos jaga kompleks perumahan elit Waston, ketika suara ketua keamanan memanggil.
“Mada! Sini sebentar!” seru Romi, pria setengah baya dengan rambut disisir rapi ke belakang, rokok menempel di bibirnya. “Kamu dipanggil Bu Claire. Kemarin dia pingsan pas jogging, kan?”
Ternyata wanita cantik kemarin.
Ah.
Tubuh moleknya masih terngiang-ngiang di kepala Mada, apalagi saat membopong Claire dan posisi kepalanya tepat berada di antara dada dan perut Claire.
“Aku ingetin, perempuan-perempuan cantik di sini, harganya mahal! Kesibukan mereka suka cari hiburan lain. kamu masih muda, ganteng, badan bagus, mereka pasti ngiler!”
Mada mengangguk, lalu mengambil kartu akses masuk Blok A karena hanya satpam senior yang mendapat kartu itu.
Rumah nomor 301 berdiri di ujung blok A, menjulang dengan arsitektur modern, kaca tinggi, dan halaman tertata rapi. Mada menekan bel elektronik. Suara “klik” terdengar, pintu terbuka.
Sosok wanita muncul.
Claire.
Usianya awal tiga puluhan, wajahnya cantik sempurna, tubuhnya sintal berbalut gaun tidur hitam tipis.
Rambut cokelat wanita molek itu terurai berantakan, sedangkan matanya merah seperti habis menangis.
Aroma alkohol samar menempel di tubuhnya, tapi justru membuatnya tampak semakin menggoda.
“Mada, ya? Masuk!” Suaranya serak namun tegas.
Mada melepas sepatu, melangkah masuk. Begitu matanya menatap sekeliling, ia terperangah.
Rumah semewah ini memiliki ruang tamu yang sangat kacau.
Banyak botol pecah di lantai, meja kristal di depan TV 32 inch tergores, dan televisi yang retak.
Mada hanya bisa menggeleng karena ini bukan pemandangan rumah orang kaya, tapi lebih mirip seperti tempat smackdown.
Claire duduk di sofa kulit putih, menyalakan sebatang rokok. Asapnya melingkar di udara. “Kamu satpam yang nolong aku kemarin, kan?”
“Iya, Bu.”
“Berapa lama kamu kerja di sini?”
“Enam bulan.”
Claire mengangguk, lalu meraih tas kecil bermerek di sampingnya.
Dari dalam, ia mengeluarkan segepok uang tunai, meletakkannya begitu saja di atas meja. “Ambil. Anggap saja hadiah.”
Mada menatap uang itu, wajahnya tetap datar. “Terima kasih, Bu, tapi saya tidak bisa.”
Claire menaikkan alis. “Kenapa? Terlalu sedikit? Kamu mau berapa?”
“Bukan begitu. Saya tidak mau dibayar. Menolong orang lain itu kewajiban saya sebagai manusia. Saya menolak, Bu, mohon maaf.” Sopan sekali Mada menolak tawaran Claire sehingga membuat wanita kaya itu tertarik untuk terus menggodanya.
“Dua lima juta!” Claire kembali mengeluarkan satu ikat uang lima jutaan. “Uang ini nilainya kecil, dari pada aku kenapa-kenapa di taman, atau malah ditolong orang tak bertanggung jawab.”
“Maaf, Bu, saya tidak bisa.”
Claire mendongakkan kepala, “Hei, kamu itu satpam! Berani sekali kamu menolak uang jutaan hanya karena prinsipmu! Ingat, gajimu cuma lima juta per bulan. Mau hidup apa dengan gaji segitu?”
Deg!
Mada tidak mengira Claire akan menghinanya seperti itu.
Faktanya, dia memang satpam rendahan. Gaji 5 juta pun tidak cukup untuk membiayai semuanya. Dia merasakan sendiri betapa beratnya hidup di kota. Lebih-lebih, Mada juga merangkap jadi bartender di bar setelah pulang dari pos satpam.
Dengan menghela nafas berat, Claire lagi-lagi mengeluarkan 15 ikat uang. “Seratus juta, anggap ucapan terima kasihku dari pada aku ditolong om-om gadun bejat!”
