Kedua tangannya mengepal dengan erat, dia tak sabar untuk mengetahui hasilnya, tapi dia justru dikagetkan oleh Zayn. Sudah sekian lama dia berkiprah di dunia bisnis, tidak pernah sekalipun dia tidak tenang. Apalagi merasa kacau dan berantakan. Tapi kali ini, dia justru tidak dapat mengontrol dirinya sendiri yang tengah kegirangan sekaligus bersemangat.Bahkan, menandatangani kontrak berapa triliun pun tak memberikannya kesukacitaan seperti ini. Tapi ria juga takut, jika bukan anaknya, bagaimana? Apakah dia sanggup menanggung kekecewaan seberat itu?Sama seperti saat dia kehilangan Tasya enam tahun lalu! Dia hampir saja ingin pergi mengikutinya, di saat itu dia baru tahu sepenting apa Tasya di hatinya, syukurlah Tuhan memberinya kesempatan sekali lagi. Perasaan Angkasa perlahan mengambang, fia duduk di kursi panjang itu tanpa tahu apa yang harus dilakukannya.Di saat itu, pintu kamar pasien terbuka, dilihatnya bocah kecil itu berjalan ke arahnya, lalu langsung duduk di samping Angkasa.
"Sudahlah, urusan orang dewasa seperti ini tidak perlu kamu pikirkan, ya.""Tidak! Aku ingin membuat Mama bahagia. Aku ingin Mama punya pasangan hidup, Mama adalah wanita terbaik di muka bumi ini, dia layak mendapatkan cinta dari pria terbaik!" Zayn mengatakannya dengan mengagetkan, membuat Adelia tertawa geli."Hei bocah, kamu masih kecil, apa yang kamu ketahui tentang pasangan hidup? Dan lagi, siapa yang bisa sepadan dengan Mama terbaikmu ini?" Adelia menatap lurus ke arah Zayn."Ayah angkatku!" Tiba-tiba Zayn mengangkat kepala, dengan tatapan lurus ia berkata. "Ayah angkatku adalah pria terbaik dan terhebat di dunia! Dan dia juga memperlakukanku dan Mama dengan sangat baik. Kata ayah, kalau Mam mau, kapanpun dia bersedia jadi ayahku!""Siapa ayah angkatmu?" Adelia tidak pernah tahu kehidupan seperti apa yang dijalani Tasya di Prancis.Saat ini ketika didengarnya Zayn punya satu ayah angkat, dan lagi dia menceritakannya dengan sorot mata penuh bangga dan kagum, tak diragukan lagi, d
Tasya lebih mengerti ketakutan yang dirasakan Zayn dari siapapun, dia tidak sedang berpura-pura, dia benar-benar takut!Di usianya yang begitu kecil, sudah berapa kali fia melihat Putri berada di ambang kematian!Melihat Putri yang setiap kali berjuang melawan kematian!Wajah yang lemah dan pucat pasi itu, bagaimana mungkin dia tidak berempati pada saudara kembarnya itu?Seperti saat ini, saat bocah itu melihat Mamanya yang terbaring di atas ranjang pasien, bagaimana perasaan seorang anak berusia lima tahun itu melihatnya?"Sayang, maaf Mama membuatmu khawatir." Tasya menggenggam tangan Zayn, matanya dilumuri rasa bersalah.Ketika Angkasa mendengar Tasya memanggil Zayn dengan panggilan sayang, timbul sepercik haru di hatinya. Rasanya dia seperti ingin memastikan sesuatu, namun sebaiknya dia tidak mengatakannya di situasi seperti ini.Zayn yang merangkak ke pelukan Tasya itu gemetar, akhirnya anak itu sedikit berlaku layaknya anak berumur lima tahun. Dokter dan perawat di sampingnya ti
Adelia melotot pada Angkasa dengan penuh kebencian. "Tuan Angkasa benar-benar punya kuasa besar, bahkan seorang anak kecil pun dapat disakiti seenaknya!"Selesai mengatakannya, dia keluar untuk mengejar Zayn. Hati Angkasa begitu kalut, tak dapat dijelaskan, terlebih lagi ketika barusan Zayn mengatakan bahwa ayah sahnya sudah mati, hatinya terasa sakit. Kalau memang benar dia adalah anak kandungnya, apa yang akan terjadi?Angkasa tidak berani berpikir lebih lanjut. "Maaf, aku bukan bermaksud berkata seperti itu, aku—"Angkasa sangat jarang meminta maaf pada orang lain, tapi dia sudah mengatakannya dua kali pada Tasya dalam beberapa hari ini.Tasya menggeleng, membereskan perasaannya. "Tidak ada hubungannya denganmu, ayah sahnya memang sudah meninggal!" Perkataan Tasya yang dingin itu seperti sebilah pisau runcing yang menghujam hati Angkasa."Meninggal? Bagaimana meninggalnya?" Angkasa tidak ingin bertanya, tapi juga tidak bisa menahan diri.Kalau benar dia adalah istrinya, maka dia ha
