Dalam hati Tasya tertawa dingin. Saat ini wajahnya dengan yang dulu jauh berbeda. Dia masih ingat rasa sakit yang tak tertahankan ketika api membakar kulitnya, masih ingat bagaimana dia harus menahan sakit selama sembilan bulan demi menjaga anak dalam kandungannya, dan setelah melahirkannya barulah dia menjalankan operasi plastik.
Siang dan malam, dia selalu dihantui mimpi buruk, dan setiap mengungat itu, air matanya membasahi bantalnya. Saat ini dalang dari kecelakaan yang menimpanya ada di depan matanya. Wanita itu tak tahan lagi ingin mencabik-cabik wajahnya, merobek hatinya dan melihat sebenarnya apa isi hatinya itu, dan yang lebih ingin dia tanyakan adalah, apakah dia punya hati?Tangan Tasya menggenggam ponsel sambil sedikit gemetar. Dia menatap raut wajah Angkasa yang dingin, berkata sambil tersenyum. "Maaf, barusan aku sungguh tidak melihatmu," Tasya sedikit menundukkan kepalanya. "Jas milikmu jadi kotor karena minuman yang aku bawa. Lebih baik aku ganti yang baru, bisakah aku meminta nomormu?"Mata Angkasa memancarkan kekecewaan. 'B-bukan! Ini bukan Tasya ….'Bukan hanya wajahnya yang tidak sama, suaranya pun juga. Angkasa masih ingat suara Tasya yang lembut, tapi wanita cantik di depan matanya ini justru bersuara lebih keras. Mungkin bagi sebagian orang suara seperti ini sangat menggoda, tapi baginya, tidak ada artinya.Wajah Angkasa kembali dingin. "Tidak, tidak perku."Selesai berbicara, dia langsung melepaskan jas itu, sambil berbalik pergi, Angkasa membuang jas itu kedalam tempat sampah yang tidak jauh dari mereka, seperti membuang sampah yang sangat dibencinya.Tasya tersenyum dingin.Dalam mata Angkasa, mungkin dia juga salah satu yang tertarik padanya, seorang wanita yang menginginkan nomor teleponnya untuk mendekatinya.Tasya tersenyum dingin sambil memperhatikan dirinya, membayangkan bagaimana ekspresi wajahnya ketika tahu bahwa desainer yang diundangnya itu adalah dirinya.Entah mengapa Angkasa menjadi sedikit kesal. 'Wanita ini jelas bukan Tasya, tapi, mengapa rasanya sangat familiar?'Jika Tasya tahu dirinya berinisiatif mendekat, pasti wanita itu akan senang setengah mati. Dia juga tahu perasaan Tasya terhadap dirinya, namun di mata wanita tadi sama sekali tak ada gejolak emosi apapun.'Tapi, aura kedua matanya sangat mirip Tasya!' Angkasa tiba-tiba menghentikan langkahnya.Ethan yang sedari tadi mengikuti Angkasa langsung menabrak punggung Angkasa. "Tuan Angkasa, maaf."Ethan mengusap hidungnya sendiri dan buru-buru mundur dua langkah, dan dia mendapati pandangan Angkasa terus melihat Tasya. Setelah Tasya dan Angkasa bersentuhan selama beberapa saat itu, pria itu langsung menuju toilet, langkah kaki dan cara jalannya itu sekali lagi membuat Angkasa menyipitkan matanya."Tuan Angkasa, apakah Anda tertarik dengan wanita itu?"Angkasa sontak melotot pada Ethan, Ethan buru-buru memejamkan matanya. "Aku ke toilet dulu."Angkasa juga tak tahu mengapa, dia panik setengah mati, segera berbalik dan bergegas ke toilet.Jarang-jarang Ethan melihat Angkasa seperti ini, dia pun tak berani mengikutinya, akhirnya hanya menunggunya di luar.Angkasa berjalan masuk ke toilet, dia membuka keran dan mencuci mukanya, mencoba membuat dirinya tersadar, namun tiba-tiba ada seseorang yang menarik bajunya. Angkasa menoleh dengan sedikit malas, seorang anak laki-laki berumur 4-5 tahun sedang mendongak ke arahnya, tangan kanannya menarik bawah bajunya, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu."Lepaskan tanganmu!" Mata Angkasa sedikit dingin, tubuhnya mengeluarkan aura dingin yang membuat orang pada umumnya akan mundur dan menghindarinya, tapi tidak dengan bocah lelaki ini. Angkasa merasa ada kemiripan saat melihat kedua bola matanya."Paman, apa kamu bisa membantuku?" Zayn menatap lurus pada Angkasa, sorot matanya yang