"Karena kamu yang mengambil wujud & rupa dari kekasihku, serta membunuhnya dari dunia ini. Maka kamu yang harus bertanggung jawab mengantikannya." The Fight Creates Destiny Dari air mata yang membuat semuanya tak lagi sama. "aku mengutuk putramu...." Memory yang hancur berkeping-keping, hingga perjuangan yang tak mengenal lelah. membuat kagum semua mata! Saat bulan purnama muncul. Together or Ending Identitas, Ikatan, Takdir, Teriakan, amarah, kekuasaan, cinta, dan perpisahan. "Jika bukan aku, maka kota inilah yang akan menghilang!"_Damara Eos Thalesacena. "Itu bukan pilihan!"_Arron Cerberus Mycana Kebencian, Kebohongan, Pengkhinatan, pertarungan, Hingga pengorbanan. "I'M A VILLAIN, FOR YOUR HEART!"
View MoreHappy Reading.
"Aku pernah berpikir untuk hidup di tempat dimana tak ada seorang pun yang mengenalku. Tapi aku tak pernah menyangka, kalau itu bukanlah angan-angan. Melainkan pengkhianatan!"***PRANGGG!Suara gelas jatuh ke lantai, seorang pria berzirah menghampiri sang Tuan yang disegani seluruh kota."Tidak! jangan bunuh, dia kekasihku!" berlutut, meminta belas kasih sembari meraung-raung di depan Tuannya. "Dia pantas hidup...ja-jangan ambil dia dari saya Tuan!" kepalanya semakin dekat dengan lantai."Sudah, terlambat. Jantungnya, milikku sekarang!""Tidak! Tuan, saya mohon." pria itu menggeleng histeris. Tetapi sang Tuan tak menghiraukannya. berjalan masuk ke dalam kamar pengantin wanitanya.mengetuk pintu.Malam yang harusnya penuh canda tawa. Saat kelopak bunga mawar merah berhamburan dari atas kasur King Size sampai ke lantai. Ditemani cahaya remang-remang dari lilin.Hiksss!Seorang gadis cantik dengan pakaian pengantin justru terdengar menangis ketakutan di sudut tempat tidur.Tok! Tok! Tok!Diikuti suara pintu yang didorong—seseorang tampak masuk secara perlahan ke dalam kamar, kemudian mengunci pintu dengan pelan."Istriku?!" panggilnya. Pria tinggi dengan setelan jas rapi dengan aroma khas itu, duduk di tepi kasur.Mempelai pria.Tapi gadis itu malah semakin gemetaran. Ia bahkan membekap mulutnya dengan kedua tangannya, meski dengan air mata yang terus mengalir dengan derasnya.Pria itu. Jelas mendengarnya. "Mengapa menangis? Apakah aku menyakitimu?" Tatapan elang pria itu menyala di tengah kegelapan. "Kemarilah, jadilah gadis yang baik!"Genetar dengan hebatnya. Gadis itu mencoba melawan rasa takutnya. "Ja-jangan bunuh saya!" pintanya dengan suara yang bergetar dengan hebatnya."Kemarilah, layani suamimu dengan benar!" ujarnya dingin.Gadis itu ragu, tetapi ia tetap mendekat pada suaminya dengan segala harapan kalau ia akan baik-baik saja."Saya akan be-bersikap ba-baik Tu-tuan!"Namun saat gadis itu ada dalam pangkuannya. Pria itu malah tidak terlihat senang."Matilah!""Akhhh, Tu-tuan A-rron….."Brukkk!Satu serangan tepat di jantung. Gadis itu langsung ambruk, bersamaan dengan darah yang bercucuran di lantai malam yang dingin.***Di tempat lain. Kota kecil bernama Achae, kota yang dipenuhi dan diurus oleh makhluk-makhluk Fay—mirip peri namun tanpa kaki, tanpa sayap, hanya melayang dengan berbagai ukuran serta bentuk yang berbeda-beda. Jika terkejut, mereka berubah warna menjadi merah."AKU TIDAK MAU MENIKAHHH!"Contohnya seperti saat ini, suara kuat yang menggelegar dari kediaman yang cukup megah. Membuat para Fay berubah warna menjadi merah.Sang ayah dan ibunya hanya sibuk mengatur jamuan teh dengan aneka camilan di atas meja, dengan senyuman bahagia."Kalian mendengarkan aku atau tidak? Ayahhh, aku tidak mau menikah!""Kenapa tidak? Kau sudah cukup umur untuk menikah!" kata ayah sambil menepuk pundak Damara singkat. Melanjutkan aktivitasnya.Ya. Damara Eos Thasecena. Putri angkat keluarga berkuasa Thasecena yang suka berbuat sesukanya."Ibuuu!""Dia tampan Putriku, ibu yakin kau akan menyukainya.""Bagaimana jika tidak?" Senyuman Damara mengembang sempurna. "Ibu mau membatalkan pernikahanku dan-Nya?" tanya Damara penuh semangat.Tapi ibunya menggeleng. Membuat senyuman Damara layu dengan sendirinya."Mereka datang!"Syok. Damara membulatkan matanya, berbalik melihat ke arah ayahnya yang bersiap-siap untuk menyambut."Yang benar saja, aku baru dapat kabar hari ini. Masa langsung ketemuan hari ini? Apakah ayah dan ibu sakit.""Ganti pakaian sana. Jangan kabur ya!" peringat ibunya sembari tersenyum memperingatkan putrinya yang nakal dengan mata yang menyipit sempurna.Damara kesal, ia menyipitkan matanya. Sambil menoleh ke arah makanan dan teh yang siapkan dengan pikiran liciknya. "Siapa yang mau kabur hm!"Ibu dan ayahnya menyambut dengan penuh sopan santun dan ramah, mempersilahkan 'calon suaminya' itu untuk masuk ke dalam."Silakan…."Namun langkah mereka bertiga berhenti saat sebuah kue krim melayang di wajah sang Tuan muda mereka."DA-MA-RAAA!!!"CRAKKK!!!"Kalau sampai dia menangis, akan ku hancurkan rumah ini dan segala isinya!" Ancam Arron terang-terangan.Seluruh kaca yang ada dalam rumah tersebut retak, tetapi ayahnya menangapi dengan senyuman di sudut bibirnya. Menatap ke arah putri nakal yang tidak akan pernah mungkin untuk menangis."Percayalah, Perkataan Tuan. Adalah harapan kecil, dari putri kami!"DEG!Bersambung….Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments