Share

Bab 4

Dalam hati Tasya tertawa dingin. Saat ini wajahnya dengan yang dulu jauh berbeda. Dia masih ingat rasa sakit yang tak tertahankan ketika api membakar kulitnya, masih ingat bagaimana dia harus menahan sakit selama sembilan bulan demi menjaga anak dalam kandungannya, dan setelah melahirkannya barulah dia menjalankan operasi plastik.

Siang dan malam, dia selalu dihantui mimpi buruk, dan setiap mengungat itu, air matanya membasahi bantalnya. Saat ini dalang dari kecelakaan yang menimpanya ada di depan matanya. Wanita itu tak tahan lagi ingin mencabik-cabik wajahnya, merobek hatinya dan melihat sebenarnya apa isi hatinya itu, dan yang lebih ingin dia tanyakan adalah, apakah dia punya hati?

Tangan Tasya menggenggam ponsel sambil sedikit gemetar. Dia menatap raut wajah Angkasa yang dingin, berkata sambil tersenyum. "Maaf, barusan aku sungguh tidak melihatmu," Tasya sedikit menundukkan kepalanya. "Jas milikmu jadi kotor karena minuman yang aku bawa. Lebih baik aku ganti yang baru, bisakah aku meminta nomormu?"

Mata Angkasa memancarkan kekecewaan. 'B-bukan! Ini bukan Tasya ….'

Bukan hanya wajahnya yang tidak sama, suaranya pun juga. Angkasa masih ingat suara Tasya yang lembut, tapi wanita cantik di depan matanya ini justru bersuara lebih keras. Mungkin bagi sebagian orang suara seperti ini sangat menggoda, tapi baginya, tidak ada artinya.

Wajah Angkasa kembali dingin. "Tidak, tidak perku."

Selesai berbicara, dia langsung melepaskan jas itu, sambil berbalik pergi, Angkasa membuang jas itu kedalam tempat sampah yang tidak jauh dari mereka, seperti membuang sampah yang sangat dibencinya.

Tasya tersenyum dingin.

Dalam mata Angkasa, mungkin dia juga salah satu yang tertarik padanya, seorang wanita yang menginginkan nomor teleponnya untuk mendekatinya.

Tasya tersenyum dingin sambil memperhatikan dirinya, membayangkan bagaimana ekspresi wajahnya ketika tahu bahwa desainer yang diundangnya itu adalah dirinya.

Entah mengapa Angkasa menjadi sedikit kesal. 'Wanita ini jelas bukan Tasya, tapi, mengapa rasanya sangat familiar?'

Jika Tasya tahu dirinya berinisiatif mendekat, pasti wanita itu akan senang setengah mati. Dia juga tahu perasaan Tasya terhadap dirinya, namun di mata wanita tadi sama sekali tak ada gejolak emosi apapun.

'Tapi, aura kedua matanya sangat mirip Tasya!' Angkasa tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Ethan yang sedari tadi mengikuti Angkasa langsung menabrak punggung Angkasa. "Tuan Angkasa, maaf."

Ethan mengusap hidungnya sendiri dan buru-buru mundur dua langkah, dan dia mendapati pandangan Angkasa terus melihat Tasya. Setelah Tasya dan Angkasa bersentuhan selama beberapa saat itu, pria itu langsung menuju toilet, langkah kaki dan cara jalannya itu sekali lagi membuat Angkasa menyipitkan matanya.

"Tuan Angkasa, apakah Anda tertarik dengan wanita itu?"

Angkasa sontak melotot pada Ethan, Ethan buru-buru memejamkan matanya. "Aku ke toilet dulu."

Angkasa juga tak tahu mengapa, dia panik setengah mati, segera berbalik dan bergegas ke toilet.

Jarang-jarang Ethan melihat Angkasa seperti ini, dia pun tak berani mengikutinya, akhirnya hanya menunggunya di luar.

Angkasa berjalan masuk ke toilet, dia membuka keran dan mencuci mukanya, mencoba membuat dirinya tersadar, namun tiba-tiba ada seseorang yang menarik bajunya. Angkasa menoleh dengan sedikit malas, seorang anak laki-laki berumur 4-5 tahun sedang mendongak ke arahnya, tangan kanannya menarik bawah bajunya, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.

"Lepaskan tanganmu!" Mata Angkasa sedikit dingin, tubuhnya mengeluarkan aura dingin yang membuat orang pada umumnya akan mundur dan menghindarinya, tapi tidak dengan bocah lelaki ini. Angkasa merasa ada kemiripan saat melihat kedua bola matanya.

"Paman, apa kamu bisa membantuku?" Zayn menatap lurus pada Angkasa, sorot matanya yang meminta membuat hati Angkasa tiba-tiba melembut.

"Orang tuamu?"

"Mamaku tidak bisa masuk ke toilet pria …." Mulut kecil Zayn mengoceh, wajahnya sedikit malu-malu.

Melihat bocah kecil yang mirip boneka di depan matanya ini Angkasa akhirnya menghela napas dan berkata. "Apa yang ingin dibantu?"

"Resleting celanaku macet, tapi aku sedang buru-buru, Paman, bisa bantu aku bukakan resleting ini?" Saat mengatakannya, kedua kaki Zayn terus gemetar, sepertinya dia hampir tak dapat menahannya lagi.

Angkasa menghela napas lagi, kemudian berjongkok. Bulu mata anak ini panjang, membuat orang yang melihatnya tertarik. Biasanya Angkasa tidak akan mau repot-repot menghabiskan waktu untuk hal semacam ini. Namun saat ini, dia merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya.

"Nak, berapa umurmu? Mamamu yang memakaikan celana ini?" Angkasa bertanya dengan sedikit kesal. "Orang tua bodoh, memakaikan celana seperti ini kepada anak kecil!"

Zayn menggelengkan kepalanya. "Tidak, Paman, aku yang menginginkan celana ini, dan umurku sudah dewasa, sekitar lima tahun!"

"Ahh?" Angkasa mengerutkan keningnya menatap bocah lima tahun di hadapannya. "Pria dewasa bahkan tidak bisa menyelesaikan masalah resleting celananya yang tersangkut sendiri?"

Biasanya Angkasa tidak akan bicara sebanyak ini, tapi entah kenapa dia merasa nyaman dengan anak di depannya sekarang, dan tanpa sadar sedikit banyak bicara.

Mata Zayn sekilas menyiratkan sesuatu, namun secepat kilat sinar itu menghilang.

"Sudah terbuka."

Ketika Angkasa selesai membuka resleting celananya, tiba-tiba Zayn berseru. "Akhirnya! Paman, aku sudah tidak tahan lagi!"

"Ah! Apa yang kau …."

Urine milik Zayn tiba-tiba menyembur tak terkendali, membuat Angkasa yang dihadapannya basah kuyup karena itu.

"P-paman …. Maaf, aku tidak sengaja!" Zayn buru-buru minta maaf, lalu dia segera melesat ke dalam bilik kamar mandi dan mengunci pintunya.

Angkasa baru tersadar benda apa yang baru saja menyemprot ke wajahnya. "Sialan! Dasar bocah!"

Seorang Presdir perusahaan besar, Wijaya Company, sepertinya telah disemprot dengan air seni oleh bocah berumur lima tahun tepat di wajahnya? Sunggu hal yang tak terduga!

Angkasa semakin geram. "Bocah nakal, cepat keluar!"

Sudah berapa tahun dia tidak semarah ini.

Zayn tetap berada di dalam bilik, sudut bibirnya menyunggingkan senyuman. "Hiks … Hiks …" namun dia berkata sambil pura-pura menangis. "Paman, sorry, that's accident! Aku barusan benar-benar tidak tahan lagi. Kamu tunggu saja, aku akan minta Mamaku mengganti rugi padamu ya? Atau, kamu boleh balas mengencingiku …."

Mendengar ucapan bocah lima tahun itu, Angkasa terdiam membeku. 'Aku? Mengencingi bocah lima tahun?' gumamnya dengan wajah yang kesal. "Apa kamu bodoh?!"

Angkasa merasa api dalam hatinya membara tanpa bisa tersalurkan, ekspresi di wajahnya lebih menggambarkan kegeraman dalam hatinya. Lalu dia mencuci muka dengan air, tapi masih saja merasa tidak nyaman. Dia terus mengulanginya lagi dan lagi hingga terasa bersih.

Zayn yang masih terus mendengar gerakan-gerakan halus di luar sana semakin melebarkan senyumnya. 'Rencanaku berhasil! Siapa suruh kamu menyakiti Mama?!'

'Siapa suruh kamu membuang kami?!'

'Hari ini biarkan aku memberimu sedikit pelajaran, anggap saja sebagai bunga selama beberapa tahun ini, bahkan aku akan memberimu lebih dari ini!'

Pemikiran bocah lima tahun ini, dia sungguh diluar nalar! Memang benar, genetik tidak akan membohongi apapun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status