“Apa maksudmu tidak cukup?” Viona langsung mengangkat alisnya, “Kalian memaksakan kehendak kalian tanpa alasan dan sekarang aku curiga kalian hanya ingin menjebakku. Itu benar, kan?”
Viona merasa jengkel dengan sikap orang kaya seperti ini, 'Apakah menyenangkan membuat orang susah seperti ini?
“Bukan itu maksud kakak saya, Nona. Yang kami maksud adalah, kamu tidak perlu memberikan bukti apa pun. Orang-orang kami telah memeriksa situasi di sekitar area toko dari rekaman CCTV. Sammy adalah orang yang datang ke toko bunga sendirian dan dari cerita keponakan saya, semua yang terjadi sudah sesuai.”
“Jadi, kau dipanggil ke sini karena kakakku benar-benar ingin membalas kebaikanmu. Tolong katakan saja apa yang kau inginkan. Anggap saja ini adalah cara kami berterima kasih, Nona,” jelas Ben.
“Aku akan membayar dengan tubuhku dan kau akan menjadi istriku.” Kata-kata Joe barusan seakan menghentikan detak jantung Viona seketika.
'Apa-apaan ini?! Kau pikir kau siapa, hei!’ Viona langsung mengumpat, tentu saja hanya di dalam hatinya. Wanita itu terbatuk-batuk tersedak ludahnya sendiri.
“Apa aku tidak salah dengar?” Sambil terbatuk-batuk, Viona menoleh ke arah Ben, “Bos, bisakah kau menerjemahkannya untukku?” Ben seolah-olah menjadi mesin yang menerjemahkan bahasa tubuh saudaranya.
Ben, yang menjadi harapan Viona untuk dapat menjelaskan maksud dari orang asing di depannya ini, malah ikut bergabung.
“Joe, bisakah kau menggunakan bahasa manusia saat berbicara? Apa maksudmu tadi? Jangankan dia, aku saja bingung dengan maksudmu.” Ben kehilangan akal sehatnya saat menghadapi kakaknya.
“Apa maksudmu, karena aku menolong anakmu, kamu mau menikah denganku, begitu?” Viona yang tak bisa lagi menahan kekesalannya, mengklarifikasi maksud Joe.
Namun, si pembuat onar itu menjawab dengan santai, “Ya, kau boleh berpikir seperti itu. Jadilah ibu untuk anakku atau aku akan meratakan toko bungamu dengan tanah.”
Seorang pria super kaya, duda tampan dengan satu anak yang kehidupannya jarang terekspos media, yang terkenal dengan sikapnya yang dingin, yang bisa membuat siapa saja yang bertemu dengannya menjadi takut. Sekarang, mudah sekali mengatakan sesuatu yang sangat serius bagi kehidupan seseorang.
“Apa hubungannya dengan toko bunga? Jika kau mengatakan sesuatu tolong yang masuk akal!” Viona memprotes. Bahasanya juga mulai tidak santai terhadap Joe, “Sepertinya aku yang menabrak tepi meja lalu pingsan, tapi kenapa sekarang kau yang sinting?”
“Sepertinya otakku juga sudah bergeser karena kekonyolan kakakku,” Ben menanggapi celotehan Viona.
Joe, yang sedang memperhatikan dua orang konyol di depannya, juga mengerucutkan bibirnya. Menambah keindahan pada ekspresi wajah yang terpahat sempurna.
'Ya ampun, ada apa ini? Kenapa sepertinya ada saja masalah yang suka mengajakku kencan...' keluhnya dalam hati.
Jika kalimat itu keluar dari mulut orang lain, mungkin tidak akan berdampak sedikit pun dan hanya akan dianggap sebagai lelucon murahan oleh Viona. Tapi di sinilah dia, seorang Joe Clayton. Kata-katanya yang ingin menjadikan Viona sebagai istrinya terdengar mengerikan.
Joe Clayton, orang dewasa terkaya di negara ini dengan sesukamul pernikahan tanpa restu yang membuat anaknya menjadi anak haram, ops!
'Anak haram? Benar, bukankah dia punya anak tanpa istri? Dan gosipnya, tidak ada yang tahu siapa ibu Sammy, kan? Tapi Sammy bilang kemarin dia ingin mengunjungi makam ibunya, kan?
Pikiran Viona mengembara ke mana-mana dan kemudian dia punya ide untuk membalas omong kosong pria gila ini. Viona mengatur posisi duduknya agar lebih tenang.
“Maaf jika ini agak sensitif untuk ditanyakan. Tapi kenapa kau ingin aku menjadi istrimu? Sementara itu, tidak ada yang tahu tentang ibunya Sammy, kan? Rumor yang beredar mengatakan bahwa kau tidak pernah terlihat bersama wanita lain. Atau jangan-jangan... kau... gay?” ujar Viona asal-asalan.
“Haha!” Ben tertawa terbahak-bahak hingga ia membungkuk menahan sakit perut. Ekspresi wajah Joe berubah menjadi galak, membuat seluruh ruangan menjadi suram.
Ben yang tak sengaja menoleh ke arah kakaknya, langsung menarik rem untuk berhenti tertawa. “Ahem. Nona, tolong jangan bicara sembarangan. Itu namanya merendahkan harga diri kakakku. Bagaimana ceritanya putra tertua Keluarga Clayton menjadi gay? Apa kau tahu atau pernah melihat kalau kakakku seorang gay?”
Ben kesulitan menahan tawa ketika membela kakaknya, “Kalau kakakku gay, kenapa dia melamarmu untuk menjadi istrinya?” lanjutnya lagi.
“Mana aku tahu. Tapi bisa saja, kan, ceritanya mirip dengan novel-novel yang bisa dibaca secara gratis di ponsel sekarang ini. Ada banyak cerita tentang pasangan gay yang menutupi orientasi dengan menikah. Jadi, perempuan itu hanya dijadikan pengalihan perhatian publik.” Viona tidak merasa bersalah.
Ben tertawa lagi sampai terbatuk-batuk, “Maaf, Joe, aku tidak bisa membantumu kali ini. Wanita ini terlalu berani.” katanya sambil tertawa. Ia juga menepuk pundak Joe berkali-kali karena saking geli.
“Bisakah kau keluar dulu?” kata Joe dengan dingin sambil melirik Viona dengan tatapan tajamnya.
Ben langsung tersedak ludahnya sendiri saat melihat kakaknya berdiri, “Joe, kau mau apa? Jangan kelewatan!” Ben bertanya dengan cemas saat melihat ekspresi kakaknya yang seolah-olah hendak memakan Viona.
Sambil membuka kancing kemeja di pergelangan tangannya, Joe menyeringai tepat di depan wajah Viona, “Aku tidak melakukan hal bodoh. Aku cuma mau menunjukkan orientasi seksualku pada wanita pintar ini. Tidak ada yang salah dengan hal itu, kan?”
Viona langsung membelalakkan matanya, dan pikirannya langsung beralih untuk menghindari Joe, dengan gesit Viona bergerak ke samping dan segera berdiri di belakang Ben, seolah-olah meminta bantuan.
“Salah! Apa yang kamu lakukan itu salah!” Viona memarahi Joe dari belakang Ben yang menunjukkan ekspresi yang benar-benar salah, “Dua kali. Kau melakukan hal yang salah padaku dua kali, ya,”
“Kemarin kau menghinaku, dan sekarang kau mau mengolok-olokku. Apa maksudmu, ha?”
“Jangan berpikir karena kau kaya, kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Aku membantu anakmu dengan sangat tulus dan semuanya impas. Lihat sekarang, kau benar-benar berpura-pura ingin menjadikan aku sebagai istrimu. Apa kau pikir aku benar-benar mudah dibodohi?”
“Lagipula, jika dugaanku tentangmu seorang gay salah, itu bukan apa-apa, maafkan saja aku. Hidup tidak rumit bagi orang kaya!” Viona lebih berani dan mengejek Joe.
“Wow! Ah, Nona. Berhentilah membuat kakakku semakin gila. Nanti, bukan hanya kau yang akan kena masalah, aku juga!” Ben memberi peringatan, mencoba membuat Viona diam dan berhenti bersembunyi di belakangnya.
“Ben, minggir.”
“Jangan, Bos!”
Joe dan Viona sama-sama bersikeras mengatur Ben.
“Ya ampun, sudah cukup. Ini wawancara apa namanya?” kata Ben merasa terganggu.
“Ya, itu benar. Wawancara apa ini? Ini jebakan untukku.” kata Viona lagi, kali ini dengan menyilangkan tangannya di dada, ”Aku lelah. Berhentilah bermain-main!” Salah satu tangannya diarahkan ke Joe, yang kini bergantian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya sambil menatap Viona dengan tajam.
Dengan langkah hati-hati, Viona perlahan meraih tas kecilnya yang terletak di atas meja di dekatnya, “Maaf semuanya, sepertinya aku hanya membuang-buang waktu di sini. Aku harus pergi,” katanya sambil berjalan dengan cepat.
