Share

3. BAJU COUPLE

Author: Zaidhiya
last update Last Updated: 2024-10-17 01:12:26

Sayangnya, keinginan itu tak tercapai.

Meski demikian, hubungan Salwa dengan Kaif tidak ada perubahan setelah perdebatan tiga bulan yang lalu.

Salwa hanya bicara seperlunya saja, mendadak menjadi perempuan pendiam, padahal itu bukanlah sifatnya yang sebenarnya.

Mereka memang tinggal satu atap, tapi seperti orang asing yang tak pernah saling kenal, kegiatan Salwa setiap harinya mengerjakan pekerjaan rumah, memasak meskipun Kaif tidak pernah menyentuh masakan Salwa.

"Ini siapa yang masak?" tanya Kaif pada pembantu di rumah itu, Bi' Maryam. Yah sesuai permintaan Sofia. Kaif mempekerjakan pembantu di rumahnya.

"Ini masakan nyonya, tuan," jawab Bi' Maryam.

"Singkirkan sampah-sampah ini, dan masak lagi, saya tunggu 15 menit," perintah Kaif.

Salwa yang masih ada di dapur hanya bisa mengusap dada, padahal sudah sering kali ia mendapatkan penolakan, tapi tetap saja ia terus mencoba, dengan harapan tuan Kaif akan luluh.

Salwa perempuan paham akan ilmu agama, itu sebabnya berat baginya untuk angkat tangan dari semua kewajibanya sebagai seorang istri, tak peduli berapa banyak ia harus mendapatkan penolakan, ia tetap melakukan kewajibannya, meskipun itu harus dilakukan secara diam-diam

agar Kaif tak mengetahuinya.

Di sore hari, saat Salwa menyiram bunga-bunga yang ia tanam di depan rumah, Kaif datang.

Salwa merasa heran, tumben dia pulang awal, padahal biasanya kaif akan pulang di atas jam 9 malam.

"Jangan pernah menampakkan diri di hadapanku, ingat itu!"

Ucapan Kaif waktu itu begitu jelas di ingatan Salwa, segera ia beranjak, masuk ke dalam rumah agar kaif tidak melihat keberadaannya.

Salwa tidak ingin memperburuk suasana hati Kaif. Pagi tadi dia sudah marah-marah pada Bi Maryam karena ada masakan Salwa di meja makan.

Salwa duduk di kursi meja hias, melihat pantulan wajahnya di kaca kamar.

"Sampai kapan harus seperti ini, kenapa dia masih mempertahankan aku jika akhirnya aku hanya dijadikan pajangan, melihat wajahku saja dia enggan, lalu kenapa aku harus tetap di sini," ucap Salwa lirih.

Lelah yang Salwa rasakan, mentalnya seakan dipermainkan, harga dirinya seakan tiada artinya bagi pria yang sudah menjadi suaminya itu.

Tok tok tok

"Permisi nyonya, tuan memanggil nyonya di ruang tamu," beritahu Bii' Maryam di balik

pintu kamar Salwa.

"Baik Bi', aku segera ke sana," ucap Salwa.

"Tumben," gumam Salwa.

Salwa lantas menghampiri Kaif yang saat ini sudah duduk di sofa ruang tamu, pria itu terlihat fokus pada ponselnya. Salwa melangkah dengan jantung berdebar, entah kenapa ia merasa gugup.

Sudah lama mereka tidak saling tatap, sejak perdebatan tiga bulan yang lalu. Jika

mereka kebetulan berpas-pasan maka Salwa segera menghindar karena ia tidak ingin memancing amarah Kaif.

"Permisi tuan," sapa Salwa memecah keheningan.

'Ah, seperti orang asing saja, bicaraku formal, tidak menggambarkan jika kami pasangan suami istri,' batin Salwa.

Kaif mengangkat wajahnya, tanpa melihat ke arah Salwa, ia melempar paper bag yang entah apa isinya ke arah Salwa, Salwa yang tidak siap membuat paper bag itu jatuh di lantai.

Bibir Salwa tersenyum miris, miris pada dirinya sendiri.

"Pakai itu untuk malam ini, di rumah mama ada acara," perintah Kaif tanpa melihat ke arah Salwa.

"Acara apa, Tuan?" tanya Salwa mengenyampingkan rasa sesak di dada.

Kaif mulai menata Salwa tajam, seakan ada yang salah dari pertanyaan itu. Dia berdiri dengan tatapan masih tertuju pada Salwa.

Salwa menunduk.

"Kau tak perlu tahu. Yang jelas, jangan coba-coba untuk mengadu pada mama, perhatikan wajahmu saat bertemu dengan keluarga saya, saya tidak mau tahu, kamu harus bersikap seolah-olah kamu bahagia bersama saya," peringat Kaif tak mau dibantah, “satu lagi, jangan pasang wajah memelasmu itu.”

"Baik, tuan, InsyaAllah," ucap Salwa pasrah.

Jam setengah tujuh malam suami istri itu sudah siap untuk pergi ke rumah Sofia, jarak dengan rumah Sofia tidak terlalu jauh, mereka hanya membutuhkan waktu satu jam untuk sampai di sana.

Di sinilah mereka berada, di dalam mobil, sesekali Salwa melirik ke arah Kaif yang sedang fokus menyetir. Salwa akui suaminya itu sangat tampan, apalagi warna kemejanya yang senada dengan warna gamis Salwa.

Ada rasa berbunga-bunga di hati Salwa, ini adalah pakaian couple pertama mereka, meskipun Salwa tidak tahu niatnya tapi ia merasa senang, akhirnya ia bisa memakai pakaian yang Kaif berikan pada Salwa.

Mobil memasuki halaman rumah mewah, bercat putih dengan perpaduan hijau,cantik sekali.

Terlihat rumah itu sudah dipenuhi dengan hiasan yang sangat cantik, dan orang-orang mulai masuk ke dalam sana.

Salwa tidak tahu, sedang ada acara apa di rumah itu, karena suaminya yang sepertinya enggan memberi tahu, miris sekali, Salwa sebagai menantu di keluarga itu malah tidak tahu di rumah mertuanya ada acara apa.

Saat mereka ingin masuk ke dalam rumah, Salwa terkejut dengan sikap Kaif yang tiba-tiba.

Kaif menggenggam tangan Salwa, tubuh Salwa meremang, ia bukan perempuan yang terbiasa bersentuhan fisik dengan lawan jenis.

Salwa tahu Kaif halal menyentuh dirinya atau melakukan hal lebih, tapi Salwa masih belum terbiasa, apalagi selama ini Kaif seperti sangat jijik untuk bersentuhan dengan Salwa.

"Saya melakukan ini karena mama, jangan berharap lebih," bisik Kaif.

Sudah Salwa duga, ia hanya bisa mengangguk pasrah.

"Ini nih yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga." Sofia, mama mertua Salwa menyambut kedatangan anak dan menantunya, terlihat aura kebahagiaan terpancar di wajahnya.

Salwa dan Kaif mencium punggung tangan Sofia.

"Apa kamu sudah sehat, nak?" Sofia mengerutkan kening, sejak kapan dirinya sakit.

"Istriku sudah sehat, Ma," jawab kaif cepat.

Salwa menatap Kaif, dan ia paham sekarang.

"Alhamdulillah, kata Kaif kamu sedang gak enak badan, makannya mama tidak mengatakan padamu jika malam ini ada acara, kalau kamu sampai tahu pasti kamu akan datang jauh-jauh hari dan melakukan banyak pekerjaan,"

"Mama sangat pengertian, tapi lain kali katakan saja Ma, Alhamdulillah aku sudah lebih sehat sekarang, " ucap Salwa.

"Tidak apa, banyak yang membantu mama di sini, kamu cukup diam saja, kamu harus

menjaga kesehatanmu, nak"

Salwa memiliki suami yang susah untuk digapai hatinya, tapi di balik itu ia memiliki mama mertua yang sangat baik, beliau tidak hanya menganggap Salwa sebagai menantunya tapi sebagai putrinya. Lalu bagaimana bisa ia menyerah dalam hubungan ini, sedangkan Mama

mertuanya sangat berharap pada Salwa untuk menjaga putranya yang saat ini sudah menjadi suami Salwa.

