Drrttt [Tidak perlu dicari karena dia sudah mati!] Satu pesan yang masuk membuat mata Arsen membelalak lebar. "Sialan! siapa pengirim pesan ini!" umpatnya. Dilemparnya ponsel itu keras, tidak peduli apa yang akan terjadi. "Airina, aku bisa gila jika kamu tiba-tiba hilang seperti ini!" rintih Arsen keras. **** "Apakah Arsen akan menemukanku?" tanya Airina lirih. "Nona Gemma memang keras kepala, diminta untuk tidak mengganggu malah-" Gemma yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. "Malah apa? kau kira aku akan berhenti mengganggu hubungan kalian?" tanya Gemma keras. "Aku tidak akan membiarkan pernikahan kalian itu bahagia, hahaha. Jika aku tidak bisa memiliki Arsen, tidak boleh ada wanita yang memilikinya!" tandas Gemma tegas. Airina hanya bisa diam, ia tidak ingin satu tindakannya memperparah keadaannya. "Kenapa? kau tidak bisa berkutik ya," ledek Gemma. "Nona, lepaskan aku dari sini!" pinta Airina. "Jangan berharap, katakan padaku pernikahanmu dan Arsen hanya sebatas kontr
"Tunggu, Nona. Cukup menyiksa tubuhnya yang sudah rapuh ini, bagaimana kalau kita menyiksa dia?" Lelaki itu menunjukkan foto Amelia, ibu Airina. Mata Airina membelalak lebar, di ruangan gelap ini laki-laki itu tidak terlihat jelas. "Bajingan, siapa kau?" teriak Airina naik pitam. "Hahaha, jadi apa kau masih ingin bungkam, Nona?" tanyanya. Airina tetap diam, isi kepalanya terasa sangat rancu. Jika ia mengatakan yang sebenarnya, semuanya akan berakhir sia-sia. Akan tetapi, jika ia diam keamanan ibunya terancam, sebenarnya siapa lelaki itu? "Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, jika kalian masih tidak percaya aku bisa apa?" elak Airina. "Jalang, kau masih bisa mengelak! Lihatlah tubuhmu yang sudah tidak berupa, wajah cantikmu yang sekarang mirip gelandangan itu." Gemma mencengkram dagu Airina kuat-kuat, tangannya itu mirip seperti atlit tinju. "Emm emm!" Airina tergagap. "Apa? Kau memang gelandangan dari Kota Lyon yang dipungut oleh Arsen, kan?!" tanya Gemma dengan memaksa. "
"Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, Nona!" gerutu Airina. "Aku masih menunggu jawabanmu, besok aku akan datang bersama bangkai ibumu. Jika kau ingin ibumu selamat, katakan yang sejujurnya padaku ...." Gemma melenggang pergi. Ruangan itu kembali gelap, pikiran Airina melayang pada keselamatan ibunya. "Ibu, aku berharap engkau baik-baik saja. Maafkan aku yang-" Isak tangisnya tidak terhenti, mengingat keluarganya masih dalam keadaan tidak baik-baik saja. "Arsen, tolong aku!" teriaknya keras. Percuma! ruangan itu kedap suara, sekali pun Airina berteriak sampai tenggorokannya kering. Tidak ada orang yang bisa mendengarnya. **** "Airina, kenapa kamu hanya datang ke mimpi? Kenapa kau tidak mengatakan kamu di mana?" berondong tanya Arsen pada dirinya. Tok tok tok! "Tuan muda, hari ini Anda belum makan sama sekali," teriak Tiwi. Saat ini, Arsen hanya duduk di kursi kerja Airina. Tanpa ia sadari, ia terlelap dengan posisi duduk. "Ya, Tiwi. Aku masih menunggu Airina," teriaknya.
"Arrghh! Aku sudah sangat muak denganmu, Jalang!" teriak Gemma keras. Seorang lelaki yang Airina kenal itu kembali datang dengan sayup-sayup. "Ada apa, Nona? Apa dia masih tidak mengatakan dengan jujur?" tanyanya. "Dia bahkan selalu mengatakan kalau Arsen mencintainya! Sudahlah, aku sudah sangat muak. Bawa dia turun!" titah Gemma. "Nona, apa Anda berniat melepaskan dia?" tanya Adam. Gemma menganggukkan kepalanya malas, ia merasa kepalanya sangat nyeri. "Kenapa, Nona? Bagaimana bisa Anda mudah menyerah seperti ini?" tanya Adam dengan raut kesal. "Sudahlah, di sini aku sudah kalah. Arsen mencintainya, bagaimana bisa aku merebutnya? Dia bisa ilfil jika aku terus mengusiknya," gerutu Gemma. "Mereka tidak menikah kontrak, lalu kau masih saja memaksaku untuk menyekap dia? Percuma!" tambahnya keras. Adam Rush hanya menatap kosong ke beberapa arah, jika seorang Gemma yang memiliki kuasa sudah mengatakan demikian. Ia tidak bisa melakukan apa pun lagi. "Baik, Nona. Akan aku urus dan m
"Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja mengerem karena ada orang menyebrang tiba-tiba," jelas Aron tergugup. Arsen hanya mengangguk, keduanya merasa sangat canggung. Malu! Airina menahan malu karena pipinya merona merah. CITMobil itu berhenti tepat di depan kawasan apartemen, Airina yang keluar dari mobil. Secara tiba-tiba digendong Arsen untuk masuk. "Arsen!" teriaknya, "Apa maksudmu seperti ini? Aku bisa berjalan sendiri untuk masuk!" Airina memukul tubuh Arsen secara keras, meski lelaki itu meringis Airina tidak peduli dan terus melakukannya. "Selamat datang kembali, Airina!" ucapnya. "Turunkan aku!" teriak Airina. Arsen akhirnya menurunkan tubuh Airina tepat di sofa ruang tamu. Lengan Airina yang masih melingkar di leher Arsen, membuat keduanya secara sengaja saling menindih. Mata Airina bergulir ke sekeliling ruangan, tubuhnya merasa sangat berat. "Airina, dengarkan aku," bisik Arsen lirih. Lelaki yang merasa sesuatu pada tubuhnya menegang mulai hilang kendali. Ia mencium wan
"Maksudmu?" tanya Airina terhenyak. "Ah, sudah lupakan saja," tukas Arsen. Sepasang kekasih itu menyelesaikan makan dengan hening. Setelah selesai keduanya pergi bekerja, sepanjang perjalanan Airina memilih diam. "Selamat bekerja kembali, Airina. Hari ini Aiden akan berjaga di butik, oh ya satu lagi jangan lupa nanti siang. Aku akan datang di jam makan siang, bersiaplah, Sayang." Dengan ulasan senyum yang sangat manis, Arsen mengucapkan semua kalimat itu dengan sangat mudah. "Apa, Sayang?" ulangnya dengan tanya. "Lelaki itu sudah gila!" umpat Airina. Aiden hanya mengikuti Airina masuk ke butik, lelaki bertubuh kekar itu membuat Airina merasa aneh. "Nona, saya akan mengikuti perintah Anda," ucap Aiden pelan. "Tiwi, kemarilah sebentar!" panggil Airina. "Selamat datang kembali, Nona. Anda ke mana saja? Saya sa-" Ucapan Tiwi terhenti, matanya menatap seseorang yang datang bersama Airina. Airina yang menyadari tingkah Tiwi yang bertanya-tanya. "Dia Aiden, bodyguard pribadiku.
"Hah?" beo Airina. Tanpa basa-basi, Arsen langsung mencium Airina tanpa ragu di depan orang tuanya. Dengan sedikit mendesak, Arsen menikmati ciuman itu. Airina yang perlahan merasa keenakan hanya menerima setiap gerakan dari Arsen. Lengan lelaki itu mulai mengangkat pinggang ramping Airina. "Arsen!" panggil Yohan dengan mengulas senyum. "Sudah, Julie. Lihatlah anakmu benar-benar sudah menikah," ucap Yohan dengan lembut. Sejoli yang sedang dimabuk kenikmatan itu menghentikan tindakannya. Dengan satu sapuan tangan pada bibir Airina. Arsen mengecup pelan bibir plumpy itu dengan satu kecupan. "Terima kasih, Sayang," bisiknya. Airina hanya mengangguk, pipinya merona merah seperti kepiting. "Aku sangat malu!" bisiknya pada Arsen. "Jangan membuat istrimu tertekan seperti itu, Arsen. Lihatlah pipinya merona," ledek Julie. Airina hanya menundukkan kepalanya, ia merasa sangat malu. "Kalian sangat lucu, ayo kita makan siang bersama," ajak Julie dengan terkekeh. "Iya, Ibu." Arsen me
"Emm, Gemma sangat sering datang ke kantor. Dia sangat menggangu dan membuatku risih, sampai pada hari di mana Airina ku minta datang," jelas Arsen. "Sampaikan pada keluarga Dassault, semua saham dari keluarga Pinault akan dicabut. Tolong katakan pada Arena, Julie," titah Yohan. Airina hanya bisa diam, bahkan mulutnya tidak mampu berkata-kata. Bagaimana jika situasinya berubah? "Maafkan kelalaian kami, Airina. Kami akan menebus kesalahan ini," ucap Yohan dengan lembut. "A-ayah, tidak perlu berlebihan seperti itu. Aku sudah baik-baik saja, dan aku juga nyaman dengan butikku yang didukung keluarga Pinault," ucap Airina tergugup. "Ayah, semuanya sudah aku atasi. Lakukanlah penyitaan pada beberapa aset milik Dassault," pinta Arsen. Suasana makan siang itu berubah sangat canggung. Kedekatan keluarga Pinault dengan Gemma langsung renggang saat itu juga. "Aku tidak menyangka Gemma melakukan hal sekeji itu, apalagi didasari kata cinta!" pekik Julie. "Aku juga merasa sangat kecewa, kel