Share

Keputusan Besar

Penulis: Writergaje23_
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-12 14:34:04

"Daddy!"

Arya mendelik terkejut begitu mendapati Neo berdiri di ambang pintu kamarnya. Kontan, pria jangkung itu menaruh telunjuk di depan bibir---kode agar bocah sipit itu diam.

"Kenapa Daddy tidak kembali ke kamarku?!" Neo malah berteriak semakin kencang.

Arya yang takut Abia terbangun oleh teriakan sang putra, segera berlari dan menyeret Neo keluar. Setelah menutup pintu dengan pelan dan hati-hati, pria itu menyorot putranya tajam.

"Daddy kan sudah menyuruhmu tidur. Kenapa kau ke sini? Lalu apa maksudmu berteriak seperti tadi? Bibi Abia sedang tidur, jangan sampai kau mengganggu istirahatnya!" tegur Arya tegas.

"Daddy marah padaku?" tanya bocah sipit itu malah hampir menangis.

Arya mengusap wajahnya frustasi. "Bukan begitu, Neo! Kau---"

"Daddy sudah tidak menyayangiku lagi? Apa dia akan jadi mama tiriku?" tanya Neo menyela ucapan Arya.

Mengabaikan pertanyaan putranya, Arya segera mengangkat tubuh Neo kemudian menggendongnya menuju kamar.

"Aku tidak mau mama tiri! Di film yang kutonton, mereka hanya baik di depan tapi jahat di belakang." Neo terus mengoceh saat Arya membaringkannya di ranjang bocah itu.

"Tidurlah, Neo! Besok kau harus sekolah," tegur Arya tidak ingin menggubris ucapan putranya.

"Aku tidak mau mama tiri, Daddy! Aku akan membenci Bibi Abia jika dia menikah dengan Daddy!" teriak Neo masih bersikeras dengan pendiriannya.

"Tidurlah, Bintang Neo Prasaja!" Mendengar nada menyeramkan Ayahnya, Neo akhirnya memejamkan mata.

Tidak butuh waktu lama untuk mendapati bocah sipit itu akhirnya benar-benar terlelap. Arya menghela napas kasar.

Andai saja putranya tahu. Jika tidak bertemu Abia 7 tahun lalu, mungkin Neo tidak akan pernah ada sampai hari ini.

***

Begitu bangun pagi ini, Abia mendapati seorang bocah sipit berdiri di sisi ranjangnya. Abia yakin dia adalah bocah dalam figura foto yang selalu terpajang rapi pada ruangan Arya di kantor.

Dia pasti Bintang Neo Prasaja. Putra seorang Arya Januar Malik yang entah mendapat marga dari mana.

"Bibi!" panggilnya nyaris seperti teriakan.

Abia bangkit duduk sambil mengucek mata.

"Kau Neo, ya? Hai!" sapa Abia ramah sambil hendak mengusap gemas puncak kepala bocah itu.

Tetapi, Neo menepisnya keras.

"Argh!" Abia meringis.

Luka bekas injakan Ayahnya masih terasa jelas. Jangankan ditepis sekeras itu, disentuh saja rasanya sangat nyeri.

"Neo!" Teriakan dari ambang pintu mengalihkan atensi keduanya.

"Kenapa kau memukul Bibi Abia?! Dia sedang sakit!" bentak Arya pada putranya marah.

"Eh, maaf, Pak. Tadi saya yang lancang asal menyentuh dia. Tolong jangan marahi Neo," sela Abia panik.

"Kau diam saja! Dia putraku, aku berhak memarahinya," balas Arya tajam.

Abia mengangguk kikuk. Membiarkan saja kali ini Arya mulai mengomeli bocah sipit itu lagi.

"Apa Daddy pernah mengajarimu untuk berbuat kasar apalagi memukuli orang lain?! Apa Daddy pernah menyuruhmu bersikap tidak sopan terutama kepada orang yang lebih tua?!" Arya bertanya setengah membentak.

Neo menggeleng sambil menunduk dalam. Abia dapat melihat mata bocah 7 tahun itu tampak berkaca-kaca. Dia jadi merasa bersalah sekarang.

"JAWAB DADDY, NEO!" Bahkan, Abia juga ikut terlonjak kaget mendengar bentakan sang atasan.

