Neo tidak berani masuk ke kamar. Setelah menceraikan Naya, dia tidak tahu harus bereaksi apa dan bertindak bagaimana. Sedari tadi, pria sipit itu hanya duduk termenung di ruang tengah.Arya dan Abia yang menyadari masalah putranya, hanya memperhatikan sambil sesekali menggeleng tidak habis pikir. Neo jelas saja sudah mencintai Naya. Hanya saja, entah tidak sadar atau memang tidak ingin mengkhianati Nara, dia jadi mengambil keputusan ini. "Neo, coba panggil Naya ke bawah! Kita makan malam bersama," titah Abia dari arah dapur yang kontan membuat pria sipit itu menoleh kikuk."Biya saja yang panggil, aku ... a-aku malu bertemu dengannya," sahut Neo yang dibalas Abia dengan helaan napas berat.Sangat tidak mengerti dengan jalan pikir putranya sendiri. Tadi, dia bahkan berpikir Neo akan mempertahankan Naya dan memilih untuk melepaskan Nara. Mengingat sikap pria sipit itu akhir-akhir ini yang begitu manis pada sang istri."Yasudah, biar Biya saja yang panggil," sahut Abia mengalah sebelum
Neo duduk dengan gelisah di sofa ruang tamu kediaman Lazuardi, ayah mertuanya sendiri. Nara masih duduk di sampingnya, mereka menikmati cemilan dan menonton TV bersama.Namun, hal yang membuatnya gelisah setengah mati adalah Naya. Tadi, setelah memergoki Nara dan Neo berpelukan, perempuan itu segera pergi. Neo sudah ingin mengejarnya, tapi Nara menahan dan mengancam tidak akan mau menemuinya lagi jika Neo pergi.Pada akhirnya, pria sipit itu memilih bertahan di sini. Menemani Nara yang bersikap biasa seolah tidak membuat kakaknya murka."Kau ... tidak apa-apa jika Naya marah?" tanya Neo hati-hati. Takut menyinggung perempuan itu.Sebab, meski sebenarnya Naya lah yang seolah mengkhianati dan merebut Neo darinya, tetap saja sekarang Neo dan Naya sudah menikah. Tidak sepantasnya Nara dan Neo masih berhubungan di belakang kakaknya begini.Perempuan itu bahkan lebih takut kehilangan Neo daripada kakaknya sendiri."Kalau aku ... jujur saja tidak. Aku terlalu mencintaimu, aku tidak bisa mele
Begitu kembali ke ruang tengah, Neo sudah tidak mendapati Naya di sana. Televisi di sana bahkan sudah dimatikan, membuat pria sipit itu mengernyit heran."Kemana perempuan labil itu? Cepat sekali dia menghilang," gumam Neo sambil memperhatikan sekeliling ruang tengah yang sepi.Abia dan Arya juga entah pergi ke mana. Sepertinya, kedua pasangan suami istri kadaluwarsa itu sedang berkencan untuk merayakan masa pensiun sang ayah."Terserah lah, aku makan dulu saja," monolog Neo sambil mulai makan dengan lahap. Sekarang, Neo bahkan bingung dengan dirinya sendiri. Dia jadi kecanduan dengan masakan buatan sang istri. Saat kemarin dia pergi saja, Neo malas kembali ke rumah karena tidak ada Naya yang memasak untuknya."Apa sebaiknya nanti setelah kami bercerai, aku mengangkatnya menjadi pembantu?" tanya pria itu lagi pada dirinya sendiri. Dia sudah merasa cocok dengan masakan dan pelayanan Naya untuknya meski pernikahan mereka tidak jelas begini."Eh, tapi ... mana mungkin dia mau menjadi pe
"Kau marah?" Neo bertanya begitu mereka sampai di rumah dan Naya masih tetap bungkam tanpa berniat mengeluarkan suara lagi.Perempuan itu sudah tidak berbicara lagi sejak menanyakan handuk yang sangat jelas sekali Neo sembunyikan dari Naya. Perempuan itu pasti menyadari bahwa Neo berbohong dan saat ini sedang curiga."M-maaf. Aku berbohong," ucap Neo akhirnya mengaku membuat Naya menoleh padanya dengan raut serius."Tadi aku mengantar sekretaris pribadiku terlebih dahulu. Kau tahu sedang hujan, kan? Jadi dia tidak bisa memesan taksi. Aku juga menemuinya di jalan tadi, makanya rambutnya basah. Jadi aku meminjamkannya handuk," jelas Neo panjang lebar seolah terdengar meyakinkan.Naya yang memang mudah percaya akhirnya mengangguk meski masih sedikit tidak yakin. Tapi, melihat dari cara Neo menjelaskannya saja, Naya mencoba untuk meyakinkan diri."Tapi ... kenapa kau menyembunyikannya dariku? Seolah kau sedang selingkuh dengan sekretaris barumu saja. Memangnya dia secantik itu?" Naya bert
Hari ini, adalah hari di mana Neo secara resmi diangkat menjadi CEO Star Group. Sebelumnya, banyak yang menentang Neo menjadi CEO pengganti Arya meski Neo adalah putra dari pria itu. Syarat menjadi CEO di sana, setidaknya memiliki saham Star Group lebih dari 15%. Beruntungnya, entah kebetulan atau memang istrinya yang pintar, Neo membeli 25% saham tepat beberapa hari sebelum rapat para komisaris diadakan.Dengan uang Naya juga sedikit bantuan sang Ayah, Neo mendapatkan semuanya. Benar kata Naya. Suatu hari dia pasti akan memerlukan uang tersebut. Orang-orang yang sebelumnya meremehkan Neo pun sudah tidak berani bersuara. Tidak ada lagi yang berani mengganggu Neo di kantor.Sebab, hanya orang kurang waras yang mengusik atasan mereka sendiri. Terbukti seperti saat ini."Sialan! Ternyata Neo benar-benar menjadi CEO pada akhirnya. Kupikir Pak Arya memecatnya karena memang tidak bisa melihat kemampuan putranya yang bermental gembel itu." Seorang karyawan yang tengah merokok di rooftop ka
Pagi ini, Abia menyadari ada yang salah dari putra dan menantunya. Kedua makhluk itu jelas sekali terlihat saling menghindari. Neo yang biasanya terus mengomentari tindak tanduk sang istri, bahkan hanya diam sambil menikmati sarapannya tanpa berbicara apa pun."Kalian kenapa?" Arya bertanya to the point. Seolah mewakili isi hati istrinya."Hah? Kenapa apanya?" Neo bertanya kikuk.Pria sipit itu melirik sejenak pada istrinya yang fokus makan sambil menunduk dalam. Tapi, begitu perempuan itu balik mendongak, Neo segera mengalihkan pandangan."Oh, sudah malam pertama, ya?" Arya menyimpulkan tanpa filter begitu melihat sikap malu-malu sepasang suami istri itu."BUKAN BEGITU!" teriak keduanya kompak sambil memandang Arya panik.Dilihat dari cara mereka menyanggah saja, Abia dan Arya mengerti bahwa itu memang benar. Mereka tentu saja pernah muda, jadi tahu apa yang terjadi pada pengantin baru yang bertingkah begini."Wah, apa sekarang kalian sudah bisa saling menerima?" tanya Abia antusias