“Dasar bedebah kam*ret!!”“Kau bilang apa?”Aldino menudingkan stik es krim ke wajah sahabatnya. Ia berbicara dengan mulut penuh es krim.“Emang aku bilang apa? Aku cuma bilang ban karet,” sahut Yuda dengan meringis melihat sikap sahabatnya yang mirip roller coaster, jungkir balik.Sebelumnya Aldino ceria saat menemukan makanan yang diinginkannya. Sepulang dari rumah sakit, ia meminta Yuda mengantarnya pergi ke sebuah sekolah negeri di mana di sana ada penjual jajanan khas anak sekolah. Tak biasanya Aldino membeli makanan yang tak sehat. Ia membeli cilung, mie jimbabwe, cilor hingga maklor.Sekarang pria besar itu minta diantar ke kedai es krim. Ia ingin makan es krim rasa sirsak. Susah sekali Yuda mencari es krim dengan varian bahan buah lokal itu. Ia sampai menyisiri jalan besar hingga jalan arteri untuk menemukan kedai es krim yang menjual beraneka rasa.“Udah mau sore, Al,” peringat Yuda dengan hati-hati. Ia mendadak cosplay jadi pengasuh Aldino hari itu. Ia merasa tak tega meli
Setiap kali mengunjungi tempat gemerlap sebuah bar, Malati seringkali mendadak pusing. Apalagi mendengar suara-suara dentuman berisik berasal dari musik remix elektronik yang sangat mengganggu indera pendengarannya.“Di sana kita duduk!” tunjuk Ravenscroft pada sebuah kursi kulit di mana di tengahnya ada sebuah meja bundar berbahan kaca dengan diameter empat puluh centi. Malati terkejut saat melihat pemandangan itu. Di kursi yang ditunjukan oleh pria di sampingnya, tampak seorang pria berwajah oriental sedang duduk sembari meneguk wine dan dikelilingi oleh wanita dewasa berpakaian minim bahan.Wanita dewasa itu sedang menggoda pria itu. Ada yang memainkan dasi miliknya sembari berbisik mesra padanya. Ada pula yang menggelendot manja pada lengannya. Pun, ada pula yang sedang meraba-raba bagian pahanya. Benar-benar pemandangan nista. Mata Malati ternoda melihat aksi mereka yang frontal dan mesum.Apalah daya Malati. Wanita muda yang malang itu hanya menuruti semua perintah pria bertubu
“Pak Al sehat? Katanya Bapak sakit ya? Maaf ya Pak saya kira Bapak gak masuk sekolah karena apa ya … ya gitu deh,” imbuh guru Linda dengan menyematkan senyuman lebarnya yang nyaris membelah wajahnya. “Ah, ya, Pak, kapan ya kita liburan? Para guru sudah protes. Pengen liburan kemana gitu. Kalau bisa sebelum ujian. Ya … sebelum guru stress mempersiapkan soal ujian anak-anak.”Aldino mendelik tajam pada bawahannya. Linda terlalu berisik. Padahal Aldino sudah masuk sekolah seperti biasa namun guru itu selalu membahas hal yang sama.Aldino berdehem lalu melambaikan tangannya pada Yuda Tarumanegara yang sedang berjalan menuju mereka.Melihat tak ada respon dari sang kepala sekolah, Linda mendengus kesal dan hendak pergi meninggalkan kepala sekolah itu.“Tunggu, Ustazah Linda.”Aldino menahan kepergian Linda.“Ah, ada apa Pak?”Linda mengerjapkan matanya beberapa kali. Kali ini apa keinginan pria besar itu. Agak susah ditebak memang.“Pak Yuda, tolong urus para guru!” kata Aldino terdengar
Suara lenguhan dan desahan memenuhi sebuah kamar mewah hotel tipe presidential suite. Sepasang wanita dan pria dewasa tengah bergumul di atas ranjang berukuran king size. Mereka menghabiskan malam mereka dengan wine dan bercinta meskipun ke duanya tidak terikat dalam hubungan yang sah. Sang wanita telah bersuami sedangkan sang pria tidak pernah benar-benar menjalin hubungan serius dengan wanita. Pria berotot itu hanya memanfaatkan para wanita sebagai pemuas sek* semata.“Rav, faster!!” imbuh sang wanita dengan menjambak rambut sang pria ketika ia berada di bawah kungkungan sang pria.“Okay, Baby!!!” jawab sang pria dengan senang hati mengabulkan permintaam sang wanita.Akhirnya ke duanya tumbang setelah mengejar puncak kenikmatan dunia sesaat itu.Sang pria langsung berguling dan berbaring di samping wanita berambut pirang yang ditidurinya. Tangannya terulur mengusai rambutnya yang bersimbah keringat.“Thanks,” serunya mengecup pipi kanan wanita di sampingnya.Wanita itu hanya bergum
“Mala, Sayang,” imbuh Aldino tiba-tiba mencemaskan istrinya. “Apa kau baik-baik saja?”Aldino menjadi teringat istrinya. Semoga istrinya berada dalam kondisi baik.Usai bermonolog, pria bertubuh besar itu buru-buru merapikan pecahan bekas vas bunga dan membuangnya ke dalam tong sampah.Tak lama kemudian ia merasa pusing dan merasa mual kembali. Padahal selama perjalanan perutnya dalam kondisi baik-baik saja.Gegas, pria besar itu memuntahkan seluruh isi lambungnya di wastafel kamar itu hingga yang tersisa hanyalah air yang terasa pahit. Perutnya sudah benar-benar kosong.“Pak, Anda butuh obat?” tanya Jimmy yang kebetulan memasuki kamar yang dihuni Aldino-kedatangannya untuk mengecek pria itu. Dan, pintunya tidak dikunci. Ia diminta Mr Bon untuk menjaga tuan muda Waluyo.“Sorry, Pak, aku masuk tanpa ijin.”Jimmy berkata sembari mendekati Aldino. Ia mengecek Aldino.Melihat Aldino yang tengah muntah, Jimmy langsung kembali ke kamarnya dan membawa kotak obat.“Pak, ini ada obat. Sepertin
Di bawah komando Anton, Aldino dan tim bergerak mengikuti arahannya. Kini mereka sudah berada di sebuah mansion yang terletak di balik hutan rawa yang sepi. Mereka menyebar dan menyerbu ke beberapa titik untuk menaklukan barikade pengawal yang berada di sana. Mansion milik Ravenscroft berdiri kokoh bagaikan istana buckingham Palace namun di tempat terpencil.Yang pasti halaman mansion itu dikelilingi oleh tanaman pagar boxwood yang berbentuk labirin sehingga menyulitkan siapapun yang melewatinya kecuali sang empunya mansion.“One, two, three! Let’s go!!” imbuh Anton pada anak buahnya. Pria itu meminta anak buahnya menyebar ke berbagai arah.Mereka tidak melumpuhkan security system sebab system yang mereka gunakan canggih. Salah satu cara yang mereka lakukan ialah dengan menaklukan satu per satu orang Ravenscroft dan menyamar jadi bagian dari mereka agar bisa masuk ke dalam mansion yang sangat luas itu.Beberapa berhasil menaklukan sayap barat. Sementara itu Aldino bersama Jimmy dan d
“Pak Al, sudah-sudah. Kau bisa melukai dirimu.”Jimmy memeluk punggung pria itu yang terus menerus memukul tembok sebuah bangunan. Jari jemarinya terluka dan berdarah selain lengannya yang berdarah akibat peluru yang melintas.Aksi penyelamatan istrinya tak sesuai harapan. Aldino frustrasi karena tak bisa menemukan istrinya di mansion itu. Padahal ia sudah berada di sana.Jimmy memberi kode pada kawannya yang lain, meminta bantuan pada kawan lainnya agar menahan Aldino yang tengah mengamuk.“Pak Al, hentikan!! Kita akan mencari istri Bapak lagi!” imbuh Anton yang baru saja membantu mengobati kawan lainnya yang tertembak. Tak mungkin mereka pergi ke rumah sakit karena pasti mereka akan ditangkap.Nafas Aldino memburu dengan dada yang terasa sesak. Seakan ada bara api yang bersemayam dalam dadanya. Sungguh, ia merasa menjadi manusia tak berguna karena kalah cepat. Tak berselang lama pasukan Ravenscroft ditaklukan, Ravenscroft sudah keburu pergi meninggalkan mansion dengan menggunakan he
“P-Pak …” imbuh Malati dengan perasaan penuh haru. “Sudah, Sayang!! Semua sudah berlalu!! Kita akan pulang!”Aldino merenggangkan pelukannya. Ia membingkai wajah istrinya yang pucat dengan mata yang sembab.Diciumlah kening lalu ke dua pipi istrinya bergantian. Lantas turun melumat bibir istrinya sebentar. Ia memeluk lagi istrinya erat. Tak ingin kehilangannya lagi. Tak boleh … Pria besar itu bisa gila karena kehilangan istrinya.“Sayang, apa mereka melakukan sesuatu yang buruk padamu?” telisik Aldino menyingkirkan helaian rambut yang berantakan pada wajah istrinya.Malati menggeleng pelan. “A-aku gak tau kalo Pak Al-dino tidak datang, mungkin mereka sudah mmphhh ….” imbuh Malati dengan tergeragap karena ia berbicara sembari menangis pilu.Aldino memandangi istrinya lekat. Ingin sekali ia bertanya padanya apakah Ravenscroft melakukan sesuatu padanya mengingat menurut pelayan Malati hamil sedangkan pria itu ingin menghabisi janin dalam kandungannya. Aldino salah paham ketika mengira