Plak!
Satu tamparan mendarat di wajah Alenta. Sang ibu masih mencengkram kedua lengan tangan Alenta dengan marah, "Bagaimana bisa kau membuat kakakmu celaka, Alenta?!" bentaknya frustasi, "apa kau tahu seberapa sulitnya Julia selama ini?” “Kakakmu itu tidak pernah menyusahkan kami selaku orang tuanya! Berbeda dengan kau yang hanya tahu menghabiskan uang untuk sekolah dan lainnya! Baru saja diminta untuk menjaga anaknya, kau justru mencelakai kakakmu sendiri! Dasar, kau benar-benar anak yang tidak berguna!"Cercaan ibu yang tak henti membuat Alenta hanya bisa menangis. Dia tak melakukan perlawanan apapun saat Ibunya terus memukulinya berkali-kali."Maaf, aku benar-benar tidak sengaja...." lirih Alenta, tak kalah frustasi. Dia hanya ingin Ibunya mendengarkan apa yang dia bicarakan.Sayangnya, itu sebatas angan saja. Bagi Ibunya, Alenta adalah anak yang selalu merugikan dan membuat ulah meski sebenarnya Alenta sendiri tak pernah melakukan apapun.Jadi, ditatapnya tajam Alenta. "Kalau terjadi sesuatu yang buruk dengan kakakmu, kau harus menggantinya! Kau, harus menggantinya, bahkan jika menggunakan nyawamu sendiri!" peringat sang ibu,Deg!Jantung Alenta mencelos.Rasanya, Ibunya itu baru saja menjelaskan secara gamblang kepada Alenta bahwa dia sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kakaknya. Dia bahkan juga tidak memiliki tempat yang pantas di hati Ibunya sendiri. Benar, Alenta sendiri tahu dia melakukan kesalahan dan dengan tidak hati-hati pada akhirnya membuat kakaknya dalam bahaya. Namun, dia pun tak sengaja.Jika dia boleh memilih dan juga memutar waktunya, Alenta sungguh tidak ingin menjadi bagian dari keluarga kedua orang tuanya. Mungkin, dia tak perlu merasakan rasa sesak dari apa yang sudah dia dengar dari mulut sang ibu.Di sisi lain, orang tua Alenta dan Julia itu pun berlalu meninggalkannya begitu saja untuk menunggu Dokter keluar dari ruang ICU.Tak lama setelah itu, Edward juga akhirnya datang.Langkah kakinya benar-benar terlihat sangat cepat. Banyak sekali keringat yang muncul di dahi suami Julia itu."Bagaimana dengan istriku?" tanya Edward begitu dia sampai di depan ruang ICU untuk bergabung bersama dengan Alenta, dan juga kedua orang tuanya.Ayah Alenta dan Julia hanya bisa menghela mendengar pertanyaan sang menantu. Sungguh, dia tidak tahu harus bagaimana memberitahu Edward karena keadaan Putri pertamanya dia juga masih belum mengetahuinya. Namun, kalau tiba-tiba saja dia mengatakan kepada Edward bahwa Julia sampai celaka karena perbuatan dari Alenta, dia juga merasa sedikit kasihan melihat putri keduanya itu."Julia terjatuh dari tangga. Namun, bagaimana kondisi yang sebenarnya, Dokter juga masih belum keluar sejak tadi," jawab Ibu Alenta akhirnya jujur.Edward mengerutkan dahinya. Sungguh, dia benar-benar bingung bagaimana istrinya bisa terjatuh dari tangga. Padahal, dia tahu benar istrinya sudah sangat lihai untuk naik turun dari tangga tersebut. Juga, tangga itu dibuat dengan bahan khusus sehingga tidak akan mudah membuat orang lain terpeleset atau terjatuh jika sebabnya berasal dari anak tangga tersebut."Siapa yang membuat istriku jatuh dari tangga?" tanya Edward dengan tatapan yang terlihat begitu menyelidik dan juga dingin.Dia jelas tahu jatuhnya Julia pasti ada sebab yang tidak biasa. Hal ini membuat sang ibu menatap ke arah Alenta.Gadis itu sontak menggigit bibir bawahnya, panik. Sungguh, dia sedang berjuang dengan keras menahan suara tangis agar tak keluar dan pecah dari mulutnya.Semua jemarinya kini saling bertautan mencoba untuk mencari kekuatan agar dia bisa menyampaikan yang sebenarnya kepada kakak iparnya. "Aku sedang mengepel tumpahan jus kiwi kak Julia. Dan, itu yang membuat Kak Julia jatuh."Brak!Edward sontak meninju dinding rumah sakit.Sungguh, rasanya dia ingin memukul Alenta berkali-kali. Namun, dia juga cepat tersadar bahwa memukuli Alenta sampai dengan Alenta mati juga tidak akan pernah membuat istrinya kembali seperti semula."Kau akan membayar apa yang sudah kau lakukan terhadap istriku nanti!" geramnya, kecewa.Alenta sendiri hanya bisa menunduk menahan pedih.Meskipun Alenta sudah memperkirakan akan mendapatkan kemarahan dari semua orang, nyatanya saat mengalami itu, dia benar-benar sangat sedih dan juga frustasi.Ceklek!Dokter yang menangani Julia di ruang ICU tiba-tiba keluar. Semua orang yang berada di sana sontak berbondong-bondong untuk bertanya kepada dokter tersebut tentang bagaimana kondisi Julia."Pendarahan pada otaknya sudah berhasil ditangani. Namun, karena terdapat benturan keras pada kepala pasien, dengan berat hati kami menyampaikan bahwa, pasien mengalami koma," ucap Dokter tersebut.Edward menggelengkan kepalanya, tak percaya.Sang Ibu dan ayah pun kini tengah menutup mulutnya sembari menangis. Mereka benar-benar sangat terpukul dengan apa yang terjadi kepada putri pertamanya yang berharga itu.Sementara Alenta, dia hanya bisa terdiam lemas dengan segala penyesalan yang ia rasakan. Sungguh, dia teringat ucapan sang ibu.Kalau saja bisa, Alenta jelas akan dengan segera memberikan nyawanya tanpa berpikir dua kali agar Julia terbangun seperti semula."Apakah akan butuh waktu lama untuk bisa bangun dari koma?" tanya Ibu Alenta dan Julia itu memecah keheningan yang mencekam.Dokter pun terdiam sebentar sebelum dia menjawab pertanyaan dari Ibunya Alenta tersebut, "Melihat parahnya cedera pada kepala pasien, sepertinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa bangun.” “Yang terburuk adalah pasien juga bisa tidak bangun untuk selamanya."Bugh!Alenta memundurkan langkahnya karena rasa terkejut yang begitu luar biasa.Sungguh, dia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai Julia tidak bisa sembuh!"Tidak! Mana mungkin istriku tidak akan pernah bisa sembuh dan bangun?!" marah Edward sembari mengusap wajahnya. Hal ini membuat Dokter menghela nafasnya. "Sebenarnya, ada beberapa kerusakan yang terjadi pada otak pasien. Kami benar-benar ragu untuk bisa menyampaikan apakah pasien bisa bangun dan sadarkan diri atau tidak.” “Tetapi, tentu saja harapan dan juga doa kami benar-benar menginginkan yang sama seperti yang Anda semua inginkan," ucapnya menjelaskan apa yang terjadi.Alenta kini semakin tidak bisa berdiri dengan baik. Dadanya terasa begitu sesak. Walaupun memang benar Alenta merasa iri pada kesempurnaan hidup yang dimiliki kakaknya, dia sama sekali tidak menginginkan ini.“Tidak! Ini tidak mungkin!” raung Herin, sang ibu. Dia tak pernah menyangka putri kesayangannya harus berakhir tragis seperti ini.Dengan cepat, wanita tua itu menoleh dan menatap Alenta tajam. Dilangkahkannya kaki menuju putri keduanya itu dan mencengkram lengan Alenta kuat.Bugh!"Ini semua karenamu! Putri pertamaku, putri yang paling aku sayangi, putri yang paling berbakti, dan putri yang paling memahamiku, kau buat jadi mayat hidup!" makinya sembari memukuli Alenta berkali-kali. Dia tidak peduli bahwa Alenta itu sudah jatuh dengan posisi duduk di atas lantai. Bahkan, Herin terus menjambak rambut Alenta berkali-kali, hingga beberapa helai rambut Alenta yang terbawa pada jemarinya.Alenta sendiri hanya bisa menangis. Dia tidak mengelak pukulan dari ibunya. Meski sakit, tetapi Alenta merasa bahwa sakit yang dia rasakan saat ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang sedang dirasakan oleh kakaknya.“Kak Julia, maafkan aku….” lirihnya pedih.Kini Alenta kembali ke rumah milik Julia dan Edward, sesuai yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya. Sejak tadi, Elea terus menangis mencari keberadaan Alenta. Memang dibanding memanggil Ibu yang biasanya akan sering dilakukan oleh para bayi saat pertama kali bisa mengucapkan sebuah kata, Elea justru mengucapkan kata Bibi. Alenta pun langsung memeluk Elea erat setelah mengambilnya dari gendongan pelayan di rumah itu."Maafkan saya yang tidak bisa menenangkannya, Nona Alenta. Saya benar-benar sudah mencobanya dengan sebisa saya, tetapi Nona Elea benar-benar terus mencari keberadaan Anda." Dia tentu saja tahu bahwa saat ini seluruh anggota keluarga sedang pusing karena Nyonya rumahnya sedang berada di dalam rumah sakit. Tapi, Elea terus menangis, hingga dia terpaksa menghubungi Edward dan menyampaikan tentang kondisi bayi satu tahun itu.Sementara itu, Alenta memaksakan senyumnya. “Tidak apa, Bi.”Tentu saja, dia tahu benar bahwa keponakannya itu memang tidak terbiasa dengan si
Entah bagaimana ceritanya, Herin berhasil membujuk Edward dan kedua orangtuanya terkait pernikahan sementara antara pria itu dan Alenta.Sebuah surat perjanjian pun dibuat untuk mengamankan posisi Julia.Intinya adalah Alenta harus menurut pada Edward dan tidak boleh menuntut apapun dari pria itu. Elea juga tak boleh memanggilnya ibu. Selain itu, Alenta tidak boleh menghamburkan uang Edward ataupun mengenalkan diri sebagai istrinya Edward dengan orang luar. Perjanjian ini benar-benar hanya menguntungkan Edward dan sangat merugikan Alenta!Saat dua bulan Julia terbaring di rumah sakit, pernikahan itu pun digelar dengan amat tertutup dan tidak tercatat secara sah pada catatan sipil. Hanya para orang tua dan juga saksi dari luar sebanyak dua orang yang menghadirinya.Sepanjang acara, Alenta benar-benar tak berekspresi sama sekali. Dia sudah lelah untuk menangis. Berat badannya bahkan turun drastis! Dari 48 kg kini menjadi 40 kg saja. Padahal, tinggi gadis itu 163 cm.Setelah acara per
"Cobalah untuk menggunakan perawatan wajah, pakailah pakaian yang lebih baik! Kalau begini, apa gunanya kau memposisikan dirimu sebagai kakakmu untuk sementara waktu kalau adanya kau juga tidak mengubah apapun?" Lagi, Nyonya Karina berbicara sesuka hati.Alenta hanya bisa memaksakan senyumnya. Dia sendiri tentu saja menginginkan pakaian-pakaian yang bagus dan juga cocok untuk dirinya. Tapi, bagaimana bisa dia membeli pakaian yang bagus dan membeli perawatan wajah jika dia tidak bekerja sama sekali? Padahal, dia ingin menggunakan ijazahnya sebagai sarjana ekonomi. Tapi, kakaknya memaksa dirinya untuk mengurus Elea satu tahun ini.Kakaknya itu juga tak memberikan uang padanya karena menganggap apa yang sedang dilakukan oleh Alenta adalah bentuk balas budi setelah dibiayai kuliahnya."Baik, saya akan mengingat saran Nyonya dengan baik," ujar Alenta patuh. Nyonya Karina berdecih kesal, malas sekali melihat Alenta, sunguh. "Sudahlah, kau pergi saja sana! Aku malas melihatmu," usir N
Sejak hari dimana Edward dan juga Alenta membicarakan tentang kesepakatan, Edward jadi sedikit lebih banyak meluangkan waktu untuk tinggal di rumah.Bermain bersama Elea sesekali, meski tetap saja masih banyak waktu yang di habiskan dengan pekerjaannya.Alenta memilih untuk menyibukkan diri selama Elea bersama Ayahnya. Tapi, semua itu tidak pernah bertahan lama karena Elea sebentar-sebentar justru mencari keberadaan Alenta.Tak memiliki pilihan lain, pada akhirnya Alenta datang untuk menemui keponakan yang sudah bagaikan anak untuknya."Bibi!" Teriak Elea girang.Elea mengulurkan kedua tangannya, tak perduli saat itu dia sedang berada di gendongan Ayahnya.Edward tak menunjukkan ekspresi apapun. Dia membiarkan saja Elea terus seperti itu.Alenta tentu saja merasa tidak tega, dia segera mengambil Elea dari gendongan Edward."Bi, makan..." pintanya segera.Alenta tersenyum, dia mengangguk karena paham benar apa yang diinginkan oleh Elea."Camilanmu sudah Bibi siapkan, kita ambil sekaran
"Ada apa?" Tanya Edward. Matanya menatap Alenta dengan tatapan penuh tanya. Mendengar pertanyaan dari Edward, Alenta bergegas mengatakan maksud kedatangannya ke sana. "Boleh aku membawa Elea ikut ke pusat belanja, kak?"Alenta menatap Edward dengan tatapan memohon, dia tidak mungkin meninggalkan Elea di rumah untuk tinggal bersama dengan Ayahnya dan juga pelayan rumah. Elea pasti akan menangis mencarinya nanti. Edward berpikir sebentar, tentu lah dia dia tidak bisa menolak karena tahu benar bagaimana Elea yang tidak bisa jauh dari Alenta. Edward membuang nafasnya. "Aku akan mengantar kalian," ucap Edward. Mengingat Julia celaka karena sebuah kecerobohan, Edward tengah mencoba meminimalisir bahaya baru datang. Elea adalah anaknya, tidak mungkin dia tidak perduli. Alenta memaksakan senyumnya. Padahal, dia hanya ingin pergi berdua saja dengan Elea, pasti canggung sekali kalau Edward ikut bersama mereka. "Kalau begitu, aku pergi dulu ke kamar Elea. Aku harus mengganti pakaian Ele
Sekembalinya mereka ke rumah, Edward langsung meninggalkan rumah dengan alasan adanya pekerjaan di luar.Saat ini, Elea sedang tidur. Alenta mengeluarkan satu persatu pakaian yang dia beli di pusat belanja tadi, dia menatap semua pakaian yang ia beli itu dengan kikuk.Alenta jarang sekali menggunakan dress, dia merasa benar-benar tidak pantas dan tidak nyaman. Tapi, ucapan Karina selaku Ibu mertuanya sekarang begitu membekas di kepalanya.Alenta menelan salivanya sendiri, pikirannya rancu dan gelisah.Dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya, mencoba melihat apakah ada notifikasi pesan dari ibunya atau tidak."Kenapa ibu sama sekali tidak pernah membalas pesan dariku?" gumam Alenta sedih.Sebenarnya, Alenta hanya ingin tahu bagaimana keadaan kakaknya saat ini, tapi dia tidak pernah mendapatkan balasan pesan yang diinginkan dari Ibu ataupun Ayahnya.Sampai saat ini, Alenta juga masih tidak diberikan izin untuk bertemu dengan kakaknya. Ibunya bilang, dia takut kalau nanti Alen
Mendengar ucapan Edward, Alenta sontak membeku.Dia menggigit bibir bawahnya, matanya mulai memerah, tubuhnya juga mulai gemetar takut."Kak, apa yang akan kakak ipar lakukan?" tanya Alenta gugup.Edward membuang kemejanya ke sembarang arah begitu saja, kembali menatap Alenta sebentar sebelum pada akhirnya dia kembali menahan tangan Alenta, berakhir dengan mencium bibir Alenta secara kasar dan paksa."Ugh!" Pekik Alenta.Alenta pasrah, dia sedih dan tidak rela. Dia ingin melakukan hal semacam itu dengan suami yang sesungguhnya kelak, bukan dengan kakak iparnya.Memang, kakak iparnya juga adalah suaminya sekarang. Tapi, bayangan Julia jelas saja menghantui dirinya.Edward tak perduli, dia hanya ingin mendapatkan apa yang dia inginkan saat itu. Dia menyentuh tubuh Alenta semaunya, tak melihat sama sekali Alenta yang diam namun terlihat tidak rela.Malam itu, Edward benar-benar melakukannya.Suara lenguhan yang keluar dari mulut Edward terdengar memenuhi ruangan.Sementara Alenta, dia me
Sayangnya, Alenta hanya bisa mengangguk untuk merespons Edward, sehingga sarapan itu bisa berakhir tanpa perdebatan.Akan tetapi, Alenta tak bisa mengontrol dirinya, begitu tiba di kamar Elea.Dia tiba-tiba saja menangis.Hanya saja, begitu melihat Elea, Alenta gegas mengusapnya. Memang benar Elea belum memahami masalahnya, tapi dia tak ingin menggangu psikis keponakan kesayangannya itu.Jadi, satu-satunya yang Alenta bisa lakukan adalah mencoba untuk menghubungi Ibunya. Dia penasaran sekali dengan bagaimana keadaan kakaknya. Tapi, Ibunya justru membentaknya dengan kasar. "Tidak usah sok perduli, Alenta! Lakukan saja tugasmu dengan benar dan jangan mencoba untuk menemui Julia!" Seperti itulah ucapan Ibunya dari seberang telepon tadi. Alenta sedih sekali, tapi dia bisa apa?Sudah, dia tidak ingin terus saja menangis. Alenta bergegas berjalan mendekati Elea yang sudah mulai bangun dari tidur siangnya. Alenta menepuk wajahnya, dia mencoba tersenyum sebaik mungkin saat Elea mulai m