Share

Bab 3

Enam tahun kemudian ....

"Tuan Angkasa, ini adalah dokumen yang kita terima dari Star Company, Prancis. Dan, kebetulan orangnya telah sampai di Bandung," Ethan menatap Angkasa yang sedang menatap ke arah jendela dengan tatapan kosong. "Tuan, apakah kita mau menyuruh orang untuk menjemputnya?"

Seorang pria duduk di atas kursi kerjanya dengan tatapan kosong memandangi ke arah jendela luar kantor. Dari belakangnya, seorang pria berjalan menghampiri dengan membawa beberapa dokumen di tangannya. Ethan Daniel, asistennya memberikan sebuah dokumen berisi data pribadi seseorang kepada Angkasa.

Angkasa sama sekali tidak menghiraukan Ethan. Melihat tuannya yang terdiam tanpa jawaban, Ethan kembali berkata dengan raut wajah yang bingung. "Kudengar, desainer ini sangat terkenal di luar negeri, hasil rancangan fashionnya sangat sulit didapatkan. Kalau bukan karena mereka bekerjasama dengan Star Company kali ini, mereka pasti tidak akan meminta desainer itu ke tempat kita untuk mengadakan pelatihan."

Mendengar perkataan Ethan, tatapan mata Angkasa menyipit. "Helen?"

"Ya, Helen Flanagan," Ethan buru-buru mengangguk mendengar ucapan Angkasa.

Helen Flanagan, seorang desainer Fashion yang baru saja naik daun tahun ini. Sepasang pakaian yang dirancang khusus olehnya meraih juara pertama dalam ajang Desain Internasional. Angel Wings, sebutan untuk desain yang Helen rancang secara khusus ini belum dipasarkan secara bebas, sehingga banyak sekali orang-orang yang bersaing untuk mendapatkannya.

Untuk saat ini, Helen hanya merancang dua pasang dan dengan harga yang fantastis. Meskipun dengan harga yang melejit, tetap saja begitu banyak para konglomerat yang menginginkannya.

Sampai saat ini karena kerjasama dengan Star Company, Helen langsung mengunjungi sendiri kota Bandung. Sementara itu, perusahaan yang dipimpin oleh Angkasa, Wijaya Company, kebetulan beroperasi dalam bidang fashion. Hal ini membuat Ethan, sang asisten memiliki ide untuk membuat Helen bergabung dengan Wijaya Company.

Mendengar jawaban sang Asisten, mata Angkasa kembali menyipit. 'Helen Flanagan ….' gumamnya mengambil dokumen Helen dan melihatnya kembali, dan dia terhenyak ketika matanya tertuju pada kertas putih yang dipenuhi oleh rangkaian tinta hitam itu.

'Tasya Ziudith?!' Tatapan mata Angkasa kosong. Saat melihat nama itu, tubuh Pria itu memaksanya untuk mengingat kejadian enam tahun yang lalu.

"Helen Flanagan …." Angkasa mengucap nama itu dengan dalam. "Apakah kamu memiliki foto wajahnya?"

"Tidak ada, Star Company sangat merahasiakan identitas Helen, aku telah mencoba mencari fotonya dari sumber manapun, tapi tak menemukannya," ucap Ethan kebingungan melihat tatapan mata Angkasa yang kosong. "Rumor mengatakan, dia merupakan seorang perempuan yang sangat cantik."

'Tasya Ziudith? Apakah hanya namanya saja yang sama?' Angkasa terus menatap nama Tasya di kertas itu dengan waktu yang cukup lama.

"Tuan?" Ethan yang melihat Angkasa menatap kertas itu dengan fokus memanggilnya.

"Atur semuanya, aku akan pergi untuk menjemputnya," ujar Angkasa mengetuk-ngetuk meja.

'Tasya …. Nama itu tidak buruk, namun apakah hanya kebetulan saja?'

Enam tahun lalu tak seorangpun menemukan jasad Tasya di tengah-tengah kobaran api dan reruntuhan bangunan. Dan, pihak kepolisian mengatakan bahwa api terlalu besar dan jasad itu telah hangus terbakar menjadi abu. Namun, Angkasa tak pernah mempercayai bahwa Tasya sudah mati.

Dan sekarang, Helen Flanagan memiliki nama asli Tasya Ziudith?!

Dia tak sabar untuk segera bertemu dengan desainer ini.

Ethan sedikit melongo, sudah Enam tahun ini tidak banyak orang yang Angkasa mau turun tangan untuk menjemputnya sendiri. Mendengar titah Angkasa, dia segera berbalik mengurus semuanya.

***

Ketika mobil tiba di bandara, pesawat yang ditumpangi Tasya baru mendarat. Sambil membawa sebotol minuman, Tasya menarik kopernya keluar dari pintu pemeriksaan. Rambutnya yang panjang berwarna merah terurai dengan indah, tubuhnya yang indah sempurna, sepatu kaca yang indah menarik mata semua orang yang ada di sana.

"Siapa wanita itu?"

"Aku tidak pernah melihatnya."

"Tunggu, aku mendengar bahwa ada seorang desainer terkenal yang akan datang hari ini, mungkinkah?"

Langkah kakinya membuat orang-orang menerka siapa wanita itu.

Sementara itu, di sisinya ada seorang anak lelaki berpakaian baju kasual berwarna putih, kulit putih, bulu matanya yang panjang mengerjap-ngerjap, membuat orang memperhatikannya. Anak kecil itu mengenakan topi yang terbalik, di mulutnya tersumpal sebatang lollipop, langkahnya yang kecil terus mengikuti Tasya. Orang-orang yang melihatnya mengeluarkan tatapan gemas dan imut, namun matanya yang bulat indah itu membuat orang tanpa sadar tidak berani mendekat.

"Zayn, di sini adalah Bandung, bukan Prancis, jangan memberikan tatapan yang sombong seperti itu, dan jangan pergi kemana-mana," Tasya kewalahan dengan ekspresi anaknya itu, namun disisi lain dia juga menyukainya.

Di saat Zayn Ziudith mengacungkan tangannya, dia semakin melihat bayang-bayang Angkasa di dalam dirinya. Terkadang mau tak mau dia harus mengakui kekuatan genetik, namun dia lebih berharap semoga Zayn lebih mirip dengannya.

"Mom, memangnya apa yang telah kulakukan? Apakah aku salah?" Zayn mengangkat bahu tanpa rasa bersalah dengan wajah yang nakal.

Tasya hanya menggeleng sambil tertawa kecil, dia mengulurkan tangannya dan mengusap kepala anaknya sejenak. "Jangan tunjukkan wajah yang membohongi seluruh dunia itu untuk merengek padaku, you're my son, apa aku tak tahu sifat aslimu? Listen, kali ini kita kembali ke Bandung, kamu harus bersikap baik, jangan membuat onar, oke?"

"Ah, kamu kembali untuk bekerja, aku kembali untuk melihat tempat Mama dibesarkan, aku tidak akan melakukan apapun. Mom, i'm your son! Bagaimana bisa kamu melarangku seperti melarang musuh?" Mulut Zayn yang kecil itu mengerucut tanda tak puas.

Tasya mengelus kepalanya dengan lembut, "Dasar, kamu memang pintar berbicara, aku hanya mengingatkanmu berapa kalimat saja. Lets go, kita keluar dari bandara dulu, nanti aku akan menelepon Tante Adelia, kita akan tinggal di rumahnya beberapa hari."

"Oke, Mom," Zayn tertawa bak malaikat, dia menggandeng tangan Tasya dan berjalan keluar.

Tiba-tiba, Zayn merasakan ada sebuah bayangan yang terasa familier di matanya. Orang terlihat sangat mirip dengannya, segurat bayangan yang dingin yang membuat orang bisa merasakannya dari kejauhan.

'Orang ini …. Kenapa dia mirip denganku?'

Zayn diam-diam mengangkat kepalanya dan melihat kepada Tasya sekilas, dia melihat Tasya yang sedang mencari nomor telepon itu, tiba-tiba dia memeluk perutnya. "Omg, Mom, perutku sakit, aku ingin ke toilet!"

Mendengar anaknya memanggil, Tasya memalingkan kepalanya dan melihat Zayn tengah meringkuk sambil memeluk perutnya, wajahnya memerah, kakinya yang kecil itu tidak berhenti bergerak, sepertinya dia sudah tak tahan lagi.

"Mama akan pergi denganmu," sambil berkata demikian, Tasya hendak menggendong Zayn, namun tiba-tiba Zayn berlari pergi.

"Tidak perlu, Mom, aku sudah tak tahan lagi, kamu tunggu aku saja diluar, i will be right back!" Zayn berlari secepat kilat.

Melihat tingkahnya itu, Tasya hanya bisa menggeleng-geleng lembut, sambil kembali mulai menelepon. "Adelia, aku Tasya, aku telah kembali."

Tasya menelepon Adelia Putri sahabat baiknya itu, selama Enam tahun ini mereka tetap berhubungan. Wanita jtu begitu senang ketika mendengar kabar bahwa Tasya telah kembali.

"Kapan kamu kembali? Aku akan izin di kantor untuk menjemputmu, kamu di bandara?" Adelia kegirangan setengah mati.

"Tidak perlu menjemputku, aku membawa Zayn pulang, aku akan naik taksi saja dan langsung ke rumahmu," sambil berjalan, Tasya sambil terus berbicara, dia tak melihat orang di depannya, akibatnya dia menabrak orang tersebut. "Ahh!"

Telpon genggamnya terjatuh akibat tabrakan itu, dengan refleks Tasya menunduk mengambil ponselnya. "Maaf, aku tidak …." saat Tasya mengangkat kepalanya dan seketika itu juga terdiam.

'A-angkasa!?'

Apakah ini takdir?!

Tidak mungkin bagi Tasya untuk memikirkan hal itu bukan? Lelaki yang pernah menyia-nyiakan dirinya! Dulu, saat kejadian di rumah sakit, Angkasa lebih memilih Angelina dan meninggalkan wanita itu sendirian, dan selama enam tahun ini pria itu tidak pernah mencarinya. Apakah pantas bagi Tasya mengharapkannya kembali?

Ketika Angkasa melihat Tasya dari kejauhan, sekujur tubuhnya bergetar. Bayangan itu, siluet yang sedang berjalan itu benar-benar mirip dengan Tasya! Tanpa bisa menguasai dirinya, dia berjalan mendekat.

Ethan sendiri ternganga melihatnya, dia tidak pernah melihat Angkasa berinisiatif mendekati wanita manapun, terlebih lagi setelah terjadi hal tak terduga pada istrinya Enam tahun lalu. Angkasa semakin menjadi seperti gunung es saja, membuat orang mau tak mau menghindarinya, baru kali ini dilihatnya dia sengaja mendekati seorang wanita.

Tanpa sadar, dia kembali melihat Tasya beberapa kali, namun dalam sekejap dia terpaku oleh paras Tasya yang menakjubkan. Paras yang begitu sempurna, bak dewi yang baru saja turun dari langit.

Itu juga dirasakan oleh Angkasa, hanya saja Angkasa segera tersadar, dia mengernyitkan alisnya, kakinya tanpa sadar melangkah mundur, lalu berkata dengan dingin. "Apa kamu buta, hah? Kalau jalan tuh pakai mata!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status