"Kaif, sana hampiri calon tunangan Eriana, sedari tadi dia mencarimu," suruh mama Sofia pada Kaif.

"Baik, Ma,"

Kaif beranjak, ternyata malam ini adalah acara pertunangan Eriana. Terlihat dari hiasan dinding dimana di sana tertera nama Eriana dam Halik, calon tunangan Eriana.

Beberapa jam sudah berlalu, acara pertunangan sudah selesai, Salwa menyapu pandangan ke segala arah mencari keberadaan Kaif, dia belum makan malam, dan Salwa ingin mengajaknya makan malam dengan menikmati makanan yang sudah disiapkan.

Salwa melangkah, melewati para tamu, ia masih belum menemukan suaminya, apa dia sudah pulang dan meninggalkan dirinya? Begitulah fikir Salwa.

Tanpa Salwa sadari, ia sudah sampai di samping rumah, di sana ada kolam renang,

langkah Salwa terhenti saat ia mendengar suara yang tak asing di telinganya.

Perempuan itu berdiri di depan kaif, kekecewaan merajai setiap lekukan wajahnya.

"Tega sekali kamu, Kaif. Kamu berjanji menungguku, tapi kamu malah menyakitiku," ucap perempuan itu dengan suara terbata karena rasa sakit yang dirasakan.

Kaif hanya bisa menundukkan kepala, keraguan memenuhi tatapannya. "Maafkan aku. Semua ini bukan pilihan yang kumau. Kamu tahu betul, aku tak tega melihat Mama sedih," jawab Kaif dengan suara lemah. "Tapi aku tidak menginginkan dia," lanjut Kaif, suaranya terdengar begitu lembut.

Salwa menutup mulutnya.

Mengamati sosok Kaif yang yang bicara dengan suara lembut pada perempuan itu, dan juga mengapa Salwa merasakan pedih mendengar pengakuan Kaif? Padahal sudah ia tekankan pada hatinya untuk tidak berharap.

bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nengsi Yuniah
memangnya tugas istri harus seperti pembantu ya dlm Islam masak bersih2 rumah menyiapkan keperluan suami dll?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Rasa Pembantu    4. KEKASIH KAIF

    Salwa bingung harus bereaksi apa, selain memegang dadanya yang terasa perih mendengar tangisan wanita di hadapan Kaif–kian pecah. "Aku tahu sekarang, kamu sudah hidup bersamanya di bawah satu atap, menyentuhnya, membayangkan saja membuatku sangat hancur." Kaif menghela napas. "Aku tidak mencintainya, aku tidak sudi menyentuhnya, kami memang tinggal satu atap, tapi aku tidak melayaninya sebagai seorang istri," jujur Kaif, “perempuan kampung itu bukan seleraku. Aku bahkan tersiksa selalu bersandiwara di depan keluarga jika aku mencintainya. Mimpiku untuk membangun bahtera rumah tangga masih tetap bersamamu bukan dengan dia." Cukup sudah.Dengan nafas tidak beraturan, Salwa menjauh dari tempat itu.Padahal sudah ia tegaskan pada hatinya untuk tidak manja? Untuk tidak terbawa perasaan atas ucapan suaminya? Tapi, malam ini Salwa gagal.Nyatanya Salwa sudah mencintai, Kaif, suami yang tak pernah menginginkannya.Di sinilah Salwa berada, di kamar mandi, ia hidupkan kran air dan menangis

