Happy Reading
BOAMMM!Bukh!Damara jatuh membentur tembok karena ledakan yang diduga terjadi karena adanya pergerakan."Lokasi ini berbahaya!"Mata Damara menganalisis jejak darah yang melekat di sepanjang tembok perumahan dan jalanan daerah yang sepi.Tap!Tap!Tap!"Lihatlah, siapa yang menginjak perangkap kita hahaha.""Seorang gadis cantik!"Pria berpakaian serba ungu itu jelas adalah pembuat onar di kota ini, yang hobinya menculik dan merampok."Bagaimana kalau kita berbagi saja, sisa pun tak masalah!""Kalian mau memakanku?" tanya Damara sok polos."Tidak, tapi bagaimana kalau kita bermain-main saja?" mereka tertawa menatap dada dan paha Damara yang terekspos. Robek karena ledakan."Ide bagus!"Dari dinding belakang Damara, muncul makhluk mengerikan yang langsung menerkam mereka.GRAWWWWW!***Tak lama kemudian pasukan pertahanan Hilike, yang ketuai oleh Lycus Achilles. Pria bersurai merah yang dikenal karena senyuman indah namun mematikan itu justru sedang terkejut."Tuan Lycus, semuanya meninggal.""Faycon?!" gumamnya."Tapi Tuan, Faycon tidak menyerang sampai ke dalam kota. Lagi pula Tuan, bukankah mereka menyerang sembarangan?""Nah itu?" Lycus menatap darah dan jejak Faycon curiga. "Mengapa mereka hanya menyerang para sampah ini saja.""Pilihannya ada dua, mereka masuk perangkap. Atau karena kecerobohan seseorang!" ujar Lycus sembari melihat manik-manik gaun pernikahan yang tergeletak di samping korban.Seorang prajurit yang lain datang."Tuan, ada tugas dari gedung utama.""Pergilah, aku bisa mengurus ini sendirian.""Terima kasih Tuan." Mereka menundukan kepala mereka singkat, sebelum menuju ke gedung utama—tempat acara pernikahan dilaksanakan.Sedangkan Lycus, memutuskan untuk berkeliling. Mencari informasi kematian yang mengganjal dari target-targetnya.Lama menyusuri lokasi tempat kejadian, langkah Lycus berhenti. Saat mendengar suara laci yang tarik—bisa dibilang Lycus memiliki pendengaran paling tajam di kota Hilike, dan alasan mengapa ia menjadi pimpinan penyergapan terkuat saat ini.Mengintip. "Seorang gadis?" Lycus menatap gaun pengantin itu, sebelum melihat ke arah manik-manik berbentuk kristal yang ada di tangannya sembari tersenyum sinis."Sedang apa?" tanya Damara, keluar dari pintu rumah warga yang tidak berpenghuni karena Zona berbahaya.Lycus terkejut dalam diamnya.Beberapa saat kemudian, keduanya duduk dalam satu meja yang sama dengan makanan seadanya. Tapi hanya Damara yang makan."Kau tersesat nona?""Em, bisa dibilang tidak. Bisa jika dibilang iya!"Mata Lycus tertuju pada luka memar di tubuh Damara. "Siapa kamu?" curiga Lycus."Manusia.""Iya tau, maksud saya siapa kamu yang sebenarnya?""Em. Manusia!"Kecurigaan Lycus akhirnya sirna, saat tau kalau gadis di depannya ini cantik. Tapi bodoh. Namun Damara melirik Lycus singkat, sebelum tersenyum bersahabat padanya.Bangkit berduri, Damara menempelkan satu jarinya pada bibirnya sendiri. Sebelum sembunyi ke dapur."Tuan, gawat. Pengantin Tuan Arron menghilang, jika melihatnya segera potong kakinya!"Lycus sadar, juga takjub karena semua indera gadis itu ternyata berfungsi dengan baik. "Titah siapa?""Tuan Arron!""Mengapa? Apakah dia berbahaya.""Ya. Sangat berbahaya, apalagi mulutnya mengandung pisau sangat tajam. Dapat merobek hati! Dan tatapannya bisa menyesatkan jalanmu."Lycus tersenyum mendengar semuanya. "Tempat ini tak ada siapapun, carilah di bagian perbatasan Delmare. Biasanya semua pengantin Arron sedang bersembunyi di sana!""Baik Tuan. Permisi!"Saat pria berzirah itu pergi, Lycus kembali ke dalam rumah dan Damara ternyata sedang memeras lemon yang langsung diperas pada mulutnya. Membuat Lycus ngilu."Kamu mendengarnya?""Pembunuh itu hanya melebih-lebihkan saja, orang cantik begini!" ujar Damara dengan wajah yang seperti orang struk saja karena asam.'Hahaha' Lycus tertawa terbahak-bahak. "Apa yang kau lakukan?""Hausss!" Damara tersenyum kaku. Tapi juga senang saat melihat pria yang tak menghiraukan perkataan tak sopannya."Tapi, tidak harus lemon juga!""Loh! Ini Lemon? Ku kira jeruk!" kata Damara melihat buah beraroma khas jeruk, namun berwarna kuning sempurna.'Hahaha' Lycus malah semakin terbahak-bahak, namun kali ini. Piring menutupi wajah tampannya yang terbahak-bahak, sampai bahu bidangnya bergetar."Kau ini bodoh atau berpura-pura bodoh.""Dua-duanya. Hahaha!"Lycus berhenti tertawa, matanya kini tertuju pada kaki Damara. Yang dengan senyuman palsunya, ia tersenyum dalam diam pada Damara."Em, Nona….""Kenapa? Mau memotong kakiku?" tanya Damara polos, bahkan tak bergeming di tempatnya."Telinga Anda tajam juga, kalau begitu dengarkan! Nama saya Lycus Achilles dari kota pertahanan, tidak menyukai Arron Cerberus. Ingin menjadi teman Anda!" ujar Lycus berjalan mendekat, sebelum meraih tangan Damara. Mengecup singkat. "Berikutnya, jangan ragu untuk menyapa.""Tentu. Senang bertemu denganmu, panggil saja aku sayang atau cinta. Di depan umum juga tidak apa-apa!""Nona. Benar-benar punya nyali.""Untuk membuatmu kesusahan? Pasti!" tawa setelahnya.Bersambung….Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia