Share

BAB 2

Plak!

Satu tamparan mendarat di wajah Alenta. 

Sang ibu masih mencengkram kedua lengan tangan Alenta dengan marah, "Bagaimana bisa kau membuat kakakmu celaka, Alenta?!" bentaknya frustasi, "apa kau tahu seberapa sulitnya Julia selama ini?” 

“Kakakmu itu tidak pernah menyusahkan kami selaku orang tuanya! Berbeda dengan kau yang hanya tahu menghabiskan uang untuk sekolah dan lainnya! Baru saja diminta untuk menjaga anaknya, kau justru mencelakai kakakmu sendiri! Dasar, kau benar-benar anak yang tidak berguna!"

Cercaan ibu yang tak henti membuat Alenta hanya bisa menangis. 

Dia tak melakukan perlawanan apapun saat Ibunya terus memukulinya berkali-kali.

"Maaf, aku benar-benar tidak sengaja...." lirih Alenta, tak kalah frustasi. Dia hanya ingin Ibunya mendengarkan apa yang dia bicarakan.

Sayangnya, itu sebatas angan saja. 

Bagi Ibunya, Alenta adalah anak yang selalu merugikan dan membuat ulah meski sebenarnya Alenta sendiri tak pernah melakukan apapun.

Jadi, ditatapnya tajam Alenta. "Kalau terjadi sesuatu yang buruk dengan kakakmu, kau harus menggantinya! Kau, harus menggantinya, bahkan jika menggunakan nyawamu sendiri!" peringat sang ibu,

Deg!

Jantung Alenta mencelos.

Rasanya, Ibunya itu baru saja menjelaskan secara gamblang kepada Alenta bahwa dia sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kakaknya. 

Dia bahkan juga tidak memiliki tempat yang pantas di hati Ibunya sendiri. 

Benar, Alenta sendiri tahu dia melakukan kesalahan dan dengan tidak hati-hati pada akhirnya membuat kakaknya dalam bahaya. 

Namun, dia pun tak sengaja.

Jika dia boleh memilih dan juga memutar waktunya, Alenta sungguh tidak ingin menjadi bagian dari keluarga kedua orang tuanya. Mungkin, dia tak perlu merasakan rasa sesak dari apa yang sudah dia dengar dari mulut sang ibu.

Di sisi lain, orang tua Alenta dan Julia itu pun berlalu meninggalkannya begitu saja untuk menunggu Dokter keluar dari ruang ICU.

Tak lama setelah itu, Edward juga akhirnya datang.

Langkah kakinya benar-benar terlihat sangat cepat. 

Banyak sekali keringat yang muncul di dahi suami Julia itu.

"Bagaimana dengan istriku?" tanya Edward begitu dia sampai di depan ruang ICU untuk bergabung bersama dengan Alenta, dan juga kedua orang tuanya.

Ayah Alenta dan Julia hanya bisa menghela mendengar pertanyaan sang menantu. 

Sungguh, dia tidak tahu harus bagaimana memberitahu Edward karena keadaan Putri pertamanya dia juga masih belum mengetahuinya. 

Namun, kalau tiba-tiba saja dia mengatakan kepada Edward bahwa Julia sampai celaka karena perbuatan dari Alenta, dia juga merasa sedikit kasihan melihat putri keduanya itu.

"Julia terjatuh dari tangga. Namun, bagaimana kondisi yang sebenarnya, Dokter juga masih belum keluar sejak tadi," jawab Ibu Alenta akhirnya jujur.

Edward mengerutkan dahinya. 

Sungguh, dia benar-benar bingung bagaimana istrinya bisa terjatuh dari tangga. 

Padahal, dia tahu benar istrinya sudah sangat lihai untuk naik turun dari tangga tersebut. 

Juga, tangga itu dibuat dengan bahan khusus sehingga tidak akan mudah membuat orang lain terpeleset atau terjatuh jika sebabnya berasal dari anak tangga tersebut.

"Siapa yang membuat istriku jatuh dari tangga?" tanya Edward dengan tatapan yang terlihat begitu menyelidik dan juga dingin.

Dia jelas tahu jatuhnya Julia pasti ada sebab yang tidak biasa. 

Hal ini membuat sang ibu menatap ke arah Alenta.

Gadis itu sontak menggigit bibir bawahnya, panik. 

Sungguh, dia sedang berjuang dengan keras menahan suara tangis agar tak keluar dan pecah dari mulutnya.

Semua jemarinya kini saling bertautan mencoba untuk mencari kekuatan agar dia bisa menyampaikan yang sebenarnya kepada kakak iparnya. 

"Aku sedang mengepel tumpahan jus kiwi kak Julia. Dan, itu yang membuat Kak Julia jatuh."

Brak!

Edward sontak meninju dinding rumah sakit.

Sungguh, rasanya dia ingin memukul Alenta berkali-kali. Namun, dia juga cepat tersadar bahwa memukuli Alenta sampai dengan Alenta mati juga tidak akan pernah membuat istrinya kembali seperti semula.

"Kau akan membayar apa yang sudah kau lakukan terhadap istriku nanti!" geramnya, kecewa.

Alenta sendiri hanya bisa menunduk menahan pedih.

Meskipun Alenta sudah memperkirakan akan mendapatkan kemarahan dari semua orang, nyatanya saat mengalami itu, dia benar-benar sangat sedih dan juga frustasi.

Ceklek!

Dokter yang menangani Julia di ruang ICU tiba-tiba keluar. 

Semua orang yang berada di sana sontak berbondong-bondong untuk bertanya kepada dokter tersebut tentang bagaimana kondisi Julia.

"Pendarahan pada otaknya sudah berhasil ditangani. Namun, karena terdapat benturan keras pada kepala pasien, dengan berat hati kami menyampaikan bahwa, pasien mengalami koma," ucap Dokter tersebut.

Edward menggelengkan kepalanya, tak percaya.

Sang Ibu dan ayah pun kini tengah menutup mulutnya sembari menangis. 

Mereka benar-benar sangat terpukul dengan apa yang terjadi kepada putri pertamanya yang berharga itu.

Sementara Alenta, dia hanya bisa terdiam lemas dengan segala penyesalan yang ia rasakan. 

Sungguh, dia teringat ucapan sang ibu.

Kalau saja bisa, Alenta jelas akan dengan segera memberikan nyawanya tanpa berpikir dua kali agar Julia terbangun seperti semula.

"Apakah akan butuh waktu lama untuk bisa bangun dari koma?" tanya Ibu Alenta dan Julia itu memecah keheningan yang mencekam.

Dokter pun terdiam sebentar sebelum dia menjawab pertanyaan dari Ibunya Alenta tersebut, "Melihat parahnya cedera pada kepala pasien, sepertinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa bangun.” 

“Yang terburuk adalah pasien juga bisa tidak bangun untuk selamanya."

Bugh!

Alenta memundurkan langkahnya karena rasa terkejut yang begitu luar biasa.

Sungguh, dia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai Julia tidak bisa sembuh!

"Tidak! Mana mungkin istriku tidak akan pernah bisa sembuh dan bangun?!" marah Edward sembari mengusap wajahnya. 

Hal ini membuat Dokter menghela nafasnya. "Sebenarnya, ada beberapa kerusakan yang terjadi pada otak pasien. Kami benar-benar ragu untuk bisa menyampaikan apakah pasien bisa bangun dan sadarkan diri atau tidak.” 

“Tetapi, tentu saja harapan dan juga doa kami benar-benar menginginkan yang sama seperti yang Anda semua inginkan," ucapnya menjelaskan apa yang terjadi.

Alenta kini semakin tidak bisa berdiri dengan baik. 

Dadanya terasa begitu sesak. 

Walaupun memang benar Alenta merasa iri pada kesempurnaan hidup yang dimiliki kakaknya, dia sama sekali tidak menginginkan ini.

“Tidak! Ini tidak mungkin!” raung Herin, sang ibu. Dia tak pernah menyangka putri kesayangannya harus berakhir tragis seperti ini.

Dengan cepat, wanita tua itu menoleh dan menatap Alenta tajam. 

Dilangkahkannya kaki menuju putri keduanya itu dan mencengkram lengan Alenta kuat.

Bugh!

"Ini semua karenamu! Putri pertamaku, putri yang paling aku sayangi, putri yang paling berbakti, dan putri yang paling memahamiku, kau buat jadi mayat hidup!" makinya sembari memukuli Alenta berkali-kali. 

Dia tidak peduli bahwa Alenta itu sudah jatuh dengan posisi duduk di atas lantai. 

Bahkan, Herin terus menjambak rambut Alenta berkali-kali, hingga beberapa helai rambut Alenta yang terbawa pada jemarinya.

Alenta sendiri hanya bisa menangis. Dia tidak mengelak pukulan dari ibunya. 

Meski sakit, tetapi Alenta merasa bahwa sakit yang dia rasakan saat ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang sedang dirasakan oleh kakaknya.

“Kak Julia, maafkan aku….” lirihnya pedih.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Lucky Ari
ibunya jg kl memang sayang tdk menyutuh alenta utk bantu nanam pihon dulu, cuma dimulut aja sayangnya tuh
goodnovel comment avatar
Lucky Ari
cerita awal sdh buat sewot gmn selanjutnya
goodnovel comment avatar
Lucky Ari
punya prmbantu utk bersih² rumah adiknya khan cuma disuruh jaga anaknya aja gmn sih ini cerita kl jus tumpah emang ngga ada pembantu masa adiknya kerja jd pembantu juga ya ngga salah lah kl dia ngepelnya ngga kering knp ngga dilap pake tissue aja khan beres
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status