Pria Tampan
Ayra mendengarkan apa yang pak Herman katakan, namun matanya tertuju pada seseorang yang muncul dari pintu masuk kantin.Dia melihat ada seorang pria dengan setelan jas warna coklat tua, menggunakan kacamata dengan lensa putih, rambutnya begitu rapi. Dia terlihat berjalan ke arah pak Herman duduk.Wajahnya begitu khas, dengan tulang rahang yang tegas, alis tebal dan mata sedikit sipit. Hidungnya mancung sekali, berpadu dengan bibir tipis merah jambu alami. Ini adalah sosok pria tampan yang selama ini ada di dunia khayalan Ayra.Pria tampan itu duduk di kursi kosong yang berada persis di sebelah mereka duduk, seorang diri. Ayra pikir, pria itu adalah salah satu keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit ini.Pria itu benar benar tampan."A-Ayra, kamu sedang melihat apa?" tanya pak Herman yang melihat Ayra begitu fokus pada satu titik. Tanpa menunggu jawaban dari Ayra, pak Herman segera menoleh dan mencari sumber ketertarikan Ayra itu."A-Ayra, ini benar benar sesuatu yang luar biasa, itu adalah pak Ardian, putra mahkota Abadi Group," ucap pak Herman yakin."A-apa pak Herman? pria tampan itu Ardian?" tanya Ayra."I-iya, sebentar saya akan menyapanya."Pak Herman terlihat berjalan ke arah pria tampan itu."Selamat siang pak Ardian," ucap pak Herman seraya menundukkan badan.Pria itu menoleh ke arah sumber suara."Pak Herman," sapa Ardian."Pak Ardian sedang apa disini? Hanya sendiri?" tanya pak Herman."Oh, iya, tadi ayah meminta saya untuk melihat kesiapan penerimaan alat kloter pertama yang akan datang besok," ucap Ardian."Oh iya pak Ardian, saya di sini bersama rekan, salah satu dokter magang terbaik di rumah sakit ini. Saya ingin mengenalkan rekan saya kepada anda," ucap pak Herman yang melihat kesempatan emas ada di depan mata."Baiklah, duduklah bersamaku," pinta Ardian. Mendengar itu pak Herman melambaikan tangan ke arah Ayra. Melihat isyarat dari pak Herman, Ayra terlihat mulai gugup, menunjuk nunjuk ke arah dirinya sendiri. Pak Herman dengan gemas meminta Ayra untuk segera mendekat ke arahnya."Gadis itu benar benar tidak mengerti? Ini kesempatan emas," gumam pak Herman dalam hati.Ayra terlihat mulai berdiri dari posisi duduknya, berjalan dengan perasaan gugup ke arah pak Herman.Pak Herman dan Ayra duduk tepat di hadapan Ardian. Kali ini Ayra bisa dengan jelas mengamati wajah Ardian yang semakin dekat diamati semakin terlihat tampan."Pak Ardian, ini Ayra, salah satu dokter magang terbaik di rumah sakit ini," ucap pak Herman."Hai, saya Ardian," ucap Ardian seraya menjulurkan tangan yang setelahnya diterima oleh Ayra."Sa-saya Ayra," ucap Ayra singkat, terdengar sedikit gugup dan malu-malu."Pak Ardian, Ayra ini adalah dokter magang yang sangat berbakat, lulus dengan predikat terbaik dan dia merupakan salah satu dokter teladan di rumah sakit ini," ucap pak Herman yang seolah ingin memberikan kesan yang baik mengenai sosok Ayra.Beberapa saat Ardian terlihat mengamati Ayra, lalu tersenyum. Senyum tipis Ardian membuat Ayra salah tingkah dan sedikit gugup. Detak jantungnya seolah lebih kencang dari biasanya, bahkan bisa didengarkan dengan telinga terbuka."Pak Herman, ayah sudah cerita kepadaku, mengenai Ayra," ucap Ardian, ternyata pak Herlambang sudah lebih