"Aku benci Bibi Abia!" teriak Neo sebelum kemudian berlari keluar kamar.

Abia memandangi kepergian bocah itu dengan perasaan diliputi sesal. Andai saja dia tidak berniat menyentuh kepala Neo tadi. Pasti dia tidak akan dimarahi separah ini.

"Pak Arya seharusnya tidak memarahinya sekasar itu. Dia hanya anak kecil," tegur Abia sambil menunduk takut. Tidak berani menatap wajah CEO Star Group tersebut.

"Tadi memang saya yang salah. Saya yang tiba-tiba ingin memegang kepalanya," sambung Abia jujur.

"Kuambilkan sarapan dulu," ucap Arya sambil berbalik dan berlalu dari kamar.

Beberapa saat kemudian, pria jangkung itu kembali dengan senampan berisi obat, nasi beserta lauk, juga segelas air. Abia jadi semakin merasa tidak enak menyadari pria yang bergelar bosnya di kantor itu malah melayaninya.

"Saya benar-benar merasa tidak enak. Bapak seharusnya tidak melayani saya seperti ini," ungkap Abia begitu Arya meletakkan nampan itu di atas nakas.

"Kau kan memang merepotkan. Jadi jangan terlalu dipikirkan." Entah itu bentuk kalimat menenangkan atau kejam, pikir Abia.

"Kalau begitu, apa Pak Arya bisa mengantar saya pulang setelah ini? Saya tidak mau lebih merepotkan lagi. Atau kalau tidak bisa, tolong beri saya ongkos taksi setidaknya sampai kontrakan saya. Ponsel saya hilang," pinta Abia mencoba menahan malu.

Arya berdecak kesal. Dia sudah berusaha bersikap baik. Tapi sepertinya, Abia memang lebih senang dikasari.

"Jika ingin cepat pulang, sembuhlah terlebih dahulu. Aku akan membiarkanmu pulang jika kondisimu sudah benar-benar baik," sahut Arya sambil meraih piring berisi nasi dan lauk.

"Jadi sekarang makanlah! Kau ingin cepat sembuh, kan? Atau kau memang senang berlama-lama di sini?" tanya Arya sambil menyodorkan sesendok nasi ke depan mulut Abia.

"S-saya bisa makan sendiri, Pak. Tidak perlu disuapi," tolak Abia canggung.

"Apa susahnya memakan ini?! Kau seharusnya beruntung seorang bos sepertiku mau menyuapi pegawainya!" Arya menggeram tidak sabar.

Abia mengangguk sebelum kemudian melahap sesendok nasi yang disodorkan Arya. Anehnya, saat mengunyah makanan itu, bayangan saat Arya menolongnya malah melintas di benak.

Makan dengan disuapi begini entah kenapa juga membuat perasaannya menghangat. Belum pernah ada yang merawat Abia sebaik ini. Sungguh.

Biasanya, dulu saat mengadu sakit pada Bisma, sang ayah malah semakin memukulinya. Dia bilang Abia hanya mencari alasan untuk tidak bekerja.

"Kenapa kau menangis?!" panik Arya begitu mendapati satu-persatu cairan bening jatuh di pipi tirus perempuan itu.

Abia yang tersadar dari lamunannya hanya menggeleng. Tidak tahu harus menjelasakan perasaannya bagaimana.

"Apa tubuhmu sakit lagi? Atau makanannya terlalu pedas? Perlu kupanggilkan dokter?" Pertanyaan beruntun Arya justru semakin membuat Abia menangis lebih keras.

Abia tidak tahu bahwa Arya bisa bersikap sepeduli ini. Bosnya yang sebelumnya paling dia benci, mulai bersikap manusiawi.

"Jangan diam saja! Aku bingung harus melakukan apa," geram Arya antara panik sekaligus kesal.

"Ma-af. Saya ... s-saya hanya tidak terbiasa diperlakukan begini. Pak Arya terlalu baik," jelas perempuan itu jujur.

Arya menghela napas lega. "Dasar cengeng! Setidaknya menangislah hanya saat kau bersedih! Kau membuatku bingung sekaligus khawatir," cerca Arya.

Abia mengangguk patuh.