“Apa aku sudah memberikan izin kepadamu untuk pergi?” Suara Joe terdengar kasar. Ben dan Viona terkejut.
‘Mati kau, Viona. Pria gila itu benar-benar marah.’ kata Viona dalam hati, lalu mengalihkan pkamungannya kepada Ben dengan wajah memelas, seakan-akan mengisyaratkan, 'Tolong aku, bos kecil. Tolong jauhkan aku dari kakakmu yang bodoh itu!” dari gerakan bibirnya.
“Joe, itu sudah cukup. Bagaimana kau bisa membuatnya seperti ini, ya?” Ben memberanikan diri, mendekati Joe, dan memegang dada kakaknya, “Kau harus tenang, bro.”
Bukannya menjawab, Joe tiba-tiba mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan benda datar itu ke arah Viona. “Tolong buatkan video pendek untuk anakku. Dia marah karena aku membuatmu kabur dan belum sempat berbicara dengannya kemarin. Tolong jangan membuatku menjadi Papa yang buruk di mata anakku.”
“Cuma itu?”
Joe mengangguk, “Ya, itu saja.”
‘Aku pikir aku akan diperkaos di sini, haha!’ Viona bahkan merasa ngeri membayangkan sesuatu yang salah tentang Joe, tapi nyatanya memang salah. Perilaku Joe terlalu ambigu untuk menyalahartikan niat duda tampan itu.
Viona mengambil ponsel Joe dan langsung membuat video singkat menyapa Sammy. Setelah itu, ia pamit dan pergi dengan cepat ketika perhatian Joe sedang tertuju pada adiknya. Wanita cantik itu mendapat kesempatan untuk kabur dari sana, meninggalkan kedua kakak beradik yang kaya raya itu di sana.
"Maaf, aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan yang menurutku bersifat pribadi. Dan lagi, kurasa sikapmu salah, Tuan,""Walau aku tidak mengenalmu ataupun tahu seberapa akrabnya hubunganmu dengan Wakil Presdir, tapi kau tidak dibenarkan untuk duduk di kursinya. Silahkan turun dari sana dan duduklah bersamaku di sofa,"Sikap Milea yang berani membuat Ben menyunggingkan senyumnya, meski kebodohan Milea sangat fatal kali ini. Ia melakukan kesalahan terbesar dengan tidak mengenali atasannya sendiri.Ben hanya tersenyum mengikuti perintah Milea yang sudah memasuki peran sebagai sekretaris Wakil Presdir yang baik. Ben bangkit dari kursi kebesarannya dan berjalan mendekati Milea yang lebih dulu duduk di sofa, tempat duduknya semula.Tapi langkah Ben terlihat aneh karena saat ini bukannya ia seharusnya berjalan ke sofa di seberang Milea, tapi Ben malah terlihat mendekati Milea dan mengurung Milea hingga tersudut bersandarkan kepala sofa dengan tidak nyaman."Untuk nyali seorang
"Kau Milea?" Dita bertanya dengan sedikit bingung saat melihat dengan langsung penampilan Milea saat ini.Benar saja, Milea memang terlihat seperti pria. Ya, pria yang cantik."Ya, benar. Namaku Milea Anandita. Aku yang melamar pekerjaan di perusahaan ini, Nona." jawab Milea panjang."Apa penampilanmu memang seperti ini sehari-hari?" Dita bertanya bingung."Hmm, tergantung, Nona. Aku bisa jadi apa saja sesuai kebutuhan, hehe." jawab Milea setengah tertawa, "Tapi, walau penampilanku aneh seperti ini, percayalah, aku bisa menjalankan tugas sekretaris dengan baik. Dan aku yakin bisa membantu meringankan tugas Wakil Presdir dengan pengalaman bekerjaku, Nona." sambung Milea yakin."Hmm, boleh juga. Baiklah, kurasa aku menyukaimu dan setuju agar kau menjadi sekretaris Wakil Presdir. Tapi—,” ucap Dita setengah menggantung."Kau seorang wanita. Meskipun saat ini kau berpenampilan sebagai pria, di masa depan siapa yang akan tahu apakah kau akan mengubah penampilanmu dan malah berbalik menggoda
Kantor pusat The Eye God Tower…"Cory, bagaimana dengan penerimaan sekretaris baru yang kuajukan padamu? Apa kau sudah mulai menjalankan perintahku?" tanya Dita pada sahabatnya Cory yang merupakan Manajer Departemen HRD di Eye God Tower."Sudah. Tenang saja. Aku tidak mungkin mengecewakanmu, Dita." jawab Cory santai, "Tapi, aku tidak yakin kau akan menerima wanita-wanita yang melamar ke kantor hari ini." lanjut Cory ragu."Why not? Apa ada yang salah dengan persyaratanku?" tanya Dita bingung."Hmm, entahlah. Aku tidak yakin. Silahkan kau lihat sendiri data-data pemohon pekerjaan itu. Duduklah dulu di sofa, aku akan memanggil bawahanku untuk membawa data mereka," ucap Cory seraya mempersilahkan Dita menunggu dengan santai."Apa ada yang aneh? Sepertinya persyaratan mencari sekretaris handal untuk Direktur sudah cukup standart,” Dita masih bingung."Bukan itu masalahnya. Tunggulah sebentar lagi, kau akan tahu apa yang kumaksud saat ini." ucap Cory.Beberapa menit kemudian, sekretaris Co
Kelahiran si kembar Sophia dan Sean membuat kebahagiaan keluarga Clayton menjadi lebih sempurna. Baik Angie dan bayinya, ketiganya dipulangkan dari rumah sakit dengan keadaan sehat dan bugar.Pasca Angie melahirkan secara Caesar, Joe tentu saja memerlukan banyak waktu luang di rumah untuk membantu istrinya menjaga ketiga anak mereka, karena tidak mungkin Nyonya Neta atau Tuan Royce yang terus berada di rumah mereka.Meskipun mempekerjakan Nanny, tapi Angie dan Joe berusaha memberikan waktu full untuk anak-anak mereka.Dan sudah pasti jika ceritanya seperti itu, maka ada Ben yang menjadi tumbal perusahaan. Tidak main-main, bahkan itu sampai menginjak 6 bulan. Hahaha…Sementara itu, malam hari di kantor The Eye God Tower."Sayang. Cepatlah selesaikan pekerjaanmu! Ini sudah terlalu malam." rengek seorang wanita seksi bernama Dita.Dita Sagala, itulah nama lengkap dari wanita cantik di hadapan Ben yang sudah terlihat bosan menunggu sang pacar.Faktanya, Dita adalah wanita baik dan dari ke
"Angie, kau tidak apa-apa, kan? Bagaimana perasaanmu? Kau butuh sesuatu?” Tanya Ben beruntun pada Angie.Kini Angie sudah berada di ruangan rawat. Sementara si kembar masih di ruang perawat untuk dibersihkan.“I’m OK, Ben,”“Ada yang sakit tidak? Perlu kupanggilkan dokter?” Kini ia bertanya khawatir. Raut wajah pucat kakak iparnya itu jelas sekali dilihatnya.“Tidak perlu. Terima kasih. Kau terlihat kacau,” jawab Angie sambil tersenyum ringan dan sesekali meringis.Kondisi Angie yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal mengharuskannya menjalani operasi caesar. Tapi semua itu tidka masalah, yang terpenting Angie dan kedua bayinya sehat. Itulah yang sangat penting bagi mereka semua.“Angie, terima kasih untuk semuanya,” Ben berucap lagi, kali ini wajahnya memerah menahan tangis.“Terima kasih untuk apa?”“Terima kasih karena kau datang ke keluarga kami. Membawa cahaya kebahagiaan bagi Sammy dan kakakku, tentu saj aaku juga bahagia melihat keduanya bahagia,” Ben kini menang
Angie berjalan pelan ke arah tangga sejak kehamilannya mendekati bulan kelahiran. Joe memang sengaja mengganti kamar mereka ke lantai satu, alasannya tentu saja agar Angie tidak harus bolak-balik naik turun tangga.Angie mendongak ke atas. Ini adalah hari minggu Sammy dan Ben sepertinya belum bangun, terbukti mereka yang belum turun ke bawah sejak tadi.Baru saja Angie hendak naik ke anak tangga pertama, wanita itu tiba-tiba memegangi perutnya yang terasa sakit.Angie meringis sambil memegang pegangan tangga supaya tidak jatuh. “Ya ampun, Nyonya! Nyonya tidak apa-apa?” tanya seorang asisten rumah tangga yang kebetulan lewat dengan teh di tangannya. Wanita paruh baya itu menaruh tehnya lalu beralih menghampiri Angie lagi. Dia menahan tubuh Angie agar tidak jatuh.“Bibi, sakit sekali,” lirih Angie.“Tuan Joe, Tuan Ben! Lihatlah Nyonya. Nyonya kesakitan!” Teriak asisten rumah tangga tersebut.Joe yang baru saja keluar kamar dan mendengar suara teriakan langsung berjalan terdesak. Sement