dulu menceritakan mengenai Ayra."Senang kita bisa bertemu di sini," lanjut Ardian."Ba-baiklah kalau begitu, ini kebetulan yang bagus," ucap pak Herman gugup dan bercampur dengan bingung."Oh iya Ayra, saya harus mengurus beberapa hal di kantor, saya harus segera ke sana," ucap pak Herman mencari alasan supaya bisa segera pergi dan meninggalkan Ayra yang mungkin saja ini menjadi waktu yang tepat untuk mereka saling berkenalan."Pak Ardian, saya minta maaf sekali karena harus pergi, ini sangat penting," ucap pak Herman."Iya, tidak masalah," ucap Ardian."Baiklah, saya permisi dulu," ucap pak Herman seraya segera pamit pergi.Ayra yang melihat itu tidak bisa berbuat apa apa, pak Herman dengan sengaja meninggalkannya berdua sendiri dengan orang yang baru dikenalnya.Ayra terlihat gugup."Tidak apa apa, ini kebetulan yang sangat baik, kita bisa mengobrol, saling mengenal, saya cukup penasaran karena ayah sangat mengagumimu," ucap Ardian."Ti-tidak juga pak Ardian, kami bahkan baru pertama kali bertemu," ucap Ayra gugup."Panggil saja Ardian," ucap Ardian yang seolah membuka jalan mereka untuk bisa saling mengenal bahkan dekat.Dari gelagatnya sudah bisa ditebak bahwa Ardian menerima usulan dari ayahnya untuk menjadikan Ayra sebagai istri. Cukup aneh sekali, karena pria setampan ini seolah kesulitan dalam urusan mencari jodoh.Ardian terlihat mengamati Ayra, matanya fokus, begitu seksama, lalu dia mengambil kesimpulan jika Ayra cukup cantik dan minimal pantas jika harus menjadi istrinya.Mereka berdua terlihat terlibat dalam obrolan ringan, namun merupakan waktu yang tepat untuk mereka bisa saling mengenal satu sama lain, sungguh kebetulan yang aneh.***Beberapa jam sebelumnya di kantor utama Abadi Group. Presdir Herlambang terlihat berbincang serius dengan putranya, Ardian Putra Herlambang ."Ardian, ayah sudah menemukan gadis yang tepat untukmu. Dia dari kalangan biasa, sepertinya tidak akan terlalu menuntut. Dia bisa memasak, pandai merawat orang tua dan rajin. Ada hal yang penting juga, dia berpendidikan, lulusan terbaik dari salah satu fakultas kedokteran, dia juga merupakan dokter yang cukup direkomendasikan di rumah sakit Sehat Abadi. Dia memiliki penampilan yang bagus dan cukup cantik," ucap presdir Herlambang."Terserah ayah, aku menurut saja apa yang ayah inginkan, lagi pula istri tidak terlalu penting untukku, hanya status saja, paling tidak ada yang mengurusku," ucap Ardian dingin.Dari percakapan mereka bisa diambil kesimpulan bahwa kriteria yang presdir cari adalah gadis yang bisa menjadi sosok ibu rumah tangga seutuhnya, pandai dalam segala hal. Bahkan Ardian tidak terlalu memiliki kriteria khusus dalam mencari seorang istri, dia menurut apapun yang ayahnya mau, sungguh anak yang berbakti."Siang ini sekitar pukul 2 siang, datanglah ke rumah sakit, ke kantin rumah sakit, pak Herman sudah merencanakan pertemuan kalian," ucap presdir Herlambang."Apa harus secepat ini?" tanya Ardian, masih dengan sikap dinginnya."Kamu tau alasannya bukan, ini semua sudah kita bicarakan," ucap presdir Herlambang."Baik ayah," Ardian tidak menentang sedikitpun apa yang menjadi keinginan ayahnya.Pria tampan ini benar benar adalah pria yang penurut, padahal jika dia mau, dia bisa mencari gadis bahkan yang tercantik di kota ini. Benar benar penurut atau ada rahasia tersembunyi di antara mereka.Beberapa bulan sebelum pertemuan Ardian dengan Ayra, keluarga Mahendra yang terdiri dari Presdir Herlambang Mahendra , istrinya yang bernama Sisca Mahendra, putranya Ardian Mahendra, anak keduanya Rose Mahendra, dan putri ketiganya yang berusia Lima belas tahun bernama Loly Mahendra, gadis cantik yang mengidap down syndrome, mereka terlibat dalam rapat keluarga yang begitu serius.Bersambung...Akhir KisahMalam itu di dalam mobil, Alana terlihat menatap Arsen yang sedang sibuk menyetir.“Apa kamu akan melakukan itu selama perjalanan pulang?” tanya Arsen. Alana mengulaskan senyum, rupanya Arsen mengetahui apa yang dia lakukan, terus memandangi laki laki tampan yang ada di sebelahnya.“Apa kamu mau membelikanku ice cream, waktu itu kamu bilang aku menjatuhkan ice cream di bajuku, padahal aku tidak terlalu suka makan ice cream (kejadian di mall),” ucap Alana.“Tidak mungkin, ice cream itu makanan yang hampir semua orang suka,” ucap Arsen.“Ya, mungkin karena aku sudah lama tidak memakannya,” ucap Alana.“Aku sudah lupa bagaimana rasanya,” lanjut Alana.Arsen terlihat mengarahkan matanya pada Alana, hanya sekian detik.“Baiklah,” ucap Arsen yang kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah kedai ice cream yang cukup terkenal.Mobil Arsen berhenti di depan kedai ice cream itu.“Ayo kita turun, kamu boleh membeli apapun yang kamu inginkan,” ucap Arsen seolah mengatakan itu pada anak k
Tidak Ingin Hidup MiskinNyonya Sisca terlihat duduk di apartemen mewah. Penthouse yang dulu ditempati Isabela, sekarang ditempati oleh Rose dan akan menjadi tempat tinggal nyonya Sisca.“Ibu, minumlah,” ucap Rose seraya menyodorkan segelas teh hangat.“Bibi Esti sedang menemani Amora tidur, Rose akan bantu ibu ke kamar ibu,” lanjut Rose.“Apa kita akan tinggal di sini?” tanya nyonya Sisca.“Iya ibu, rumah ibu disita, juga dua apartemen yang lain. Untung apartemen ini sudah atas nama Rose, kakak memberikan apartemen ini untuk Rose tempati,” ucap Rose.“Apa kakakmu memberikan tempat ini untuk Isabela?” tanya nyonya Sisca.“Iya, dulu, sebelum akhirnya dia datang ke rumah,” ucap Rose.“Sebelum dia menghancurkan keluargaku,” ucap nyonya Sisca.Rose terlihat duduk di sebelah ibunya duduk, memegang tangannya, mengelusnya lembut.“Sudahlah ibu, tidak perlu diingat lagi, kita bisa memulainya,” ucap Rose.Nyonya Sisca terlihat menatap Rose dengan pandangan mendalam.“Apa? Memulai? Tidak, semua
Satu Orang Lagi“Arsen? Apa yang baru saja kamu katakana?” tanya nyonya Farida yang kemudian melangkah mendekat ke arah Alana dan Arsen.“Tan-tante Farida,” ucap Arsen gugup.“Arsen, katakana sekarang, apa benar Alana, Alana,” ucap nyonya Farida terhenti.Arsen, Alana dan nyonya Farida duduk di kursi sofa ruang tengah.“Ya Tuhan, apa itu benar Alana, ah, Ayra,” ucap nyonya Farida seraya memeluk Alana.“Maafkan Alana tante, Alana tidak menceritakannya sejak awal, Alana minta maaf,” ucap Alana.Nyonya Farida terlihat mengusap air matanya, dia merasakan apa yang Ayra alami selama tinggal di rumah mewah itu.“Mereka benar benar kejam,” ucap nyonya Farida seraya melepaskan pelukan Alana.“Tante mengerti kenapa kamu sampai di titik ini,” lanjut nyonya Farida.“Tante, tolong rahasiakan ini semua, hanya Arsen dan beberapa orang yang tahu,” ucap Arsen.“Beberapa orang? Siapa?” tanya nyonya Farida seraya menatap Arsen.“E-Edo dan Amanda,” ucap Arsen.“Apa? Kamu mempercayai mereka tapi tidak den