"Aku memang baik. Tapi ... jangan pernah lupa soal ganti rugimu," ucap Arya malah mengingatkan Abia pada hal yang membebaninya beberapa waktu belakangan.

"Tapi, Pak, saya tidak punya uang sebanyak itu. Tapi saya juga tidak mau dipenjara!" ucap Abia panik.

"Jadi?" tanya Arya sambil menaikkan sebelah alisnya dengan senyum miring.

"Saya bersedia menikah dengan Pak Arya. Dengan syarat, pernikahan kita dirahasiakan dari rekan-rekan sekantor. Selain untuk melunasi ganti rugi, saya juga ingin membalas budi," jawab Abia yakin. "Pak Arya sudah menyelamatkan hidup saya kemarin," sambung perempuan itu.

"Pilihan yang tepat," timpal Arya sambil tersenyum.

Semoga saja, Abia tidak menyesali keputusan besarnya kali ini. Menikah dengan Arya ... tidak seburuk itu, kan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   90. Semoga Saja Bisa

    "Kenapa kau menelepon?" tanya Naya sambil menempelkan ponsel di telinganya. Malam ini, dia baru saja tiba di rumah. Naya pikir, setelah lepas dari pelatnas (tidak menjadi atlet maupun pelatih lagi), jadwalnya akan sedikit senggang. Namun, sepertinya Naya memang menerima terlalu banyak kerja sama.Sejak memutuskan untuk fokus pada dunia entertaiment dan muncul kembali setelah sebulan lebih menghilang, Naya terkejut menyadari popularitasnya yang kian melesat. Naya tidak tahu kenapa, padahal dia merasa tidak sepantas itu untuk disukai sebanyak itu.Jadi, agar tidak mengecewakan para penggemarnya, Naya mencoba untuk melakukan yang terbaik dan lebih bekerja keras."Kau sudah pulang?" tanya Neo dari seberang sana yang dibalas Naya dengan deheman.Sambil menghempaskan tubuhnya di ranjangnya yang sudah ia rindukan, Naya memijat pangkal hidungnya guna meredakan pening. Semalam, dia benar-benar hanya tidur satu jam. Lalu hari ini dia pulang pukul 11 malam nyaris 12 tepat."Kau sudah makan?" Su

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   89. Selamat Ulangtahun

    "Kau serius tidak apa-apa jika media datang meliput?" Neo bertanya serius begitu Naya masuk ke mobil. Naya tersenyum menenangkan sambil menggangguk penuh yakin. "Memangnya kenapa? Aku juga sering membuat konten selama di pelatnas, kan? Kenapa sekarang mereka tidak boleh meliput?" jawab perempuan itu cepat.Neo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tapi kan ... ini berbeda. Ini pertama kalinya kau muncul di publik lagi setelah sebulan lebih menghilang," sahut pria sipit itu yang membuat Naya lagi-lagi tersenyum."Jangan terlalu mengkhawatirkanku. Aku sudah baik-baik saja, sangattt baik. Sungguh!" pungkas Naya yang akhirnya mau tidak mau dipercayai saja oleh Neo."Omong-omong ... kau sudah membeli hadiah ulang tahunnya?" tanya Naya antusias yang dibalas Neo dengan kernyitan tidak mengerti."Maksudmu bagaimana? Siapa yang akan menerima hadiahnya?" tanya pria sipit itu balik.Ya, ini hari ulangtahun Bagas. Adhitama Bagaskara, orang yang sebulan lalu masih sempat mengolesi Naya krim per

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   88. Itu Bisa Saja

    "Sudah bangun?" Pertanyaan bernada lembut itu membuat Naya yang baru bangun tengah malam ini mengernyit bingung."Kau di sini? Sejak kapan?" tanya perempuan itu dengan suara serak dan paraunya.Neo mengusap rambut Naya lembut sambil mengangguk. "Sejak tadi sore, aku menunggu sampai kau bangun baru pulang." Naya terdiam sejenak. Siapa yang memberitahu Neo kalau dia ada di sini? Padahal, dia sudah meminta Abia dan Arya merahasiakannya."Kenapa? Kau tidak ingin aku ada di sini? Kalau begitu aku pergi saja. Lagipula kau sudah bangun, aku lega jika sudah melihatmu." Ucapan Neo seketika membuat Naya mendelik panik.Apalagi begitu Neo benar-benar bangkit berdiri dan berbalik hendak pergi, Naya dengan susah payah mencoba bangkit duduk. Namun, karena nyeri hebat di kepala juga tubuhnya yang terasa remuk redam, perempuan itu meringis kesakitan."Akkhh ... sssh .... " rintih perempuan itu yang seketika membuat Neo menoleh terkejut dan buru-buru kembali ke posisi semula."KENAPA KAU BANGUN?!" b