Mada tetap diam. Dalam hati kecilnya, dia ingin ambil uang itu, tapi dia teringat ucapan ibu asuhnya, Fasya. Dia tidak boleh menerima imbalan karena menolong orang lain. Itu kewajiban. Mada masih memegang prinsip itu kuat-kuat, meski Fasya sudah meninggal enam bulan lalu.
Claire kembali menghela nafas. “Meski aku arrogan, aku orangnya tahu balas budi. Kalau kamu nggak mau uangku, aku harus gimana? Mau tubuhku aja?”
Mada menahan napas. “Apa?”
Claire menegakkan punggung, menatapnya dengan tatapan licik yang tidak cocok dengan wajah sendunya. “Tidurlah denganku malam ini. Anggap saja, ini bayaranmu. Nanti aku bayar kamu, anggap aja kamu bantu aku lupain bajingan yang selama ini kupanggil suami!”
Dada Mada berdegup. Ia sempat mengira salah dengar. Melihat wajah Claire yang serius, Mada akhirnya memberanikan diri bertanya. “Kenapa saya?”
Claire mengembuskan asap rokok, menatap Mada dari atas ke bawah.
“Kenapa?” dia kemudian menaikkan suara. “Selama ini, aku bisa membayar siapapun yang telah menolongku. Aku merasa harga diriku diinjak-injak satpam sepertimu. Gaji dikit, uang ditolak, dikasih tubuh gratis nggak mau. Lalu, maumu apa?!”
Mada tersentak. Dia tidak menyangka wanita secantik Claire bisa searrogan itu.
Ia menggeleng cepat. “Bu, saya hanya satpam. Saya rasa—”
Claire tiba-tiba berdiri.
Gaun tidurnya melorot sedikit dari bahu, memperlihatkan kulit putih mulus. Ia berjalan pelan, mendekat, lalu berhenti satu langkah di depannya.
Aroma parfumnya menyeruak, bercampur dengan bau alkohol.
“Mada,” bisiknya, jemari halusnya menyusuri dada Mada yang terbalut seragam. “Aku tahu kamu bukan orang biasa. Caramu menggendongku kemarin saat aku pingsan, cerita dari Romi tentang kekuatanmu yang tidak masuk akal, dan caramu melawan preman yang bulan lalu, semuanya mustahil dilakukan orang normal.”
“Badanmu juga!” Claire semakin memanas-manasi Mada.” Aku tidak pernah melihat satpam dengan badan sebagus dan seatletis ini. Apa yang kamu sembunyikan dariku, Mada?”
Pertanyaan itu sebenarnya merangsang sesuatu dalam tubuhnya bangkit.
Sosok alter egonya.
Sosok asli Mada yang sebenarnya.
Mada adalah Dewa Perang berjuluk Zero, tentara paling kuat dari organisasi militer rahasia bernama Leviathan Army.
Keperkasaan dan kekuatan fisiknya yang membuatnya menjadi tentara bayaran paling kuat Leviathan Army.
Sayang, misi rahasia dua tahun lalu membuatnya terluka parah. Beruntung, ada Fasya, mantan asisten Claire, yang menyelamatkan Mada di tengah sekaratnya akibat jatuh dari tebing curam.
Ingatan Mada bisa pulih, tapi dia harus menjalani terapi selama dua tahun penuh.
Alasan dia menjadi satpam sebenarnya karena dia ingin tahu, siapa pembunuh Fasya. Motif balas dendamnya yang kuat membuatnya terus bertahan meski dihina sebagai satpam miskin dan rendahan.
Mada mengatupkan rahang, alter egonya memaksa bangkit, tapi Mada masih memegang kesadaran penuh. “Kalau Anda hanya mau melemparkan pujian itu, lebih baik saya pamit. Saya masih ada urusan dengan Pak Romi. Jam jaga saya juga masih lama.”
Baru saja ia berbalik, suara Claire terdengar lagi. “Yah, satpam miskin sepertimu mana paham tentang uang. Begini, aku beri dua pilihan!”
Langkah Mada terhenti.
Uang dan tubuh gadis itu sudah dia tolak, lalu pilihan apalagi yang akan diberikan Claire?
“Kamu bisa nolak uang, kamu bisa nolak tubuhku juga, tapi untuk pilihan ini, aku yakin kamu tidak akan bisa menolaknya!" ucapan Claire membuat Mada heran.
Apa mungkin Claire buka baju dan tiba-tiba memerkosanya?
Claire kan menggunakan gaun hitam polos dan hanya dibalut bra di dalamnya?
Bukan, bukan.
Itu hanya pikiran mesum Mada!
Atau jangan-jangan, Claire punya suatu rahasia yang selama ini dia ingin ketahui?
Pilihan kedua lebih realistis menurut Mada, apalagi selama diasuh oleh Fasya, wanita 49 tahun yang menyelamatkannya dari insiden dua tahun lalu, tiba-tiba meninggal tragis dan pembunuhnya masih belum diketahui. Sudah enam bulan berlalu, tapi pihak kepolisian tiba-tiba menutup kasus itu. Sampai akhirnya fakta terungkap dari tawaran yang diberikan Claire, membuat Mada bergejolak penuh amarah.
Claire berjalan ke laci dekat TV yang pecah, mengambil seutas foto, melemparnya ke kaki Mada. “Kau ingat dengan wanita paruh baya itu?” ucapnya yang disambut ekspresi shock Mada. “Pertimbangkan lagi pilihanmu sebelum kamu menyesal karena gagal menemukan pembunuh ibu asuhmu!”
Malam harinya. Aku menutup pintu kamarku dengan rapat, kali ini aku tak mau berbicara apa pun termasuk dengan Pak Raka. Entah kenapa, semenjak aku melihat dia bersama Maura di kantin rasanya malas bertemu suamiku.Padahal. Siapa aku? Aku hanya istri rahasia, gak sepatutnya sibuk menjauhi dan cemburu.Namun, harus kuakui, semenjak Pak Raka membantuku pada saat pemakaman ibu, perasaanku jadi mendadak aneh. Apalagi ketika dia membelaku di depan ibunya semakin lama semakin hati ini kian berdebar kencang saja.Apa ini yang dinamakan cinta? Ataukah aku hanya terbawa suasana? Eh, tapi kan bukankah Pak Raka bilang aku gak boleh mencintainya karena dia tidak mungkin menyentuhku? Agh, mengingat itu entah mengapa aku jadi serasa ditusuk sembilu.Agh, sial! Ini benar-benar mengganggu.Berat. Kubawa tubuh ini untuk berbaring miring di atas ranjang, penat rasanya memikirkan semua keraguanku, bahkan saking tak enak hatinya, nafsu makanku pun jadi ikutan tiarap. Tak lama kudengar derap langkah ses
"Ibu ingin pernikahan kalian dirahasiakan sampai Raka jadi komisaris. Bagaimana kalian mau kan? Jujur, Ibu sangat takut ini akan bermasalah ke depannya, seperti diketahui kalian juga nikah diam-diam. Ini sungguh keterlaluan." Sekali lagi aku mengingat ucapan Bu Lili semalam yang cukup membuatku syok sampai sekarang dan aku pikir Pak Raka pun sama. Pria itu pasti gak menyangka kalau pada akhirnya Bu Lili memergoki kami secepat ini, padahal kami berencana datang ke rumah mereka besok dan mengatakan semuanya. Namun, apa yang mau dikata. Nasi telah menjadi bubur, Bu Lili sudah murka karena Pak Raka tak meminta ijinnya. Tak bisa terelakan, menyaksikan kemarahan itu nyaliku yang pada awalnya menggebu diam-diam jadi menciut. Apalagi setelah mendengar syarat Bu Lili yang katanya akan memaafkan kami jika aku dan Pak Raka bisa merahasiakan pernikahan ini sampai Pak Raka jadi komisaris dan aku wisuda. Ya Salam. Sehina ini jadi mahasiswa warisan budaya? Coba bayangkan, sampai mertuaku pun malas
Dengan canggung aku meletakkan segelas teh di meja kecil yang ada di ruang tamu sederhana dan lalu duduk di samping Pak Raka. Di depan kami sudah ada Bu Lili yang sedang duduk tegak dengan pandangan mata yang menyorot tajam padaku dan Pak Raka.Glek. Aku menelan ludah grogi, lalu memutuskan untuk menundukkan kepala dalam. Menurutku situasi kali ini sangat tak menguntungkan, siapa sangka di saat kami sedang sibuk menguruskan masalah skripsi Bu Lili malah datang menyantroni. Masih kuingat tadi tatapan Bu Lili yang tajam saat tadi aku membuka pintu. Terlihat sekali kalau Bu Lili murka ketika melihat aku ada di rumah anaknya. Aku tidak memahami bagaimana cara Pak Raka menjelaskan pada ibunya tapi aku hanya berharap Bu Lili memahami kondisiku yang telah menjadi istri anaknya walau masih berstatus istri secara agama. "Silahkan diminum Bu." Pak Raka menyodorkan cangkir yang berisi air teh itu ke arah Bu Lili tapi wanita paruh baya itu menggeleng tegas. "Enggak. Ibu gak mau minum, jelask