    Last Updated : 2024-10-17
  • Istri Rasa Pembantu    5. Meminta Izin pada Suami

    Di dalam mobil yang melaju cepat di jalanan Jakarta, hanya ada keheningan yang memisahkan Kaif dan Salwa. Tiada kata terucap di antara keduanya, masing-masing larut dalam dunia pikirannya sendiri. Kaif dengan tegas memegang kemudi, pandangannya lurus ke depan, seolah mencoba untuk menembus kemacetan kota yang tak pernah tidur ini. Salwa, di sisi lain, terus menatap keluar jendela, mengamati pemandangan yang baginya tampak lebih menarik daripada kekacauan emosional yang ia alami saat ini. Di dalam dadanya, perih masih terasa membara. Berbagai upaya telah ia lakukan untuk menepis rasa sakit itu, tetapi semua terasa sia-sia. Pada akhirnya, Kaif memutuskan untuk memecah keheningan. "Kau tahu, perempuan cantik tadi?" suaranya cukup untuk membuat Salwa mengalihkan pandangannya sejenak dari jendela. Walaupun hatinya gundah, pendengarannya tajam menangkap setiap kata yang diucapkan Kaif. "Dia Hana Salsabila, perempuan pintar, cerdas, dan baik. Dan yang paling penting, dia adalah cint

    Last Updated : 2024-10-17
  • Istri Rasa Pembantu    6. AMARAH KAIF

    "Uh, gimana ya." Salwa menggigit bibirnya, ragu. Perasaannya berkecamuk, antara ingin menerima atau menolak secara halus. "Mbak, please..." lanjut Fatih, matanya semakin memohon. Akhirnya, Salwa mengangguk perlahan. Dia kemudian melangkah menuju mobil tempat Bi Maryam sudah menunggu. "Bibi pulang dulu saja ya, aku mau makan siang dengan adik kelasku dulu," beritahu Salwa pada Bi Maryam. "Bagaimana jika kami menunggu nyonya," tawar Bi Maryam. "Tidak perlu Bi, nanti aku pesan taxi saja, bibi pulang dulu," suruh Salwa. "Baik, nyonya." Bi' Maryam mengangguk patuh. "Hati-hati ya, nyonya," tambahnya. *** Di restoran, Salwa dan Fatih, kini duduk berhadapan. Suasana semakin hangat ketika Fatih mulai bercerita, mendominasi pembicaraan. Dia mengamati Salwa dengan tatapan kagum. Akan tetapi, istri Kaif itu tak menyadarinya. "Aku perhatikan sepertinya banyak hal yang sudah terjadi dalam hidup Mbak, mbak Salwa baik-baik saja kan?" tanyanya dengan nada penuh kepedulian. "A

    Last Updated : 2024-11-29
  • Istri Rasa Pembantu    7. IRP

    Kaif tersenyum mengejek lalu berkata, "Jika bukan perempuan murahan lalu perempuan yang bagaimana? Perempuan rendahan, perempuan kotor, perempuan pezina, perempuan apa lagi, kamu adalah perempuan yang tidak memiliki harga diri, murahan!""Ya Allah," ucap Salwa sembari tangannya menyentuh dadanya yang terasa tersayat karena setiap ucapan Kaif. Dimata Kaif Salwa seperti tidak ada harga dirinya, padahal Salwa baru pertama kali bertemu dengan seorang pria, itupun bukanlah kekasih gelapnya seperti yang dituduhkan, tapi adik kelas yang Salwa anggap seperti adiknya sendiri."Seharusnya kamu katakan dari awal jika kamu memiliki kekasih, saya pasti akan mempermudah kamu untuk bertemu dengannya, tapi kamu lakukan dengan cara diam-diam, sok-sokan izin ke supermarket tapi ternyata." Kaif geleng-geleng kepala, tidak habis fikir dengan apa yang dilihatnya."Rencana selanjutnya kalian apa? Jika saja saya tidak memergoki kalian, pasti kalian akan melakukan cek in, benar begitu bukan?""Tolong beri a

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    8. IRP

    Ponsel Kaif berbunyi, segera pria itu keluar dari kamar dengan membanting pintu. Kaif masih memiliki kesadaran untuk tidak berbuat lebih pada Salwa, karena jika ia sampai kehilangan kendali maka dirinya sendiri yang akan rugi. Tubuh Salwa luruh ke lantai, ucapan Kaif sungguh sangat menyakitkan, pria itu menuduhnya tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan. *** "Kamu kemana saja sih, Kaif. Kamu mengajak aku makan siang tapi kamu yang meninggalkan aku sendiri di restoran," gerutu Hana dari balik telepon. Kaif mengusap wajahnya dengan kasar, emosinya membuat ia lupa dengan sang kekasih yang masih ada di restoran. "Maafkan aku, kamu dimana sekarang? aku jemput ya?" tawar Kaif, suaranya terdengar lembut sangat berbeda saat berbicara pada Salwa. "Tidak usah, aku sudah pesan taxi," tolak Hana. "lain kali kalau tidak memiliki niat membawa aku makan siang, gak usah sama sekali," ketus Hana, suara gadis di balik telepon itu terdengar sangat kesal. "Maafkan a—" Belum selesai, Kai

    Last Updated : 2024-12-14
  • Istri Rasa Pembantu    9. IRP

    Kaif menatap wajah Salwa dengan tatapan yang menusuk, suaranya rendah namun jelas. "Masuk ke kamarmu, saya tidak memiliki waktu untuk berdebat dengan kamu." "Aku bukan ingin berdebat denganmu, Mas. Aku hanya meminta untuk dihargai layaknya seorang istri," sahut Salwa dengan suara bergetar. Kaif menarik nafas dalam-dalam, nadanya meninggi, "Koreksi cara bicaramu itu dan ingatlah posisimu, Salwa! Kamu hanya anak pembantu dan tak lebih dari itu," ucapnya tegas. "Apa kesalahanku, Mas? Mengapa kau berlaku sekejam ini, sampai-sampai aku tak boleh memanggilmu 'Mas' ketika kita berdua? Sampai kapan kau akan terus memperlakukanku seperti ini?" rintih Salwa sambil mendekati Kaif, matanya sudah berkaca-kaca. "Jika tak menginginkan aku bukan? Maka, ceraikan saja aku, Tuan," pintanya dengan nada penuh penekanan, menggantikan sapaan 'Mas' dengan 'Tuan'. Kaif mengangkat satu alis, sinis. "Kamu seorang santri, harusnya kamu paham tentang hukum Islam mengenai istri yang meminta cerai dari s

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    10. IRP

    Dua hari telah berlalu setelah kejadian malam itu. Tidak ada lagi pembicaraan di antara Kaif dan Salwa. Malam itu Sofia langsung pulang setelah mengatakan pada Salwa untuk bertahan sebentar lagi. Perempuan paruh baya itu masih berharap pernikahan Kaif dan Salwa akan bertahan. Di malam hari, Salwa mendapat telepon dari kampung bahwa ibunya sedang sakit. Salwa bingung karena hari sudah malam dan ia belum pernah pulang ke kampung setelah menikah. Ia tidak tahu harus pulang bagaimana. Tanpa pilihan lain, Salwa menghampiri Kaif. "Tuan, aku baru mendapat telepon bahwa ibu sedang sakit di kampung, aku minta izin untuk pulang," ujar Salwa. Kaif menghentikan pergerakan tangannya yang sedang sibuk mengutak-atik keyboard laptop. Pria itu mengalihkan pandangan pada Salwa. "Apakah pekerjaanmu di rumah ini sudah selesai?" tanya Kaif tanpa belas kasih. "Sudah, semuanya sudah aku kerjakan, Tuan," ucap Salwa. "Yah, pergi saja!" "Terima kasih," ucap Salwa dengan lega. Meskipun dalam hati k

    Last Updated : 2024-12-16
  • Istri Rasa Pembantu    11. IRP

    Setelah dua hari berada di rumah kelahirannya, kebahagiaan meluap dari raut wajah Salwa. Senyumnya cerah bak mentari pagi, dan ia bisa berlaku apa adanya di sisi ibu serta saudara-saudarinya. Lihatlah bagaimana ia dilarang menyentuh apapun di dapur, Laila dan Siti, istri Hadi, selalu sigap memanjakan adik mereka itu. Kepulangan Salwa menyuntikkan semangat baru bagi Saida, ibu mereka yang sudah beranjak tua. Kini, perempuan itu bersemangat meninggalkan peraduan yang sebelumnya menjadi pengapnya selama berhari-hari. Semua perubahan ini tidak luput dari mata Kaif, yang juga diawasi oleh mata-mata lain dalam keluarga. Meski di rumah itu semuanya nampak sederhana, Kaif merasakan kedamaian yang mendalam saat dikelilingi hangatnya keluarga Salwa. Bahagia merebak di udara kampung, beberapa tetangga berdatangan hanya untuk mengetahui kabar dari Salwa. Semua ini sangat berbeda dari hiruk-pikuk kota, tempat manusia terjebak dalam pusaran pencapaian pribadi. Keakraban dan kehangatan persaud

    Last Updated : 2024-12-18

Latest chapter

  • Istri Rasa Pembantu    87. IRP

    "Kak Kaif sejak kapan suka makan mangga muda?" Perhatikan Salwa dan Kaif teralihkan dengan kedatangan Eriana, perempuan muda itu tampak heran melihat saudaranya. "Emangnya Mas Kaif tidak suka mangga, Eriana?" tanya Salwa dengan rasa ingin tahu. Eriana hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tipis, "Setahu aku tidak, Mbak. Tapi mungkin lidahnya sekarang berpetualang mencari selera baru," katanya mencoba untuk menahan tawa. lucky sekali melihat wajah saudaranya yang menahan rasa masam. Salwa kembali menatap suaminya, kali ini dengan pandangan yang lebih mendalam dan penuh kecurigaan. Cahaya mata Salwa seolah menembus ruang dan waktu, mencari jawaban dari perubahan tak terduga yang terjadi pada suaminya. "Kalau mas gak suka mangga muda kenapa memakannya, Mas?" tanya Salwa, wajahnya sudah tampak sedih. Mudah sekali mood ibu hamil itu berubah-ubah."Gak apa, Salwa.""Gak apa, bagaimana? Lihat, wajah Mas itu udah memerah. Lain kali bilang, kalau mas gak suka, jangan hanya diam aja," ger

  • Istri Rasa Pembantu    86. IRP

    Berbeda dengan perkiraan Salwa, ia malah l larut dalam kenyamanan tak terduga di ruang kerja sang suami. Di ruangan itu, perempuan yang tengah berbadan dua itu asyik melihat tontonan kesukaannya sambil menikmati berbagai jenis makanan yang terhampar di meja. Kaif, sang suami, terbenam dalam tumpukan pekerjaan, namun matanya sesekali mencuri pandang ke arah Salwa. Ia merasakan semacam kehangatan baru yang dibawa oleh kehadiran istri tercinta di ruang kerjanya. Tok tok tok...Bunyi ketukan pada pintu mengalihkan suasana. Kaif tak langsung membuka pintu ia menoleh kembali ke Salwa yang telah terlelap dengan televisi masih menyala. Ketukan pintu berhenti beralih telepon Kaif yang berbunyi. "Hallo.""Pak, Tuan Deswaka sudah datang," ucap Rubi, sang sekertarisnya di balik telepon."Iya, arahkan dia ke ruang meeting, saya akan segera ke sana," ucap Kaif."Baik, Pak."Setelah panggilan itu terputus, Kaif melangkahkan mendekati istrinya. Mematikan televisi lalu mengangkat tubuh Salwa deng

  • Istri Rasa Pembantu    85. IRP

    Pagi yang cerah memantulkan sinar semangat di wajah Kaif, pria itu tampak bersemangat untuk menyambut hari dengan aktivitasnya, terutama karena sang istri, Salwa, yang telah setuju untuk menemaninya ke kantor. Kaif merasakan kebahagiaan luar biasa, seolah tidak ingin melepaskan bayang Salwa dari sisinya, bahkan meski dalam waktu berkerja pekerjaan. "Mas, aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu, kan, jika aku ikut?" tanya Salwa, saat dia mencoba memakaikan dasi pada Kaif dengan berdiri di atas sebuah meja kecil, supaya dapat mencapai tinggi suaminya. "Tidak, malah kehadiranmu membuat Mas semakin semangat untuk menyelesaikan pekerjaan hari ini, Sayang," jawab Kaif, sambil mengelus lembut perut buncit Salwa yang mengandung buah hati mereka. Salwa tersenyum, merasa lega dan penuh cinta, "Iya deh," katanya akhirnya dengan penuh kehangatan.Lagi pula di rumah ia tidak ada kegiatan apapun, tapi berada di kantor Kaif seharian, apa ia tidak akan bosan, ini adalah kali pertama Salwa menemani

  • Istri Rasa Pembantu    84. IRP

    "Salwa," suara Kaif bergumam lirih, seraya ia memejamkan mata, seakan-akan berusaha meyakinkan diri bahwa apa yang dilihatnya bukan sekedar khayalan. Meski telah memastikan diri di kamar mandi tadi untuk bersabar terkait hubungan mereka, kini Kaif justru tak bisa menjauh dari Salwa yang terpaku duduk di ranjang, menatapnya dengan pandangan menggoda. "Salwa, kamu..." kata-kata Kaif tergantung, tercekat di tenggorokannya, tak mampu melanjutkan karena terpesona pada istrinya sendiri. "Kenapa? Mas tidak suka melihatku seperti ini?" raut wajah Salwa memelas, membuat Kaif menggeleng cepat, nyaris dalam kepanikan. Dia malah merasa terpikat lebih dalam. Dengan perlahan, Kaif mendekati dan duduk di samping Salwa, mata mereka bertemu dalam tatapan yang penuh kelembutan dan saling menginginkan. "Mas, jangan diami aku, ya?" pinta Salwa dengan suara yang tiba-tiba terdengar begitu rapuh. "Kapan Mas mendiamimu, hm?" balas Kaif, suaranya tercampur dengan rasa bingung "Tadi, sebelum Mas ma

  • Istri Rasa Pembantu    83. IRP

    Salwa dengan lembut mengambil Al Qur'an terjemah yang selalu berada di sampingnya setiap malam, sebuah ritual yang telah menjadi bagian dari jiwa dan rutinitasnya. Di bawah sinar rembulan yang menerobos jendela, momen itu terasa begitu sakral, berbeda dari sebelumnya. Dahulu, Salwa selalu seorang diri dalam keteduhan malam, namun malam ini, ia ditemani oleh sang suami tercinta, Kaif, meskipun ia hanya terlelap dalam tidurnya. Sambil membaca ayat-ayat suci dengan lirih, Salwa merasakan kedamaian yang menyelubungi ruang hatinya. Tangan kirinya bergerak lembut, mengelus kepala Kaif dengan penuh kasih, memberi rasa tenang dan kedamaian pada tidurnya. Kehadiran Kaif, meski dalam kebisuan tidur, memberikan kebahagiaan yang tidak terkira bagi Salwa. Suasana hening malam itu semakin membuat setiap kata yang terucap dari Al Qur'an membawa Salwa ke dalam kedalaman kontemplasi dan rasa syukur yang mendalam. Kehadiran mereka berdua dalam doa dan cinta, menjadikan malam itu tak terlupakan, s

  • Istri Rasa Pembantu    82. IRP

    Salwa terjaga dari tidurnya yang tidak biasanya begitu lelap. Ada perasaan aneh menggelayuti pikirannya saat ia menyadari ada sesuatu yang berbeda malam ini. Meski biasanya ia sering terbangun di tengah malam, namun kali ini tubuhnya begitu nyaman dan tidak terganggu sama sekali. Seraya mencoba bangkit, tiba-tiba Salwa terhenyak, sebuah tangan kuat melingkar di perutnya. Dengan detak jantung yang berpacu, ia menoleh dan mendapati Kaif, pria yang kini ada di sampingnya. Dalam kebingungan dan sedikit rasa sesal, Salwa menyesali dirinya sendiri karena telah melupakan bahwa ia kini berada di Jakarta, dan lebih lagi, di kamar Kaif, rumah ibunya, Sofia. Salwa menatap Kaif yang masih terlelap di sampingnya, tangan besar pria itu hangat di perutnya. Mungkin, pikirnya, itulah yang membuat tidurnya terasa berbeda malam ini. Perlahan, dengan gerakan yang hampir tidak terdengar, Salwa berusaha melepaskan tangan Kaif dari perutnya. Ia berniat pergi ke kamar mandi, namun baru saja menyentu

  • Istri Rasa Pembantu    81. IRP

    "Istrimu sudah tidur, Kaif. Lebih baik l bermalam di sini saja," ucap Sofia lembut pada putranya yang baru saja tiba. Kaif mengangguk lelah. "Hari ini, energiku benar-benar terkuras habis, Ma."Jaga kesehatanmu, Nak. Kamu itu belum sembuh total," nasihat Sofia. "Kamu sudah makan malam belum?" Sofia bertanya pada putranya, penuh kekhawatiran. "Udah, Ma. Tadi sempat makan di kantor," jawab Kaif, suaranya lesu. "Baiklah, kamu mandi dan istirahatlah," kata Sofia. Kaif mengangguk, lalu melangkah menuju kamar. Begitu pintu kamar dibuka, suasana senyap menyambut Kaif. Di atas ranjang oper size, terlihat Salwa yang tertidur pulas, seolah sedang dalam pelukan mimpi. Cahaya kamar, menerangi wajah damai istrinya yang menjadi penawar lelah. Kaif tersenyum, seketika merasa semua kepenatan seolah terhapus. Berjalan hati-hati, ia meletakkan tas kerjanya, mengambil pakaian ganti dan melangkah ke kamar mandi, berusaha sebaik mungkin untuk tidak membangunkan mimpi indah yang sedang dijalani

  • Istri Rasa Pembantu    80. IRP

    "Ada apa, Bu?" tanya Bu Dokter dengan suara lembut sambil menatap Salwa yang terlihat sokKeterkejutan Salwa begitu nyata saat mendengar ucapan frontal Kaif, pria itu benar-benar tidak tahu tempat. Untuk saja dokter kandungan itu tidak mendengar."Oh, tidak, tidak ada yang salah, Dokter," jawab Salwa dengan suara kikuk, memaksakan senyum yang tak sempurna sementara Kaif hanya menampilkan senyum samar yang seolah menyembunyikan rahasia besar.Setelah meninggalkan ruangan dokter kandungan dan menebus obat, langkah mereka langsung pulang ke rumah. Tiba di depan pintu, Sofia, dengan tangan yang lembut, menarik lembut tangan menantunya."Kalian benaran tidak ingin menginap di rumah ini malam ini? Sungguh, rindu sekali Mama pada menantu cantik mama," tuturnya dengan suara yang meluapkan kerinduan mendalam.Salwa menoleh kepada suaminya, menunggu jawaban dari pria tampan itu. Raut wajah Kaif memendarkan keengganan, seakan mempertimbangkan seribu satu hal dalam benaknya sebelum akhirnya menja

  • Istri Rasa Pembantu    79. IRP

    "Oh, maaf maaf, Kak." Eriana segera berbalik, membelakangi Kaif dan Salwa."Ck, ganggu saja," gerutu Kaif tertuju pada Eriana. Sedangkan Salwa menunduk dengan wajah merona, Malu. Bagaimana ia tidak malu, jika adik iparnya itu melihat dirinya dan Kaif dalam posisi yang begitu intim."Maaf, Kak," ucap Eriana sekali lagi. Hubungan Eriana dan Kaif tidak terlalu baik, ia jadi semakin kawatir saudaranya itu akan semakin benci padanya."Itu, Kak. Di depan ada dokter yang mau memeriksa keadaan kak Kaif," ujar Eriana."Untuk apa dokter, suruh pulang saja dia. Saya sudah punya dokter pribadi," kata Kaif dengan santainya sembari melirik pada Salwa yang masih menunduk."Keluar kamu, dan tutup pintunya," perintah Kaif.Eriana nurut, perempuan itu langsung keluar dan menutup pintu kamar Salwa dengan rapat.Salwa melihat banyak perubahan yang terjadi pada Eriana. Dia tidak seperti Eriana yang Salwa kenal."Mas." Salwa terlonjak kaget, saat Kaif tiba-tiba menarik tubuhnya dalam pelukannya."Mas masi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status