“Ayo duduk! Makan malam sedang disiapkan” ujar Karina mengabaikan saja tatapan Edward dan Alenta yang jelas tidak nyaman.
Karina menarik tubuh Edward, bersiap untuk mendudukkan Edward di sebelah Irene yang sejak tadi terus menatap wajah Edward dengan kagum. Namun, dengan cepat Edward menahan tubuhnya, melepaskan diri dari Ibunya untuk merangkul Alenta dan berada di dekat Elea.“Aku akan duduk sendiri, tidak perlu merepotkan Ibu. Lagi pula, Elea juga terlihat tidak nyaman jadi penting bagiku untuk terus berada di dekatnya. Juga, Ron pasti sangat asing di sini, aku perlu juga menjaga Ron, yang mana Ron tidak boleh jauh dari Ibunya. Jadi, kami akan duduk berdekatan.” ucap Edward.Alenta tersenyum tipis, dia cukup senang karena perlahan Edward semakin menunjukkan kesungguhannya.Karina menatap kesal, sementara itu Irene sendiri juga nampak sedikit kecewa.Setelah mereka berada dalam posisi duduk, Karina mulai kembali membuat ulah.<“Aku tidak bodoh, aku tahu benar apa rencana ibu mertuaku. Aku juga tahu bahwa kau merasa tertarik saat melihat suamiku. Tapi, tatapan matamu dan cara bicaramu yang seolah Ingin membuatku tersadar seberapa banyak kekurangan yang aku miliki, Sepertinya kau juga akan mendapatkan penolakan mentah-mentah dari Edward. Namun, jika kau tidak mempercayainya maka kau boleh untuk mencobanya.” Alenta tersenyum dengan percaya diri, dia memutuskan untuk meninggalkan Irene di sana bersama dengan Elea, perawatnya juga. Irene terdiam menahan kesal, tangannya mengepal, sedang bibirnya dia gigit.Padahal, Alenta tidak secantik dirinya, tapi kenapa bisa begitu sombong?Tidak ingin kalah dari Alenta, Irene akan membuktikan kepada Alenta bahwa dia jauh lebih baik dari Alenta. “Aku cantik, aku berprestasi, tidak mungkin Edward tidak tertarik padaku. Mungkin, dia tidak mau menatapku, memperhatikan wajahku karena ada Alenta, kalau tidak ada pasti dia akan tertarik bahk
“Sa- Sayang....” panggil Edward gugup, dia merasa gugup. Alenta tersenyum‚ meraih tangan Edward‚ membawanya untuk meninggalkan tempat itu hingga sampai di tempat di mana Ron dan juga Elea berada. “Sayang, apa kau Mendengar pembicaraan kamu tadi?” tanya Edward. Merasa bersalah‚ tidak nyaman kalau nantinya Alenta akan merasa rendah diri karena itu. “Sayang‚ Ibuku memang berlebihan sekali. Aku akan membuat-” Edward tak melanjutkan ucapannya karena Alenta menutup bibir Edward dengan jemarinya. Senyum yang manis terbit di bibir Alenta‚ dia menggelengkan kepala karena tidak ingin Edward terus menunjukkan perasaan bersalah seperti itu. “Aku memang Mendengar pembicaraan kalian‚ tapi Kak Edward tidak perlu merasa bersalah seperti itu‚ kan?” Kembali Alenta tersenyum dan melanjutkan ucapannya‚ “Aku bisa memahami perasaan Nyonya Karina, Kak Edward tolong jangan merasa begitu. Aku hanya perlu menunjukkan bahwa aku menantu yang tidak mem
Alenta menggenggam erat tangan kedua anaknya saat memasuki rumah mewah milik kedua orang tua Edward. Pintu terbuka, Karina sendiri yang membukakan pintunya.Wajah Karina berubah pucat saat melihat mereka. Dengan sinis, ia menanyakan tujuan Alenta dan anak-anaknya datang ke sana.“Alenta, apa tujuanmu datang ke sini? Jangan bilang, kau sengaja datang untuk membuatku kesal,” tanya Karina dengan nada mencemooh. “Tidak usah bekerja keras, dengan melihat wajahmu saja aku sudah kesal, kok.”Alenta menelan ludah, merasa gugup namun berusaha tegar dan santai. Coba dia tersenyum, kali ini dia tidak boleh menyerah begitu saja. “Ron sangat menyukai taman samping rumah ini, Ibu mertua. Dia rewel dan ingin datang lagi untuk bermain. Jadi, kami mengajak Elea juga,” jawab Alenta sambil menunjuk Elea. Karina tersenyum dengan ekspresi wajahnya yang kesal. “Jangan panggil aku Ibu mertua!” peringat Karina. “Pulang saja, sana! Kalaupun Ron yang ingin berma
Julia bangkit dari ranjang tidurnya dengan perlahan, tubuhnya terasa lelah meski sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berbaring dan makan saja. Dalam kebimbangan, ia menatap knop pintu kamar yang selama ini selalu terkunci dari luar. Dengan ragu, ia mengulurkan tangan dan mencoba membuka pintu, hatinya berdebar saat menyadari bahwa pintu kali ini tidak dikunci dari luar seperti biasanya.“Mereka lupa atau apa?” gumam Julia.Menantang rasa takut, Julia melangkah keluar dari kamar dan berjalan menyusuri lorong-lorong rumah. Ia benar-benar keheranan karena semua pelayan yang ia temui di sana nampak sopan padanya, berbeda dari sikap mereka sebelumnya yang selalu acuh tak acuh. “Ada yang aneh,” gumam Julia dalam hati.Julia mencoba mencari keberadaan Helios yang selama ini selalu bersikap dingin dan arogan padanya. Ia menanyakan keberadaan Helios kepada salah satu pelayan yang sedang membersihkan lantai. “Tuan Helios? Sejak kemarin beliau belum ke
“Bukankah itu sangat aneh, Helios?” tanya Julia tak lagi merasakan takut setelah dia tahu tidak rekaman video yang selama ini membuatnya terbelenggu. Mendengar pertanyaan Julia, Helios yang sedang melepaskan pakaiannya langsung berbalik badan untuk menatap ke arahnya. “Apa yang sedang kau bicarakan, Julia?”Tersenyum mendengar ucapan Helios, Julia benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikir Helios yang menurut-nya tidak normal. “Helios, kau sudah akan menikah lantas untuk apa kau masih memelihara ku di sini?” tanya Julia keheranan. “Pikirkan juga bagaimana perasaan istrimu nanti, jangan terlalu egois dengan alasan kau ingin balas dendam padaku.”Helios kembali melanjutkan apa yang sedang dia lakukan tadi. Melihat Helios acuh dengan ucapannya, Julia kembali terprovokasi. Dia tidak lagi ingin terus tertahan di sana seperti orang bodoh, padahal akan lebih bermakna jika dia habiskan bersama anaknya sendiri. Untunglah, video rekaman den
“Jangan bicara lagi, Max!” Peringat Helios. “Aku membiarkan mu bekerja padaku untuk melakukan semua perintah dariku, bukan sebaliknya.” Max tertunduk lesu, “Maaf, Tuan. Saya hanya terlalu khawatir dengan keselamatan anda. Kemarin, dia berani menusuk perut anda menggunakan garpu, saya benar-benar tidak bisa tenang apalagi kalau dia keluar dari kamar dan bisa mendapatkan benda yang lebih berbahaya lagi.”Helios menghela nafas, nampak rahangnya mengeras menahan diri untuk tidak mengatakan apapun lagi kepada Max. Max hanya khawatir dan perduli, jelas saja Helios tidak bisa menyalahkan pria itu. “Tunggu saja aku di depan, aku ingin sarapan dengan tenang, Max.” Helios memerintah tanpa menatap Max. Mendengar perintah dari Tuannya, Max pun mengangguk patuh dan segera meninggalkan tempat Tuannya berada. Saat akan sampai ke ruang depan, Max terkejut mendapati Julia yang ternyata berada di sana. Dengan dingin dia menatap Julia, lantas
“Untuk apa kau datang lagi ke sini, Alenta?!” tanya Karina dengan ekspresi kesal. Mendengar sambutan tidak biasa dari Ibu mertuanya itu, Alenta pun tersenyum lebar. “Ron dan Elea ingin bermain di sini, jadi aku membawa mereka untuk datang lagi.”Karina terperangah kesal, namun tidak berani menolak saat melihat wajah Ron yang begitu polos. Karina menyingkir dari ambang pintu dengan ekspresi wajahnya yang judes untuk membiarkan Alenta masuk bersama Ron dan juga Elea. Seperti hari kemarin, Ron dan Elea bermain dengan gembira sedangkan Alenta dan perawat Elea hanya akan mengamati saja. Lagi, saat waktunya makan siang, Alenta membuatkan makan siang untuk kedua anaknya, ibu mertuanya, dan tentu dirinya sendiri bersama perawat. Mereka kini berada di meja makan, Karina juga terpaksa untuk berada di sana. “Makanan apa ini?” Sinis Karina melirik makanan buatan Alenta yang sepertinya tidak menggugah selera. “Bentuknya yang an
Julia dan Helios kembali ke mansion, membuat Gabriella menatap dengan tatapan yang jelas cemburu. Mengabaikan Gabriella, Julia membawa Helios untuk masuk ke dalam mansion. Merasa kesal karena diabaikan, Gabriella ingin sekali mendekat kepada Helios dan mengambil alih untuk mengajak Helios ke kamar untuk merawatnya. Namun, dia merasa takut dan waspada kalau saja Helios tahu siapa orang yang telah menyewa tiga penjahat untuk membunuh Julia. Julia masih hidup, artinya penjahat itu tidak baik-baik saja. Gabriella menggigit bibir bawahnya, perasaan takut mulai merebak semakin dalam. Padahal pembunuh bayaran itu mengatakan akan segera melakukan eksekusi, tapi malah akan berakhir dengan kesialan untuk Gabriella. “Sepertinya aku harus mencari alibi, tapi apa?” Bisik Gabriella di dalam hati. Sekarang, Gabriella hanya bisa berpikir keras mencari alasan saja. Sementara itu, Julia kini menghentikan langkah kakinya k