Tidak Mengakui KesalahanArdian terlihat hanya diam, di sebuah ruangan yang bercat hitam. Sendiri, memahami situasi dengan cepat.“Baiklah pak Ardian, mari kita lanjutkan,” ucap seorang penyidik yang baru saja masuk ke ruangan itu.“Sudah aku bilang, aku tidak membunuh istriku! Itu adalah kecelakaan!” teriak Ardian.“Baiklah, anda terus saja mengatakan itu. Jika memang itu kecelakaan, lalu kenapa anda mengatakan pada keluarga anda bahwa istri anda pergi dengan laki-laki lain?” tanya penyidik.“Apa? Siapa yang memberikan informasi seperti itu?” tanya Ardian dengan mata bulat penuh.“Adik anda sudah memberi keterangan, dia kami tetapkan sebagai saksi,” ucap penyidik.“Apa? Rose? Tidak, dia tidak tahu apa apa,” ucap Ardian.“Ya, saya tahu, pelakunya adalah anda dan nyonya Isabela. Anda tahu nyonya Isabela bahkan mendapat tuntutan yang sangat panjang, kejahatannya tidak bisa dimaklumi,” ucap penyidik.Ardian terdiam, melihat kearah penyidik berperawakan kecil namun tengil. Senyumnya penuh
Penangkapan Ardian“A-Ainun,” gumam nyonya Sisca dengan pandangan tidak percaya.Pak Herlambang masih berusaha untuk memahami situasi, tidak ingin tertipu dengan prasangkanya. Namun setelah sekian detik berpikir cepat, wanita yang tiba tiba muncul itu benar benar Ainun, cinta pertamanya.Rose menatap ke arah wanita itu. Dia ingat, wanita yang pernah dia kagumi saat pertama kali melihatnya.“Dia, wanita yang aku lihat malam itu,” gumam Rose dalam hati.Ardian sudah memahami situasinya sejak awal, tidak ada kekagetan di wajahnya, dia hanya penasaran, apa alasan dibalik kemunculan wanita itu? Bukankah dia yang sudah meninggalkan ayahnya puluhan tahun lalu.“A-Ainun,” gumam lirih pak Herlambang. Laki-laki tampan yang berdiri di samping nyonya Ainun terlihat memberi isyarat penghormatan, menundukkan kepalanya pada semua orang yang ada di hadapannya.“Laki-laki itu tampan sekali,” puji Rose dalam hatinya. Dia berusaha membuyarkan pikiran itu dan fokus memahami apa yang sebenarnya terjadi.“
Semua Datang Bersamaan Sekretaris Pete memberikan uang kepada beberapa orang yang merupakan petugas pemakaman. “Pak, semua sudah beres, kami akan merawat makam itu. Oh iya, ngomong ngomong mayat siapa itu?” tanya salah satu petugas pemakaman. “Seperti biasa, mayat dari rumah sakit yang tidak memiliki identitas setelah penyelidikan,” ucap sekretaris Pete memberikan alasan yang mungkin masuk akal dan bisa diterima. “Pak Arsen itu sangat luar biasa, beliau mengurus beberapa jenazah tanpa identitas. Seingat saya ada lima tunawisma yang sudah dimakamkan di sini, dibiayai pribadi oleh pak Arsen,” ucap petugas makam itu. “Ya, sesama manusia kita harus memanusiakan manusia lain,” ucap sekretaris Pete. “Apa seperti itu tidak diurus pemerintah?” tanya petugas makam. “Tentu saja, pemerintah juga mengurus hal semacam itu, namun jenazah jenazah tanpa nama yang datang ke rumah sakit Keluarga Sehat selalu diurus pribadi oleh pak Arsen,” ucap sekretaris Pete. “Pak Arsen memang sangat l