meminta membuat hati Angkasa tiba-tiba melembut."Orang tuamu?""Mamaku tidak bisa masuk ke toilet pria …." Mulut kecil Zayn mengoceh, wajahnya sedikit malu-malu.Melihat bocah kecil yang mirip boneka di depan matanya ini Angkasa akhirnya menghela napas dan berkata. "Apa yang ingin dibantu?""Resleting celanaku macet, tapi aku sedang buru-buru, Paman, bisa bantu aku bukakan resleting ini?" Saat mengatakannya, kedua kaki Zayn terus gemetar, sepertinya dia hampir tak dapat menahannya lagi.Angkasa menghela napas lagi, kemudian berjongkok. Bulu mata anak ini panjang, membuat orang yang melihatnya tertarik. Biasanya Angkasa tidak akan mau repot-repot menghabiskan waktu untuk hal semacam ini. Namun saat ini, dia merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya."Nak, berapa umurmu? Mamamu yang memakaikan celana ini?" Angkasa bertanya dengan sedikit kesal. "Orang tua bodoh, memakaikan celana seperti ini kepada anak kecil!"Zayn menggelengkan kepalanya. "Tidak, Paman, aku yang menginginkan celana ini, dan umurku sudah dewasa, sekitar lima tahun!""Ahh?" Angkasa mengerutkan keningnya menatap bocah lima tahun di hadapannya. "Pria dewasa bahkan tidak bisa menyelesaikan masalah resleting celananya yang tersangkut sendiri?"Biasanya Angkasa tidak akan bicara sebanyak ini, tapi entah kenapa dia merasa nyaman dengan anak di depannya sekarang, dan tanpa sadar sedikit banyak bicara.Mata Zayn sekilas menyiratkan sesuatu, namun secepat kilat sinar itu menghilang."Sudah terbuka."Ketika Angkasa selesai membuka resleting celananya, tiba-tiba Zayn berseru. "Akhirnya! Paman, aku sudah tidak tahan lagi!""Ah! Apa yang kau …."Urine milik Zayn tiba-tiba menyembur tak terkendali, membuat Angkasa yang dihadapannya basah kuyup karena itu."P-paman …. Maaf, aku tidak sengaja!" Zayn buru-buru minta maaf, lalu dia segera melesat ke dalam bilik kamar mandi dan mengunci pintunya.Angkasa baru tersadar benda apa yang baru saja menyemprot ke wajahnya. "Sialan! Dasar bocah!"Seorang Presdir perusahaan besar, Wijaya Company, sepertinya telah disemprot dengan air seni oleh bocah berumur lima tahun tepat di wajahnya? Sunggu hal yang tak terduga!Angkasa semakin geram. "Bocah nakal, cepat keluar!"Sudah berapa tahun dia tidak semarah ini.Zayn tetap berada di dalam bilik, sudut bibirnya menyunggingkan senyuman. "Hiks … Hiks …" namun dia berkata sambil pura-pura menangis. "Paman, sorry, that's accident! Aku barusan benar-benar tidak tahan lagi. Kamu tunggu saja, aku akan minta Mamaku mengganti rugi padamu ya? Atau, kamu boleh balas mengencingiku …."Mendengar ucapan bocah lima tahun itu, Angkasa terdiam membeku. 'Aku? Mengencingi bocah lima tahun?' gumamnya dengan wajah yang kesal. "Apa kamu bodoh?!"Angkasa merasa api dalam hatinya membara tanpa bisa tersalurkan, ekspresi di wajahnya lebih menggambarkan kegeraman dalam hatinya. Lalu dia mencuci muka dengan air, tapi masih saja merasa tidak nyaman. Dia terus mengulanginya lagi dan lagi hingga terasa bersih.Zayn yang masih terus mendengar gerakan-gerakan halus di luar sana semakin melebarkan senyumnya. 'Rencanaku berhasil! Siapa suruh kamu menyakiti Mama?!''Siapa suruh kamu membuang kami?!''Hari ini biarkan aku memberimu sedikit pelajaran, anggap saja sebagai bunga selama beberapa tahun ini, bahkan aku akan memberimu lebih dari ini!'Pemikiran bocah lima tahun ini, dia sungguh diluar nalar! Memang benar, genetik tidak akan membohongi apapun.Mata Zayn bersinar kegirangan, namun dia tetap berkata sambil berpura-pura menangis. "P-paman, aku akan keluar, tapi jangan pukul aku ya?" suaranya bergetar seakan-akan dia ketakutan. "Anggap saja kamu sedang dipipisi oleh anakmu sendiri. Aku benar-benar tidak sengaja. Juga jangan beritahu Mama, ya? Dia akan menghajarku!" Zayn terus berkata sambil mengeluarkan nada tangis pura-puranya itu.Angkasa kembali terdiam membeku dan menghentikan apa yang sedang dilakukannya. 'A-anak sendiri?''Jika Tasya tidak meninggal, mungkin anakku juga sebesar ini sekarang?' Angkasa menatap pantulan dirinya sendiri di cermin.Pria itu tidak pernah terlihat begitu menyedihkan, rambutnya basah dan menempel di dahinya, kedua matanya yang menekuk ke atas memancarkan kemarahan.'Mata bocah itu ….' Mendadak Angkasa sadar bahwa anak itu juga memiliki sepasang lipatan mata yang sama persis dengan miliknya.Pantas saja, dia merasa anak itu tidak asing, ternyata karena kedua matanya. Di seluruh Bandung, orang yang
'A-Apa maksudnya ini?'Mata indah Zayn memerah, ingin rasanya dia membakar wajah Angkasa yang muncul di layar komputer itu.Tampaknya, dia memberi pelajaran terlalu kecil di bandara tadi. Zayn mengeluarkan sebuah kamera dari saku bajunya, lalu memasukan SDCard ke komputer. Anak kecil itu segera mengupload video berisi Angkasa yang dipipisi olehnya tadi.Setelah selesai, Zayn tersenyum, dia kembali menyelidiki sejenak tentang David, didapatinya ternyata dia bersekolah di TK Semesta."Sepertinya Taman Kanak-kanak di Bandung cukup bagus."Zayn tersenyum getir, setelah dia menghapus jejak di komputer itu dengan bersih, anak kecil itu mematikan komputer lalu bangkit berdiri dan mulai membantu Tasya membereskan kopernya. Tubuh yang kecil itu membuatnya sedikit kesulitan untuk menggantungkan baju di lemari.Zayn melihat kaki kecilnya itu dengan kesal. "Aku akan makan yang banyak! Dan segera tumbuh besar, dengan begitu aku bisa melindungi Momy," dengusnya menggerutu.Sadar dirinya kesusahan,
Tasya dan Adelia mengobrol tanpa henti melepas rindu mereka sambil memasak bersama di dapur."Tasya, coba lihat ini!" sahut Adelia menyodorkan ponsel miliknya sambil tertawa. "Ini lucu sekali! Memang, orang jahat harus mendapatkan balasan yang setimpal!"Zayn yang mendengar suara tawa itu mengerutkan keningnya. "Tante, kenapa tawamu begitu cempreng?" ujarnya dengan nada kesal. "Pantas saja kamu masih melajang setua itu!"Mendengar itu Adelia terkejut bukan main. "Hei bocah, apa katamu? Sekali lagi bilang, aku akan menciumu tanpa henti."Zayn menatapnya dengan nyinyir dan segera berjalan ke tempat Tasya, namun raut mukanya berubah dalam sekejap. "Mama, biar aku saja yang bereskan, kamu duduk dan istirahat saja di ruang tamu."Melihat Zayn yang begitu lugu dan juga baik terhadap ibunya, emosi Adelia mereda. "Bocah, untung saja kamu sangat baik terhadap ibumu, jika tidak, aku akan mencabik mulutmu!""Berisik!" gerutu Zayn dengan kesal. "Wanita tua yang bahkan tidak mengerti bagaimana mem
Tasya menarik napas dalam-dalam, lalu berkata datar. "Zayn bukan anak yang akan membiarkan dirinya ditindas, tenang saja.""Ya, untuk satu hal ini aku mengakuinya." Adelia dan Tasya terus mengobrol tanpa henti.Sementara Angkasa, pria itu sedang mengamuk hebat di dalam kantornya."Siapa yang menyebarkannya di internet?!""Apakah orang-orang yang dibayar untuk menjaga privasi terhadap publik itu hanya makan gaji buta, tidak bisa melakukan apa-apa? Video seperti ini bisa beredar di internet, apa yang mereka lakukan?" Angkasa melemparkan ponsel di hadapannya itu ke arah Ethan.Ethan berkeringat dingin.Dia juga baru menemukan video itu, ketika ingin menghapusnya, video itu sudah terlanjur menyebar. "Tuan Angkasa, kami juga sedang berusaha membereskannya, tapi sepertinya pihak yang menyebarkan itu menambahkan virus di dalamnya. Sehingga komputer kami terjangkit virus, saat ini teknisi IT sedang memperbaikinya," jawab Ethan dengan gemetar.Melihat Angkasa yang hanya terdiam, Ethan kembali
Sudah begitu lama Angkasa tidak semarah itu, bahkan sudah lama dia tidak turun tangan untuk membereskan masalah seperti ini. Mau tak mau dia mengakui, ahli IT di pihak sana sangat hebat, namun dia dapat melihatnya, pihak lawannya ini kurang berpengalaman.Melihat dirinya tidak bisa bergerak lagi di layar, Zayn tahu dirinya sudah dikunci. "Kacau!" dengusnya sembari terus menerus mengetik di laptop yang dia gunakan.Zayn ingin keluar dari database milik Wijaya Company, saat ini layarnya tidak bisa dikontrol olehnya sendiri. 'Bagaimana ini?' kebingungan terpancar di wajah Zayn.'Ini berbahaya! Pria bajingan itu bisa mengetahui posisiku!' Zayn segera bergerak, secepat kilat menghubungkan alat lain ke komputer.Tiba-tiba laptop di hadapan Zayn berkedip tanpa henti, layar biru bergaris hitam memenuhi laptop itu. Virus itu telah didobrak semuanya, dan mereka telah berhasil mengunci alamat IP nya.Angkasa semakin bingung melihat alamat IP yang tertera di depan matanya. "Ethan!"Mendengar Angk
Keesokan harinya ….Ketika Tasya bangun di pagi hari, dia melihat Zayn baru dari luar membelikannya sarapan, dan meletakkannya di atas meja."Morning, Mom," Zayn tersenyum lebar pada Tasya.Meskipun raut wajahnya mirip dengan Angkasa, tapi Angkasa tidak pernah tersenyum seperti itu padanya. Sementara itu Zayn adalah malaikat baginya, malaikatnya seorang."Morning too, baby …." Tasya mengusap kepalanya dengan senang.Adelia yang mendengar suara itu segera keluar dari kamar, ketika dilihatnya sarapan yang tertata di atas meja, dia segera berkata dengan gembira, "Tasya, kamu benar-benar pengertian!" Ucapnya dengan wajah penuh kegembiraan. "Kamu bahkan telah membelikan sarapan! Hebat sekali, akhirnya hari ini aku kembali sarapan sebelum ke sekolah.""Zayn yang membelinya, aku juga baru bangun," Tasya merasa sikap Adelia telah kembali seperti biasa, tapi Zayn justru membuatnya pusing."Mama, apa aku benar-benar harus ikut Tante Adelia pergi ke sekolah?" suaranya terdengar malas.Seketika A
Perkataan Angelina membuat wanita yang berada di meja resepsionis itu kewalahan, belum sempat dia menjelaskan identitas Tasya pada Angelina, Tasya justru tertawa.Sebuah tawa yang membuat orang bergidik."Dan siapa kamu? Kamu bagian apa dari Wijaya Company? Kamu yakin ingin mengusirku?" Tak ada kegentaran dalam kata-kata Tasya, bahkan sorot matanya seperti merendahkan dan mengejeknya.Sebuah ekspresi yang menusuk Angelina secara langsung, membuatnya tiba-tiba merasa Tasya sedang mengejeknya!"Apakah aku salah mendengar?" Angel menatap Tasya dengan heran. "Aku adalah calon istri dari CEO Wijaya Company! Kuperingatkan kamu, jauhi Angkasa. Nona resepsionis, segera panggil satpam, bawa wanita jalang ini pergi dari hadapanku!" ucap Angel dengan nada yang tinggi."Calon istri? Berarti sekarang masih belum? Aku harus memberitahumu, bagi Angkasa, aku adalah orang yang sangat penting. Kalau kamu sekarang mengusirku pergi, takutnya aku akan kembali diundang ke sini," Tasya masih tetap berkata d
'Bukan hanya namanya yang mirip, bahkan bentuk tubuh dan cara jalannya pun mirip, tapi wanita itu adalah Helen?'Tapi Angkasa hanya terhenyak sesaat, ia segera bereaksi. "Nona Tasya salah paham, Angel bukanlah orang perusahaan kami, dia hanyalah anggota keluarga saya, tindakannya yang tidak sopan tadi terhadapmu, aku mewakilinya untuk meminta maaf."Kalimat Angkasa itu membuatnya seperti ditusuk belati, membuka kembali luka lama yang telah dikubur oleh Tasya, sakit dan mengalirkan darah."Keluarga?" Tasya tertawa ringan, sorot matanya sangat dingin."Keluarga Tuan Angkasa saja tidak menerimaku, dan Tuan Angkasa masih memintaku percaya bahwa Wijaya Company akan bekerjasama dengan Star Company dengan tulus dan jujur?" Suaranya begitu datar dan mengintimidasi. "Rencana kerjasama kita tidak harus dilakukan bersama Wijaya Company, bukan? Tuan Angkasa, kurasa kami perlu mempertimbangkannya ulang."Selesai mengatakannya, Tasya berbalik pergi. Meskipun rambutnya berantakan, wajahnya merah ben