Eva sangat marah, tapi dia merasakan sesuatu yang keras dan hangat menekan perutnya. Eva memelototinya, "Apa kau tahu seperti apa dirimu sekarang, Aiden? Kau tidak lain seperti seekor serigala."
Eva sedikit sakit kepala. Kata-kata cabul yang keluar dari mulutnya sendiri sungguh berlawanan dengan sikapnya yang biasanya patuh. Dadanya berdebar secara aneh."Oh ya? Jika aku adalah serigala lalu kau adalah apa? Si tudung merah?" Aiden mengatupkan bibirnya, "Jangan lupa, Eva, bahwa kaulah yang membiusku dan memohon agar aku mencintaimu. Kaulah yang menggeliat di bawahku. Dan setelah malam yang begitu intens, bagian ini…"Aiden menelusuri ujung jarinya dari tulang selangka ke perut Eva yang mulus. Itu berarti satu hal. Eva gemetar membayangkan memiliki anak dengan Aiden dan menggelengkan kepalanya dari kanan ke kiri. Wanita itu lantas menusukkan jarinya ke dada Aiden sebagai protes, tapi pria itu menganggap gerakan itu sebagai godaan.Aiden telah memberi Eva banyak kelonggaran hari ini, mengizinkan wanita itu mengundang pers dan Rebecca ke rumahnya, mengizinkannya mengumumkan perceraian secara terbuka. Aiden ingin melihat apa lagi hal yang akan dilakukan Eva, tetapi kesabaran pria itu mulai menipis.Aiden tiba-tiba meraih tangan Eva yang menyentuhnya lalu menekannya di atas kepala wanita itu sebelum kemudian membungkuk untuk mencium. Napas Eva berbau seperti anggur dan itu membuat Aiden merasa mabuk. Eva mengerang, merasakan suhu tubuhnya naik. Sepertinya seluruh dunia telah terbalik.Eva tidak ingin mencium Aiden, tetapi tubuhnya mengkhianatinya dan dia menggeliat di bawah pria itu. Kewarasannya mengingatkan dirinya untuk melawan dan dia menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi. Aiden menganggap ini sebagai provokasi dan sebagai gantinya mencium Eva lebih dalam.Tiba-tiba saja, perut Eva mulai bergolak. Dia tidak tahan membayangkan Aiden menciumnya seperti ini. Ada sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya menemukan kekuatan untuk mendorong Aiden menjauh. Tapi Eva tidak cukup cepat karena isi perutnya telah lebih dulu naik dan dia muntah di pakaian Aiden sebelum kemudian Eva bergegas ke toilet.Dalam hitungan detik Aiden menjadi murung. Apa menciumnya sebegitu menjijikkan? Aiden menekan bel di meja samping tempat tidur, seorang pelayan muda bergegas masuk dengan napas terengah, "Ya, Tuan Malik?""Bersihkan ini," perintahnya, "Termasuk istriku."Kemudian dia langsung berjalan ke kamar mandi. Pelayan muda itu menatap punggung Aiden dan bertanya-tanya bagaimana pria itu bisa terlihat menawan dan tampan dalam situasi seperti ini. Memindahkan pandangannya dari Aiden, pelayan itu mengejar Eva."Jangan pedulikan aku. Ganti saja seprai di ruangan itu. Aku bisa bersih-bersih sendiri," kata Eva, lalu, tiba-tiba dia sadar.Dia sama sekali tidak merasa bersalah karena dia muntah pada pakaian Aiden. Sebaliknya, dia terhibur, melihat raut wajah Aiden seperti tadi sungguh tak ternilai harganya. Eva kembali ke kamarnya setelah menyuruh pelayan itu kembali ke kamar Aiden. Saat dia berjalan ke kamarnya, dia merenungkan pernikahannya. Aiden tidak pernah menyentuhnya sekalipun dalam dua tahun mereka bersama. Pria itu bahkan tidak mengizinkan Eva tidur di tempat tidurnya. Eva yakin kalau tadi malam itu adalah sebuah kecelakaan.Pelayan Aiden juga merasa aneh bahwa mereka tidur bersama. Meskipun ingatan Eva tidak terlalu jelas karena obat yang diminumnya, tapi, samar-samar dia mengingat percakapan antara dua pelayannya tersebut."Saya mendengar bahwa Nyonya Eva pernah mencoba merayu Tuan Aiden dengan naik ke tempat tidurnya dalam kondisi telanjang," kata seorang pelayan, "Tapi dia mengusirnya dengan sangat kejam.""Itu salahnya Nyonya Eva sendiri," jawab yang lain, "Semua orang tahu bahwa Tuan Aiden tidak menyukai hal semacam itu.""Tapi Tuan Aiden memang bercinta dengan Nyonya Eva tadi malam," kata pelayan yang pertama, "Aku tidak percaya. Sejak kapan Tuan Aiden menikmati kebersamaan dengan wanita?""Hush. Aku dengar itu hanya karena dia minum Viagra. 'Senjatanya' tidak bisa keras untuk Nyonya Eva tanpa itu."Benarkah? Atau jangan-jangan Aiden memang tidak tertarik bercinta dengan wanita? Pikir Eva sebelum kemudian dia mencibir pada bayangannya di cermin kamar mandi. Para pelayan tidak mengenal Aiden yang baru. Aiden baru selalu ingin bercinta, lagi dan lagi, Aiden yang baru sama sekali tidak bisa melepaskan tangannya dari Eva. Entah bagaimana dulu Eva melewati rasa jijiknya untuk memohon seks pada pria itu. Dia dulu mendambakan pria itu untuk menyentuhnya, tetapi sekarang, hanya memikirkannya saja membuatnya mual. Eva tidak mau Aiden menyentuhnya lagi."Jika wanita lain menginginkan Aiden, silahkan ambil saja. Ambil saja pria itu."Bayangan Rebecca melirik Aiden dengan tatapan menggoda muncul dalam ingatan Eva."Cih, sepertinya mereka berdua cocok," gumam Eva sembari meneruskan bersih-bersih. Sesekali dia bersin. Sepertinya ada orang lain lagi yang membicarakannya.Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Sepanjang jalan dari ruangan duduk sampai ke kamar kedua pakaian mereka berserakan. Eva meremas rambut Aiden saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah.Hasrat keduanya begitu menggebu-gebu hingga terasa seolah akan meledak. Dengan bunyi gedebuk, pintu kamar tertutup di belakang mereka. Bibir mereka beradu dalam pelukan penuh gairah. Tangan Aiden dengan lembut memeluk leher Eva saat mulut mereka bertemu, keduanya mendambakan momen ini. Jarak ke tempat tidur mungkin tidak terlalu jauh, namun cobaan yang mereka alami sejak kecelakaan itu membuat ciuman ini terasa seperti hadiah yang telah lama ditunggu-tunggu.Eva terengah-engah ketika Aiden separuh mengangkat tubuhnya, dia melingkarkan lengannya di leher Aiden. Perbedaan tinggi badan mereka membuat dia harus memiringkan kepalanya sedikit ke atas.Aiden dengan lembut menggigit bibir Eva, lidahnya secara alami menyelinap di antara keduanya. Gesekan basah dan sensual di antara bibir mereka menciptakan suara lembab dan memikat yang memen