"Jadi Ini judul skripsi kamu?" Pak Raka tak melepaskan pandangannya dari map biru yang kuberikan. "Ya Pak," jawabku canggung. Saat ini kami sudah berada di ruang tengah. Kami duduk berhadapan dan dipisahkan oleh meja.Sepulangnya dari pemakaman, Pak Raka benar-benar menjalankan janjinya untuk memberikan bimbingan. Seingatku ini kali pertama kami membahas tentang skripsiku.Namun, selama berjalannya bimbingan dadakan dengan status yang berbeda, aku mengakui ternyata nyaliku hampir ciut karena berhadapan dengan dosen yang bermetamorfosa jadi pembimbing rumah tangga. Aku tidak yakin Pak Raka akan menerima hasil skripsiku, apalagi aku tahu Pak Raka itu adalah dosen galak yang punya standar tinggi.Pak Raka membenarkan letak kacamatanya, tubuhnya condong ke depan sambil terus membolak-balik berkasku sampai jantungku ikut kebalik setiap Pak Raka menggerakannya. Oh Tuhan, begini amat jadi mahasiswa warisan budaya! "Kamu berpikir judulmu bagus? Unhairing Kulit Sapi dengan Metode Enzim?"
POV Alya Pembicaraan tadi pagi dengan Pak Raka membat pikiranku seolah gak ada di tempatnya. Sejujurnya, sampai sekarang aku masih syok dan sekaligus tak menyangka kalau ternyata alasan Pak Raka gak menikah lagi dan menjauhi wanita ternyata karena dia seorang impoten. Wow. Amazing really? Ini mah sih judulnya bukan 'Ganteng-Ganteng Serigala tapi 'Ganteng-Ganteng Impoten'. Ya Allah, gini amat ujian perawan? Sekalinya dinikahi eh, malah gak bisa berkembang biak dan hanya dijadikan tumbal perjanjian. Mana, kayaknya Pak Raka ogah banget nerusin pernikahan ini karena dia sama sekali tidak menjawab saat aku bertanya tentang kemungkinan ke depannya. "Lihat nantilah, saya hanya gak mau kalau kamu terluka karena saya."Sekali lagi, aku terngiang ucapannya saat kami mau berangkat tadi. Sumpah, aku tidak tahu niat Pak Raka mengapa dia bilang begitu? Emang kenapa kalau semisal nanti aku jatuh cinta padanya? Mengapa aku akan terluka? Di saat aku sedang sibuk-sibuknya berpikir tiba-tiba aku ba
POV Alya.Pak Raka menggendongku? Apakah aku bermimpi? Jujur, ini kali pertama aku memeluk leher seorang pria dan itu ternyata Pak Raka. Duh, mana dia bilang kalau aku berat. Emang aku seberat itu ya? Perasaan aku sudah mengurangi porsi makanku deh. Aku berbicara sendiri sambil melihat bentuk badanku yang menurutku baik-baik saja. Namun, setelah aku digendong Pak Raka gara-gara kecoa entah mengapa pikiranku jadi gak tenang karena setiap melihatnya dadaku kerap kali berdebar kencang. Aku tak menyangka kalau pesona seorang Raka bisa membiusku sebegininya. Ah, tapi meski dia tampan, mapan dan rupawan aku gak boleh jatuh cinta! Gak boleh!Tok. Tok. Tok. "Alya, kamu sudah selesai?" Kepalaku sontak menoleh ke samping dan kutemukan Pak Raka sedang melihatku dari ambang pintu yang sedikit terbuka. Dengan mode Putri Solo turun dari comberan aku pun mendatangi Pak Raka dengan gugup. "Eh, Pak Raka? Iya Pak saya udah selesai," ujarku seraya nyengir kuda. "Oh, ya, sebenarnya kita mau ke mana
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen