Tiba-tiba, dia teringat lagi akan kejadian di toilet bandara, Angkasa pun ingin menanyakan sesuatu. "Apakah di bandara waktu itu kamu sengaja melakukannya?""Apa katamu? Aku tak mengerti. Ah, mainan ini bagus sekali." Zayn langsung berpura-pura bodoh, dan segera berlari ke area mainan, kelihatan sekali berpura-puranya.Ternyata dia memang masih seorang bocah, tak bisa diam. Angkasa hanya melihatnya sambil menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum, wajahnya begitu lembut.Angkasa mengikuti Zayn berjalan hingga ke area mainan, dikiranya dia akan melihat mainan seorang anak berumur sekitar lima atau enam tahun. Tapi, dia tak menyangka Zayn justru langsung menuju area robot lego, tangannya langsung mengambil sebuah rakitan dan mulai melihat-lihatnya."Apa kamu bisa merakit?" Angkasa benar-benar tak menyangka hal ini.Zayn melanjutkan. "Sejak kecil aku suka ini, Mamaku membelikanku banyak lego."Sambil mengatakannya, tangan Zayn sambil memperbaiki sebuah rakitan yang terpanjang, menambahka
Kata-kata Zayn mengandung ejekan, tapi David malah melonjak kegirangan. "Zayn? Kok kamu bisa kemari? Apa datang untuk menengokku?"David sangat senang, ia bahkan mendorong pembantunya dan turun dari ranjang, berlari ke arah Zayn dan memeluknya, sambil tersenyum memanggilnya. Zayn sedikit mengernyit, tapi tidak melepaskan diri darinya. Putri juga suka memeluknya, tapi pelukan adiknya dan David jelas berbeda.Senyum yang merekah di wajah David membuat Zayn tak sampai hati melepaskan pelukannya. "Aih, kamu hampir membuatku mati pengap. Cepat lepaskan! Dan lagi, bukannya kamu sedang panas? Kenapa masih tidak pakai alas kaki ketika turun dari ranjang, bodoh! kamu pasti ingin lebih lama berada di rumah kan?" Alis Zayn berkernyit hingga menyatu.David yang mendengarnya buru-buru melepaskan Zayn, tapi ia tetap tidak melepaskan tangannya, sambil tersenyum ia berkata. "Aku, kan, senang sekali melihatmu! Apa papaku yang membawamu kemari? Terima kasih, papa!" Ungkapan terima kasih David membuat A
Tapi David malah memeluk Zayn semakin erat. "Tidak, tidak mau! Kamu harus setuju dulu jadi kakakku, kalau tidak, aku tidak akan lepaskan!""David, kamu tidak tahu malu ya? kamu ini pewaris keluarga Wijaya, kenapa bisa semanja ini?" Zayn seakan ingin menangis, kalau dia tahu David seperti ini, dia tidak akan datang."Hahaha!" David kembali tertawa-tawa. "Lalu kenapa kalau pewaris? Pewaris juga seorang anak kecil, pewaris boleh punya kakak. Nanti punyaku adalah punya kakak, kalau kamu perlu, aku akan memberikan seluruh keluarga Wijaya padamu, bagaimana?""Tidak! Aku tidak menginginkan apapun dari keluargamu!" Zayn mengerutkan dahinya, wajahnya merengut.Meskipun David manja, tapi dia cukup peka dengan ekspresi orang, dia sadar setiap kali menyinggung soal keluarganya, wajah Zayn menjadi buruk. Dia pun buru-buru memperbaiki suasana. "Kalau begitu bantu aku merancang satu mainan, seperti yang ada di dalam komputer itu, aku tidak akan memanggilmu kakak lagi. Jangan kira aku tak tahu apa ya
Ada sebersit pikiran terlintas dalam benak Angkasa yang mulai terbentuk, tapi dia masih tak dapat memastikan, dan dia butuh bukti.Ethan yang masih memeriksa hal lain, begitu mendengar perintah Angkasa, buru-buru menyuruh orang untuk mengirimkan rekaman itu pada Angkasa. Angkasa mulai menyelidiki kode-kode yang dibuat oleh si penyusup itu untuk masuk ke sistem perusahaan mereka. Lalu, dia membandingkannya dengan memperbesar cara pembukaan password yang tadi dilakukan oleh Zayn.Tiba-tiba dia tersentak sadar, cara kerja dua orang ini sama persis! Yang merusakkan sistem kerja perusahaan mereka, membuat data rahasia internal perusahaan mereka terbongkar keluar itu adalah Zayn, bocah kecil ini?Bukankah dia baru umur enam tahun?Angkasa benar-benar sulit mempercayainya, kedua matanya yang indah itu menatap lurus ke layar, dilihatnya tangan kecil Zayn yang menari dengan indahnya di atas keyboard. Deretan kode-kode pun bermunculan dengan cepat di layar, dan tak berapa lama kemudian, sebuah
"Ya benar, akhir-akhir ini dia agak aneh. Baik, aku akan menjemputnya. Jangan sampai dia ketularan oleh kebusukan Angkasa. Anak secerdas itu, jangan sampai dirusak olehnya." Adelia pergi dengan gusar, Tasya tak bisa tersenyum lagi.Cintanya yang pernah begitu polos dan indah kini tak ada lagi. Tiba-tiba dia merasa kesepian. Tasya mengambil foto Putri dari dalam dompetnya. Melihat anak perempuan berkulit putih pucat seperti tanpa darah itu membuat tekad Tasya semakin bulat.Tak ada yang lebih penting dari anaknya!Ini semua adalah hutang Angkasa pada mereka!Dia menyimpan kembali foto itu, ketika Tasya berencana istirahat, tiba-tiba dia mendengar suara sepatu hak tinggi yang melangkah cepat ke tempatnya. Tasya tak mengingat ada teman yang ingin menjenguknya, jadi siapakah yang di luar sana? Tasya sedikit bingung.Pintu kamar terbuka seketika, tercium wangi parfum yang menusuk hidung, membuatnya menggosok hidungnya. "Nona Angelina?"Tasya yang melihat Angelina berjalan ke arahnya itu se
Namun, pria itu segera menyadari apa yang mungkin dilakukan Angelina. "Dimana kamu?" Angkasa menelpon Angelina dengan kesal. "Apa yang baru saja kamu lakukan?!""Angkasa, aku sedang mengarah pulang, aku ingat kamu paling suka dengan sup ikan buatanku, kan? Aku pergi membeli ikan, siang ini aku akan membuatkannya untukmu, kebetulan David juga suka, kita bertiga bisa makan dengan baik nanti." Kata Angelina dengan senang.Mata Angkasa menyorot dingin, suaranya sangat pelan namun terdengar sangat dingin. "Kamu barusan ke rumah sakit?"Senyum di bibir Angelina seketika lenyap. "A-aku pergi untuk menjenguk Nona Helen, bukankah dia baru saja kecelakaan besar? Bagaimanapun juga aku harus pergi menjenguknya, kan?""Kamu kesana hanya menjenguknya?" Suara Angkasa begitu dingin bak es.Bahkan, dari seberang telepon pun Angelina masih dapat merasakan hawa dinginnya. "Tentu, tentu saja. Apalagi yang bisa kulakukan?""Angelina, dengarkan aku baik-baik, kalau sampai aku tahu kamu berbuat sesuatu pada
Baru saja mereka masuk ke kamar pasien, mereka merasa suasana dalam ruangan tidak seperti biasa. Aura Angkasa yang menekan itu seperti ikut menurunkan suhu dalam ruangan menjadi dingin."Baik-baiklah, apakah Tasya masih hidup?"Adelia seketika terdiam.Zayn justru menyerbu masuk. Ketika dilihatnya wajah Tasya yang ada bekas merah dan membengkak, matanya berkobar marah."Kamu kurang ajar! Berani-beraninya kamu memukul Mama!" Zayn seperti singa kecil menyerbu ke arah Angkasa, lalu dengan tangan dan kakinya memukul-mukul Angkasa.Angkasa hanya berdiri di tempat tanpa bergerak, menerima amukan Zayn, sementara Adelia segera masuk, ketika dilihatnya wajah Tasya, dia juga ikut marah. "Angkasa, kamu pria bukan? Beraninya main tangan dengan wanita, benar-benar brengsek!"Tasya yang melihat reaksi dari orang dewasa dan anak kecil itu hampir kehilangan kata-kata. "Bukan dia yang memukulnya, Zayn, hentikan!"Tasya berteriak, tapi Zayn tidak berhenti juga, malah dia menggenggam tangan Angkasa dan
"Kamu rasa apa? Tasya, ada hal yang ingin kubicarakan berdua saja denganmu,"Deg!Hati Tasya berdegup kencang.Tak ada keramahan dalam mata Angkasa, bahkan matanya seakan-akan mengancam. Jarang sekali Tasya melihatnya seperti itu, seketika tubuhnya mematung."Apa yang kamu lakukan?! Paman, kamu sedang menakuti Mamaku, ya?" Zayn maju selangkah.Zayn mencoba mendorong Angkasa, tapi Angkasa menangkapnya hanya dengan satu tangan, melihat matanya yang dingin, seketika membuat Zayn sedikit takut. Nyalinya sedikit ciut!Tasya tahu Angkasa sudah mencapai batas sabarnya, dan dirinya yang sudah mencapai batas kemarahan itu tidak semua orang mampu menerimaakibatnya, terlebih lagi Zayn yang kini ada di tangannya."Angkasa, apa yang mau kamu bicarakan denganku? Cukup kamu dan aku bicarakan saja, lepaskan Zayn, dia masih anak kecil. Adelia, bawa Zayn pergi belikan aku makanan, biarkan aku dan tuan Angkasa bicara." Tasya buru-buru menyahut, wajahnya sedikit gugup.Adelia menatapnya dengan tidak ten