'Bagaimana mungkin? Ini sama sekali bukan Angkasa yang aku kenal!'Seorang yang begitu angkuh seperti Angkasa tidak akan membiarkan orang bermain tangan padanya. Dia masih ingat beberapa tahun lalu ketika ada orang yang sengaja menabraknya, hampir saja dia mematahkan kedua kaki orang itu.Tadi dia begitu takut, takut Angkasa akan mengoyakkannya, tapi apa maksud sikapnya sekarang ini?Sorot matanya begitu lembut, seperti sedang menatap kekasih hatinya. Sorot mata seperti ini pernah dilihatnya ketika melihat Angkasa menatap Angelina, dan tiba-tiba dia merasa sakit.Tasya buru-buru mengalihkan pandangannya, menghindari aura Angkasa, dadanya berdegup tak karuan, hatinya berkecamuk tak menentu."Angkasa, kamu kira sikapmu ini berguna? Jangan kira dengan kamu berlaku seperti itu, aku akan memaafkanmu!" Gerutu Tasya dengan gemetar. "Cemoohan dan kesakitan yang diberikan olehmu dan pacarmu itu, ditambah lagi dengan kecelakaan saat test drive, aku tidak akan melupakannya. Dan lagi, apa kamu su
"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Untuk menghindari bersentuhan fisik dengannya, Tasya buru-buru menerima handuk itu.Angkasa yang sekarang entah kerasukan apa, begitu memperhatikannya, ini benar-benar membuatnya heran."Apa kamu tidak perlu ke kantor? Di kantor begitu banyak urusan, apalagi kita berdua hanya sebatas hubungan kerjasama, sekarang aku mendapat masalah seperti ini, rasanya reporter sudah sejak pagi ribut di kantor, kan? Apa kamu tidak perlu ke sana untuk menjelaskannya?" Tasya benar-benar berharap Angkasa segera meninggalkannya.Pria ini terlalu aneh, tidak seperti biasanya, membuat orang merasa tertekan, dia berdiri di sini saja membuatnya tak bisa berpikir dengan baik. Dengan kecut, dia menyadarinya, Tasya masih tak mampu bertahan menghadapi kharisma pria ini.Dulu, Angkasa begitu dingin terhadapnya, memperlakukannya dengan tidak baik. Tapi sekarang, pria itu tiba-tiba berubah menjadi lembut, begitu penyayang, dia ….Tasya menggelengkan kepala.Apa yang dipikirkannya?A
Melihat ponsel Tasya yang berada di sampingnya itu berbunyi, spontan dia ingin mengambilnya. Namun Tasya lebih cepat selangkah, dia segera mengambil ponsel itu."Khiar?" Seluruh imajinasi dan mimpi Tasya lenyap ketika melihat nama Khiar di layar ponsel.Barusan dia sangat terlena! Bagaimana mungkin dia masih bisa berimajinasi seperti itu terhadap Angkasa? Tasya buru-buru duduk.Meskipun sedikit kesulitan, dia menolak bantuan Angkasa dan menolak bersentuhan dengannya. Diangkatnya telepon, terdengar suara Khiar dari seberang sana."Helen, kamu tidak apa-apa, kan? Kudengar kamu mengalami kecelakaan di sana?! Tadinya aku mau ke sana untuk menjengukmu, tapi Putri di sini ada sedikit masalah, aku tak bisa pergi." Suara Khiar begitu panik, atmosfer yang penuh perasaan itu membuat Angkasa yang mendengarnya tidak nyaman.Tasya saat itu bukannya tidak melihat wajah dan pikiran Angkasa, namun begitu mendengar kondisi Putri tidak baik, Tasya menjadi panik. "Ada apa dengan Putri? Apakah parah?""J
Dan tentu saja, wajah Angkasa perlahan membengkak. Tapi Angkasa seperti tidak merasakan apapun, pria itu hanya menatap Tasya, menatap matanya yang penuh kebencian. Hal itu membuatnya teringat lagi bagaimana tadi mengangkat telepon Khiar dengan tergesa-gesa dan suara yang lembut, tapi amarahnya kembali membludak."Aku? Bajingan?! Tak peduli apa yang ingin kamu lakukan, apa yang ingin kamu dapatkan dariku, asalkan kamu mengatakannya, aku akan memberikannya. Tapi aku pasti tidak akan meninggalkanmu, tidak akan!" Selesai mengatakannya, Angkasa bangkit berdiri dan melankahkan kakinya.Kebetulan Ethan datang dan menabrak Angkasa. "Tuan Angkasa, wajahmu—""Bukan urusanmu!" Angkasa melotot padanya, menghentakkan kaki dan pergi dari kamar pasien.Udara dalam kamar masih tersisa akan aroma tubuh Angkasa, Tasya tidak membiarkan dirinya terhanyut dalam perkataan Angkasa. Dulu, Angkasa tidak mungkin mengatakan kalimat seperti itu, jadi ketika saat ini Angkasa mengatakannya padanya, pasti karena di