Edward menyerahkan tas kantornya kepada Alenta begitu juga dengan jas yang ia gunakan. Dia membiarkan Alenta mengurus barang-barangnya seperti kebiasaan mereka beberapa waktu terakhir ini. Edward bergegas masuk ke dalam kamar mandi, sementara Alenta sudah bersiap untuk menyiapkan pakaian ganti untuk Edward. Setelah semuanya selesai, Alenta bergegas meninggalkan kamar untuk menuju ke dapur. Makanan sudah tidak lagi hangat, jadi dia perlu menghangatkan sebentar untuk Edward makan nanti. Edward keluar dari kamar mandi, dia langsung menggunakan pakaian yang sudah disiapkan oleh Alenta. "Kak," panggil Alenta pelan. "Makanannya sudah siap," ucap Alenta memberitahu. "Hem...." jawab Edward singkat. Alenta juga belum makan, jadi dia berniat untuk makan dengan Edward. Tapi, niatnya itu sedikit terganggu saat Elea terbangun dari tidurnya. Edward keluar dari kamarnya, bergegas dia berjalan menuju meja makan. Dia sempat mendengar Elea yang menangis tapi dia tidak melakukan apapun karena dia
"Ibuku menghubungiku, dia mengatakan bahwa Kau membiarkan Elea makan sendiri. Makanan berantakan ke mana-mana, Apa itu benar?" tanya Edward, menatap Alenta dengan tatapan yang terlihat serius. Alenta terdiam sebentar, Sebenarnya dia tidak ingin menanggapi pertanyaan itu dan meminta maaf saja agar semuanya selesai dengan cepat. Akan tetapi, jika Alenta terus seperti itu, maka Karina dan juga Edward akan terus berpikir seenaknya saja tanpa pernah mau mencari tahu lebih dulu apa maksud tindakan Alenta. Alenta menghembuskan nafas panjangnya, dia menatap Edward sedikit berani lalu berkata, "membiarkan Elea makan sendiri sedini mungkin adalah hal yang harus diajarkan para orang tua. Walaupun Aku memang bukan ibunya Elea, tapi aku berusaha memenuhi semua itu."Alenta mulai merasakan suaranya yang gemetar menahan tangis, ini adalah kali pertama dia membantah ucapan Edward sehingga dia merasa sangat ketakutan sendiri. "Mengajarkan Elea untuk bersikap mandiri, mengembangkan keterampilan moto
Alenta terdiam membeku, Ia benar-benar sedang berpikir keras apa maksud Edward dengan menyibakkan selimut dan menunjukkan kedua kakinya? "Kenapa masih diam saja?" tanya Edward terlihat sedikit kesal. Alenta agak ragu untuk balik bertanya, tapi pada akhirnya dia memutuskan untuk bertanya kepada Edward karena dia benar-benar tidak mengerti harus melakukan apa."Aku harus bagaimana, kak?" tanya Alenta gugup. Edward menghela nafasnya, menatap Alenta dengan tatapan yang sedikit sebal lalu berkata, "tentu saja, pijat kakiku!" Titahnya tegas. Alenta terdiam sebentar, dia menganggukkan kepalanya dengan cepat. Setelah itu, Alenta berjalan mendekati Edward. Alenta naik ke atas tempat tidur, dengan posisi bersimpuh dia mulai menyentuh kaki Edward dengan kedua tangannya. Alenta sebenarnya memang terbiasa memijat, hanya saja memijat Ibunya dan memijat Edward tentu saja tidak bisa disamakan kekuatan tangannya. Edward berdecak, ekspresi yang terlihat tidak nyaman itu membuat Alenta semakin ter
Alenta merasa lelah sendiri menyingkirkan tangan Edward dari tubuhnya, jadi dia membiarkan saja Edward meletakan tangannya di sana sampai dia sendiri hanyut oleh rasa kantuk. Pagi harinya. Begitu Edward terbangun, dia sudah tidak mendapati Alenta lagi di tempat tidurnya. Bergegas, Edward bangkit dari posisinya, lalu turun dari tempat tidur. Alarmnya sudah berbunyi, itu tundanya tak ada banyak waktu yang tersisa untuk Edward bersiap. Edward menghela nafas lega. Untungnya, Alenta sudah menyiapkan pakaian kerja, bahkan barang-barang kantornya juga sudah siap seperti, laptop, ponsel, juga dokumen yang Edward bawa ke rumah kemarin. Edward tersenyum, ternyata memiliki Alenta memang benar-benar hal yang bagus!Edward meninggalkan tempatnya, menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai, Edward menggunakan pakaian yang sudah disiapkan oleh Alenta. Dia tidak komplain tentang perpaduan dasi, karena warna Dongker dipadukan dengan silver cukup keren juga. Yah, padahal Ed
"Kenapa kau membiarkan Elea makan sendiri?" tanya Herin kesal, "sudah tahu Elea itu masih juga disebut bayi, tapi kau menyuruhnya makan sendiri! Kau pikir, apa gunanya kau diminta untuk mengasuh Elea? Kau ingin menjadi Nyonya, ha?" Herin berucap dengan nada bicara yang membentak, tatapan matanya tajam dengan jelas dia tunjukkan kepada Alenta seorang. Alenta masih diam membeku. Sungguh, dia sedang berpikir dan membatin di dalam hatinya. Bagaimana bisa Ibunya juga berpikir aneh, dan pembahasannya masih tentang hal itu. Alenta menahan tangisnya, dia menurunkan tangannya dari pipinya. Sungguh, yang sakit bukan hanya pipinya saja, hatinya jauh lebih sakit sampai membuat mulut Alenta seperti kelu. "Jangan mengecewakan Edward dan juga keluarganya, Alenta!" peringat Herin, "Ingat, kau dijadikan istri sementara untuk menggantikan kakakmu yang tidak pernah mengecewakan Edward, dan keluarganya!"Istri sementara, menggantikan kakaknya? Pada akhirnya, kalimat itu membuat Alenta tidak lagi bi
Begitu sampai di rumah sakit, Herin langsung menemui Julia yang masih terbaring koma di atas brankar rumah sakit dengan segala perlengkapan medis yang bekerja untuk tubuhnya. Herin menghela nafas, tatapan matanya jelas sekali memperlihatkan betapa sedihnya dia melihat Julia masih belum bangun. Herin mengusap punggung tangan Julia begitu dia berada di dekat Putri pertamanya itu, berdoa seperti doa yang sama seperti biasanya. Kesembuhan, keselamatan, yang dia panjatkan setiap hari untuk Julia. "Nak," panggil Herin pilu. "Kapan kau akan bangun? Ibu merasa, terlalu lama kau berbaring seperti ini akan membuat suasananya menjadi berubah. Ibu takut, kehidupan yang mulanya untukmu tidak akan terus menjadi milikmu kalau kau terus saja berbaring seperti ini," ucapnya lagi. Herin menahan tangisnya. Kenangan bersama Putri pertamanya serasa begitu membekas di kepala dan serta hatinya. Saat Herin mengandung Julia, saat Julia lahir dan bertumbuh setiap harinya, saat Julia kembali dari sekolaha
Alenta menatap Karina dengan tatapan tak percaya, sungguh dia sangat terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Karina kepada Elea. Elea semakin menjadi-jadi, Elea menggerakkan seluruh tubuhnya hingga Karina sangat kesulitan untuk menahan tubuh cucunya sendiri. Elea terus memberontak dengan sangat agresif, membuat Alenta tidak tahan dan juga tidak tega. Tanpa berpikir panjang, Alenta mengulurkan kedua tangannya dan mengambil alih untuk menggendong Elea. Berada dalam pelukan dan juga dekapan Alenta, Elea mulai tenang dan tidak memberontak sama sekali meski suara tangisnya masih tetap terdengar jelas. "Racun yang kau berikan kepada cucuku, benar-benar sudah menjadi darah daging untuknya," gumam Karina kesal. Alenta bisa dengan jelas mendengar apa yang digumamkan oleh Karina, tetapi Alenta memilih untuk diam dan tidak mengatakan apapun. Tidak lama, sopir datang dan tentu saja menggunakan sebuah mobil yang akan mengantarkan Karina dan juga Elea ke rumah sakit. Karena Elea begitu menem
"Bagaimana keadaan cucuku, Dokter?" tanya Karina semakin penasaran. Sebenarnya, setelah dokter keluar dari ruangan untuk memeriksa Elea, dokter sudah mengatakan bahwa tidak ada luka apapun pada tubuh Elea. Namun, karena Karina masih mengelak dan juga tidak mempercayainya, mau tidak mau dokter menyarankan untuk menunggu saja hasil CT scan dan juga rontgen keluar. Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya hasil pemeriksaan sudah keluar. Dokter memberikannya langsung kepada Karina sembari menjelaskan kepada karirnya secara mendetail. "Tidak ada tulang yang patah atau retak, tidak ada luka dalam apapun, luka luar juga tidak ada. Keadaan cucu anda benar-benar dalam keadaan baik-baik saja," ucap dokter dengan ekspresi wajahnya yang terlihat bersungguh-sungguh. Melihat hasil rontgen dan juga CT scan yang diberikan secara langsung dari dokter yang memeriksa Elea, Karina terdiam karena tidak ada pilihan lain selain mempercayai ucapan dokter tersebut. Lagi pula, yang paling penting adalah cuc