Share

4. Ngidam

last update Huling Na-update: 2022-10-06 11:16:25

"Sudah sana berangkat ngampus! Aku gak papa." Hani mengangkat suaranya begitu ia sudah siuman dari pingsan.

"Udah terlambat. Mau masuk juga udah gak semangat." Syamil bangun dari duduknya, lalu mengambilkan minum untuk Hani. Pemuda itu mengulurkan ujung sedotan pada bibir Hani yang seksi. Dengan cepat Syamil menggelengkan kepala agar tidak terlalu fokus pada bibir Hani yang padat.

"Udah, Syamil, apa yang mau disedot, orang airnya udah habis!" Syamil menggaruk rambutnya yang tidak gatal, diikuti seringai lebar. Pemuda itu meletakkan kembali gelas yang telah kosong di atas nakas. Ia ingin pulang, tetapi ia tidak tega juga dengan Hani. Ingin bertanya lebih detail tentang suami atau keluarga wanita itu, tetapi rasanya sungkan.

"Sya, ini udah jam satu, kamu makan dulu sana! Aku gak papa kok. Kata dokter klinik juga aku cuma kecapean aja. Bayi aku juga sehat. Sore ini mungkin aku sudah boleh pulang juga. Jadi kamu jangan terlalu khawatir." Hani tersenyum penuh hangat. Jauh di dalam hatinya sangat bersyukur bertemu pemuda baik seperti Syamil. Jika tidak ada pemuda itu, tentulah tidak akan ada yang tahu ia pingsan seorang diri di dalam rumah.

"Nanti saja, belum lapar," jawab Syamil santai.

"Ish, aku mau buka selimut ini, ganti baju. Kamu mah tega, masa aku dipakein gamis. Ini lagian gamis siapa?" Hani menggaruk lehernya yang gatal. Gerah, sumuk, sehingga ia ingin mengganti pakaiannya.

"Makanya kalau mau pingsan itu bajunya yang sopan. Masa pakai tank top doang sama celana pendek. Bayinya nanti kalau masuk angin gimana? Ya udah, saya pinjam gamis ibu samping rumah Mbak Hani aja."

"Ya kali gue mau pingsan siap-siap dandan, ganti baju pakai gaun pesta, make up, pake parfum, pingsan ya pingsan aja!" Balas Hani dengan memberengut. Syamil tertawa sambil mengunyah permen karet. Rasanya seru juga dicereweti perempuan, karena dua wanita di rumahnya yaitu ummi dan tetehnya gak ada yang cerewet. Semua kalem dan cerewet hanya pada saat tertentu saja.

"Sya, kamu punya uang gak?"

"Nggaklah, ada sih buat makan doang, kenapa?"

"Mau minta tolong belikan rujak jambu air. Uangnya aku ada di rumah." Hani setengah memohon. Wanita itu menelan air liurnya karena tiba-tiba ingin makan rujak jambu.

"Nanti sore, pas aku pulang, aku gantiin." Syamil mengangguk setuju. Pemuda itu pun pergi mencari buah jambu sesuai keinginan Hani.

Sudah cukup jauh ia berjalan, tetapi pedagan rujak buah keliling belum juga ia temui. Alhasil, Syamil memutuskan untuk mampir di warung makan untuk makan siang. Setelah perutnya kenyang, Syamil melanjutkan perjalanan mencari buah untuk Hani. Karena sudah cukup lama berkeliling dan tidak menemukan apa yang diinginkan, maka Syamil membelikan Hani buah jeruk Medan yang ternyata sedang murah.

"Syamil, kamu Syamil'kan?" tegur seorang remaja wanita seumuran dengannya. Pemuda itu memicingkan mata, mencoba mengingat wajah manis wanita berkerudung lebar dan juga berkacamata ini.

"Iya, saya Syamil, Mbak siapa ya?"

"Saya Zulaikha Hanum. Biasa dipanggil Hanum. Saya yang kemarin bareng kamu ospek, tapi kamu gak masuk dua hari ya?"

"Oh, iya, kalau gitu kita seumuran. Aku panggil Hanum aja ya?" Syamil tersenyum manis. Ia terpesona dengan sosok remaja yang menutup auratnya dengan baik. Kerudung besar itu berkibar ditiup angin, sehingga menamba kesan elegan wanita muslimah. Hanum mengangguk, membalas senyuman Syamil dengan tak kalah sumringah.

"Sekarang kamu sudah sehat? Kenapa tadi gak masuk? Waktu perkuliahan besok dimulai loh."

"Oh, iya, Hanum, kakak saudara saya sakit, jadi saya gantian yang urus beliau. Ini saya disuruh belikan buah."

Syamil dan Hanum terus berbincang seru tentang dunia kampus. Pemuda itu lupa, ada Hani yang tengah menunggunya sampai berlinangan air mata. Ia sangat ingin makan buah jambu, tetapi Syamil tidak kunjung kembali.

"Ini obatnya diminum rutin ya, Mbak Hani. Kalau bisa jangan memikirkan hal berat dulu. Usahakan jangan pingsan lagi ya." Hani mengangguk paham. Obat yang dimasukkan ke dalam plastik itu ia bawa pulang setelah semua administrasi ia bayarkan. Untunglah ponselnya ada M-banking sehingga ia bisa membayar perawatannya sendiri tanpa perlu menyusahkan orang lain.

Dengan ojek online, Hani pulang tanpa menunggu Syamil. Ini sudah jam empat sore, sehingga tidak mungkin Syamil pergi meninggalkannya sangat lama. Bisa saja pemuda itu memang sedang ada urusan.

Saat duduk di boncengan, tanpa sengaja ia melihat Syamil dan seorang wanita berkerudung besar yang wajahnya sama belianya dengan pemuda itu. Pantas saja Syamil tidak balik-balik ke klinik. Kenapa tidak dipanggil? Tidak, ia tidak akan mau mengganggu keseruan Syamil dengan teman wanita yang setipe dengan dirinya.

Begitu sampai di rumah, Hani pun mengunci pintu. Ia memutuskan mandi air hangat agar tubuhnya kembali segar.

Kring! Kring!

"Halo."

"Halo, Mbak Hani, aduh maaf, saya sampai lupa kalau Mbak Hani menunggu saya di rumah sakit. Ini tapi kata suster Mbak Hani sudah pulang naik ojek."

"Iya, gak papa. Jambunya dapat gak?"

"Nggak, Mbak, adanya jeruk."

"Ya udah kalau gitu gak jadi. Makasih kamu udah mau aku repotin ya. Aku mau mandi dulu."

Hani memutus panggilannya. Ia memaklumi Syamil yang masih muda dan tentu saja berbeda dunianya dengan dunia kelam yang saat ini ia jalani. Ia tidak boleh selalu mengharapkan Syamil ataupun mengandalkan remaja itu, karena memang dunia mereka berbeda.

Ibu dipenjara, ayah sudah lama tidak ada. Kakak hidup serba kekurangan, lalu dirinya malah menjadi istri kedua yang dibuang. Tidak ada yang mau bernasib menyedihkan seperti dirinya, tetapi ini sudah takdir dan ia harus menjalani dengan lapang dada.

Pukul delapan malam, Hani keluar untuk mencari jambu air. Rasa penasaran dan ngidamnya begitu kuat, sehingga ia merasa sedih jika tidak bisa menikmati rujak buah jambu itu dengan segera. Tujuannya adalah minimarket super berwarna merah yang isi tokonya lumayan lengkap. Ada banyak buah potong di sana, mulai dari nanas, semangka merah, semangka kuning, buah naga, mangga, jeruk, pir, dan masih banyak lagi yang lainnya. Untunglah apa yang ia inginkah tersedia juga di etalase buah. Lekas Hani mengambil secukupnya untuk ia bawa pulang.

Srek!

Brak!

"Aw! S-siapa kalian? Apa yang... mmmppp!" Dua pria bertubuh besar menarik Hani ke balik tembok besar. Buah jambu terlepas dari tangannya, begitu juga dengan sebelah sandal karena ia memberontak.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
waduuh siapa mereka
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   133. Asoy

    Keduanya sudah mandi dan juga solat magrib berjamaah. Syamil memimpin dengan membaca surah Ar Rahman yang isi surah tersebut adalah tentang cinta kasih. Bahkan Syamil menangis saat membacakan surah tersebut. Hani pun ikut menangis, sehingga Syamil begitu terharu melihat sang Istri. "Sudah, kan sudah selesai solat, air matanya masih turun aja! Neng terharu dengan surah itu ya?" Syamil mengusap kepala Hani dengan lembut. "Saya nangis bukan karena terharu, tapi karena kecapean berdiri. Surahnya kepanjangan. Rokaat pertama surah Ar-Rahman, rokaat kedua Surah Yasin, hiks.... " Syamil tertawa terpingkal-pingkal. Ia benar-benar keterlaluan pada istrinya. Bisa-bisa nanti Isya, Hani gak mau jama'ah lagi gara-gara kepanjangan ayat. Hu hu hu... "Neng, maaf ya. Sini, biar saya pijitin!" Syamil tidak tega dan tentu saja langsung meminta maaf. Kedua kaki istrinya ia pegang dan ia pijat dengan lembut. Hani pun membiarkan Syamil memijat kakinya karena memang rasanya sakit dan pegal. "Maaf ya, sa

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   132. Pengantin Baru

    "Apa ini, Mi?" tanya Syamil saat ummi-nya menyodorkan sebuah kartu mirip kartu ATM. "Buat kamu bulan madu. Biar gak digangguin pembaca, he he he.... ""Ya Allah, Ummi, makasih ya, Mi." Syamil memeluk ummi-nya dengan penuh rasa haru. "Ummi ini kapok, mungkin karena waktu pernikahan kamu yang pertama Ummi gak kasih hadiah nginep di hotel, makanya jadi gitu. Sekarang Ummi mau memperbaiki kesalahan Ummi. Kamu dan Hani selamat menikmati menginap di hotel selama empat hari. " Kalian bisa jalan-jalan naik speedboat, bisa ke Dufan sekalian, bisa main ke sea world. Menikmati makan malam romantis di depan pantai Ancol." Bu Umi menjelaskan dengan penuh antusias. Ia memang sudah menyiapkan semua untuk Syamil dan juga Hani. "Mi, terima kasih ya," ujar Hani akhirnya, setelah sejak tadi hanya memperhatikan Syamil dan ummi-nya berbincang. "Sama-sama Hani. Ummi lega ternyata kamu ibu kandung Syam, sehingga Ummi dan Syam tidak akan dipisahkan." Bu Umi sudah berkaca-kaca. Hani memeluk mertuanya. "

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   131. Alhamdulillah

    Salah satu orang yang paling tersedu-sedan di ruangan itu adalah Bu Restu. Dengan baju kebaya sederhana yang dipinjamkan Bu Umi, serta selendang panjang yang ia pakai di kepala, Bu Restu terus terisak. Ia begitu terharu bisa menyaksikan momen anak bungsunya menikah dengan sebenar-benarnya menikah."Mama, maafkan Hani. Mohon ... d-doa restu Mama." Kalimat itu ia ucapkan terbata-bata diantara linangan air matanya. "Pasti Mama doakan, Sayang. Semoga bahagia selalu ya, Nak. Maafkan Mama." Keduanya saling berpelukan erat. Dilanjut dengan sungkem pada Hadi."Akhirnya adik Abang menikah juga. Selamat yq, Hani. Semoga sakinah, mawaddah, wa rohmah." "Makasih, Bang. Hani minta doa dan restunya." Adik dan kakak itu pun saling berpelukan sambil menangis Syamil yang ikut sungkem pada Bu Restu."Mohon doa restunya, Ma," bisik Syamil dengan suara bergetar menahan tangis."Titip Hani ya. Mama pesan, tolong jaga Hani. Jika kamu sedang marah, tolong jangan berkata kasar pada Hani. Mama percayakan an

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   130. Akad Nikah

    "Beneran kamu gak mau ikut melamar wanita yang akan menjadi kakak ipar kamu?" tanya Pak Rahmat pada Zahra. Dirinya dan Raka sudah bersiap berangkat karena taksi online sudah menunggu di depan pagar rumah. "Nggak, Pa, semoga acaranya lancar." Zahra tidak berani menoleh pada Raka. Ia hanya menatap papanya saja sambil tersenyum tipis. "Ya sudah kalau begitu, Papa dan Raka berangkat dulu. Besok pagi Papa InsyaAllah sudah ada di rumah." Zahra mengangguk paham. Wanita itu masih berdiri di depan pintu sampai taksi yang ditumpangi papa dan Raka meluncur pergi. Kemarahan Raka kemarin, sangat membuatnya syok dan sadar, bahwa selama bertahun-tahun hanya dirinya yang memendam perasaan itu, sedangkan Raka tetap menganggapnya sebagai adik. Zahra merapikan semua baju untuk ia masukkan ke dalam tas. Tekadnya sudah bulat untuk kembali bekerja dan tinggal di kosan saja. Jika ia tetap di rumah, maka kenangan almarhumah mamanya dan Raka pasti mengusiknya dan membuatnya susah sadar diri. "Mbak Zahra

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   129.Pengakuan

    Kehadiran Raka di rumah tentu saja membuat Pak Rahmat sedikit lega. Meskipun hanya satu malam saja putranya menginap, paling tidak, pria itu merasa ada teman bicara. Masalah yang menumpuk membuatnya stres memikirkan masalah anak-anaknya.Jika Pak Rahmat senang dengan kehadiran Raka, menemani Raka makan di ruang makan, tetapi tidak dengan Zahra yang masih belum keluar kamar sejak mulai Raka tiba di rumah. "Ck, ya ampun Zahra belom sembuh juga ngambeknya," gumam Raka saat nasi dalam piring hampir habis. "Ya, nanti kamu bicara saja dengan Zahra. Ada hal yang harus kamu ketahui, tetapi lebih baik Zahra sendiri yang memberitahu." "Maksud Papa? Hal penting apa, Pa? Berkaitan dengan Syamil?" Pak Rahmat mengangkat bahunya. "Bisa jadi." Jawaban ambigu Pak Rahmat membuat Raka menghela napas. Pasti ada ha besar yang ditutupi papa dan adiknya. Pak Rahmat memang sudah menimbang untuk tidak membicarakan masalah perasaan putrinya pada Raka. Ia tidak mau ikut campur terlalu dalam, apalagi soal

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   128. Penjelasan Raka

    "Wah, calon pengantin jangan suudzon dulu!" Raka mengulurkan tangan ingin berjabat dengan Syamil. Pemuda itu pun membalas jabat tangan Raka tanpa senyuman. Wajahnya masih masam karena merasa cemburu dengan Raka. "Mas Raka udah tahu status kita, Sya. Mas Raka ke sini hanya mau anter oleh-oleh dan meluruskan masalah dengan saya. Semua udah selesai kok." Hani menambahkan dengan bijak. Syamil tidak menyahut. Ia duduk memutuskan duduk di samping Raka dengan muka yang masih ditekuk. "Ya sudah, menurut saya masalah diantara kita sudah selesai. Doakan masalah saya juga selesai ya, Hani." Raka berdiri dari duduknya. "Mas, habiskan dulu tehnya!" Hani mengangkat cangkir teh yang masih ada setengah cangkir lagi. Raka pun duduk untuk menghabiskan tehnya. Hani dan Syamil saling pandang. Hani mendelik karena wajah Syamil masih saja masam, padahal Raka sudah menjelaskan. "Saya pamit deh, naik taksi online-nya dari depan saja. Oh, iya, Sya, jangan lupa undang saya saat kalian menikah ya. Selagi se

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status