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   87. Jangan Seperti Tama

    Sejak menemuinya ke rumah sakit di hari kecelakaan, Neo tidak pernah lagi bertemu Naya hingga seminggu lamanya. Perempuan itu tidak bisa dihubungi, apalagi bisa ditemui. Terlebih Neo dipaksa Abia untuk dirawat setidaknya sampai seminggu di rumah sakit meski ia merasa kondisinya sudah sangat baik."Aku tidak mau tahu, aku akan ke rumah Naya setelah ini." Neo memutuskan final sambil menatap Abia sebal.Abia yang tengah melipat pakaian putranya hanya terkekeh geli. Neo sangat mirip dengan Arya. Caranya mencintai Naya, uring-uringan saat tidak melihat perempuan itu sehari saja, bahkan caranya cemburu mengingatkan Abia pada sang suami."Kenapa kau ingin menemuinya? Mungkin dia merasa terganggu, makanya tidak pernah menghubungimu selama ini." Komentar Abia seketika membuat Neo tertegun.Pria sipit itu menatap sang mama tidak terima. "Bagaimana Biya bisa berkata sekejam itu?" tanya Neo merasa sakit hati."Loh, Biya kejam karena mengatakan kebenaran?" tanya Abia balik.Mendengar itu, Neo sema

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   86. Aku Sangat Takut

    "Neo di mana?" Arya dan Abia menatap terkejut perempuan dengan wajah pucat sekaligus panik di depan mereka. Dengan cepat, Abia menariknya untuk segera duduk di kursi besi depan ruan IGD."Neo di mana, Bunda? Dia bagaimana?" tanya Naya sekali lagi dengan raut kalut.Abia bahkan dapat merasakan tubuh perempuan itu yang gemetaran saat tangan mereka bersentuhan. Dalam hati, perempuan itu meringis."Kenapa kau datang, Sayang? Kata Neo kan kau masih sakit. Lihatlah, wajahmu sangat pucat." Abia malah mengalihkan topik yang tidak ditanggapi lagi oleh Naya. "Neo masih ditangani di IGD. Kau tenanglah dan berdoa semoga dia baik-baik saja," jawab Arya mengerti apa yang ingin perempuan itu dengar. Arya mencoba menenangkan Naya, meski nyatanya dia juga sedang cemas bukan main. Abia yang duduk di samping Naya pun segera memeluk perempuan itu sambil menangis di sana.Abia tidak berbohong jika dia juga sangat khawatir. Tadi, dia mendapat telepon dari seorang polisi lalu lintas yang mungkin menemuka

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   85. Tidak Ingin Sendiri

    "Kau yakin akan pulang hari ini?" Neo bertanya pada Naya yang sedari tadi bersikeras membawa kopernya sendiri di bandara.Naya mengangguk sambil membenarkan letak topi hitam yang bertengger di kepalanya. Hari ini, Naya memang mengenakan kacamata hitam, topi hitam, juga masker hitam dengan pakaian berwarna senada.Bukan tanpa alasan Naya melakukan itu. Ia harus tidak dikenali agar bisa tiba di bandara Indonesia dengan nyaman. Sebab, katanya sudah ada begitu banyak reporter dan fans yang menunggu kepulangannya di sana.Naya sebelumnya heran kenapa mereka melakukan hal tersebut. Tapi, setelahnya ia menyadari dirinya saat ini adalah publik figur, baik di dunia olahraga bahkan entertaiment. Terlebih setelah kasus kematian Bagas yang dirumorkan dekat dengannya mencuat."Nanti saat kita sampai di Indonesia, jangan berjalan bersamaku," peringat Naya tanpa memandang pria sipit di sampingnya."Loh, kenapa?" tanya Neo tidak mengerti."Jelas saja kita bisa dikenali," jawab Naya yang diangguki Neo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status