Raja berdiri dari tempat duduknya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya sendiri. Seluruh orang seperti tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan oleh putri kerajaan mereka. Meskipun begitu Gloriana tidak menyesali apa yang ia katakan barusan.
"APA YANG KAU KATAKAN!" Suara Raja Hernes menggelegar di seluruh penjuru ruangan yang sunyi. "Aku yang memodifikasi makanan itu agar lebih enak, aku tidak tahu kalau itu malah menjadi racun." Itu adalah sebuah kebohongan yang membuat hati raja begitu sedih dan kecewa. Jika tidak ada seorangpun yang melihat dirinya sebagai raja bermartabat maka air mata pasti akan keluar dari ujung kelopak mata pria paruh baya tersebut. "Prajurit, bawa gadis ini ke penjara." Ucap Raja Hernes dengan lemas untuk memberikan keputusan atas kasus percobaan meracuni Putra Mahkota Kerajaan Deux. Prajurit yang tadinya mengawal Gloriana langsung membawa paksa orang yang mereka kawal itu untuk pergi ke sel penjara istana. Raja tertegun layu meratapi apa yang saat ini terjadi. Ia telah menghukum gadis perempuan yang ia begitu cintai. Tanpa ada perlawanan, Gloriana berjalan bersama dengan para prajurit yang kali ini mengawal mereka dengan kebanggaan yang berbeda. Gloriana menaiki kereta kuda sekali lagi dan dibawa ke sebuah bangunan yang penuh dengan ruang-ruang berjeruji besi. Ruangan polos yang hanya di isi oleh satu ranjang dan sebuah pispot pembuangan urine atau feses, ruangan seperti itu yang menjadi tempat Gloriana mendekam mendapatkan hukuman. Satu minggu telah berlalu tanpa ada yang mengunjungi dirinya sama sekali. Bukan karena sudah tidak ada yang peduli dengan putri kerajaan ini namun karena pengawalan ketat yang melarang siapapun untuk menemuinya. Meskipun begitu, Gloriana masih mengetahui situasi yang ada di luar lewat informasi dari penjaga yang ia suap dengan menjanjikan uang ataupun barang mewah milik putri kerajaan. Satu hari setelah mendengar anaknya melakukan hal keji membuat ratu jatuh sakit yang membuat Gloriana sedih mendengarnya. Selain itu pandangan rakyat tentangnya sudah berubah 180° dari sebelumnya melihat dirinya sebagai putri raja yang rendah hati dan juga merakyat kini menjadi seorang wanita licik yang haus akan kekuasaan. Mereka menyamakan sosok Gloriana dengan sosok ratu terdahulu yang terkenal akan kelicikannya untuk naik tahta. Untungnya apa yang ia perjuangkan hingga berakhir seperti ini terwujud. Berlin yang ia lindungi tidak jadi mendapatkan hukum mati karena dianggap terpaksa mengikuti perintah atasannya. Walaupun akhirnya dia berakhir dengan kehilangan status dan pekerjaannya namun itu jauh lebih baik daripada ia kehilangan nyawanya sendiri. "Penjaga, ada hal yang aku inginkan." Gloriana berjalan ke arah besi sel dan membuka percakapan dengan seorang penjaga yang berdiri membelakangi selnya. "Anda sudah tahu aturannya, Tuan Putri." Jawab penjaga berbaju besi tersebut sambil sedikit tersenyum. "Satu kotak perhiasan yang aku miliki, bagaimana?" Penjaga tersebut terdiam memikirkan tawaran tersebut. Ketika dia berbalik arah ke hadapan Gloriana ia sama saja memberikan jawabannya. "Saya akan dengarkan permintaan anda terlebih dahulu." Balas penjaga tersebut yang membuat Gloriana tersenyum mendengar balasan dari penawarannya. "Aku ingin kau membawa Berlin, pelayanku ke sini." "Rasanya itu tidak mungkin Tuan Putri. Raja melarang siapapun untuk menemui Anda dan seluruh mata tertuju kepada Anda saat ini. Jika hanya memberi informasi saja maka tidak akan ada bekasnya namun membawa seseorang yang ada sangkutannya dengan kasus anda ke sini rasanya ...." "Besok adalah hari penobatan putra mahkota, bukan?" Gloriana memotong omongan prajurit penjaga sel tahanan. "Hari itu semua penjaga akan sibuk dan di sini pasti hanya ada sedikit orang. Tidak akan menjadi masalah jika kau membawa gadis tersebut." "Mengapa Anda ingin bertemu dengannya? Apa Anda ingin merencanakan sesuatu yang mengancam hidup Putra Mahkota lagi?" "Apa kau percaya aku meracuni adikku sendiri?" Gloriana berwajah serius sambil mengatakannya. "Saya sebenarnya tidak percaya, Tuan Putri. Anda adalah sosok yang saya kagumi, tidak mungkin anda melakukan hal itu." "Kalau begitu bawa pelayanku ke sini. Aku hanya rindu dengan dirinya." Penjaga berpikir kembali, kali ini tentang akibat yang ia dapatkan jika menerima penawaran itu. Nampak sekali wajah ragu akan hal ini. "Dalam kotak perhiasan itu, ada sebuah batu mulia yang jika dijual akan seharga rumah seorang Baron." Goda Gloriana. "Saya akan coba membawanya ke sini." Jawab penjaga cepat setelah mendengar kalimat godaan yang begitu menggoda. Gloriana tersenyum puas karena merasa menang walaupun sebenarnya tidak juga mengingatkan biaya negosiasi yang begitu mahal. Hanya saja, hartanya yang sekarang bukanlah prioritas utama karena mungkin saja dia akan selamanya berada di penjara ini. "Aku tunggu dan jika kau membawa Berlin ke sini tolong bawakan juga buku novel, tiap hari melihat dinding yang sama rasanya hampir membuatku gila. Soal judul novelnya, tanyakan saja pada pelayanku itu. Dia tahu seleraku." "Baiklah, akan saya laksanakan." Ucap penjaga bermaksud menyudahi sesi percakapannya. "Ngomong-ngomong, siapa namamu? Apa kau sudah lama ...." Karena merasa bosan, Gloriana memaksa untuk melanjutkan percakapan antara dirinya dan penjaga. Mereka berdua mulai membicarakan hal sepele sampai ke pembicara serius tentang rencana hidup dan cinta. Hingga penjaga berganti, Gloriana terus mencoba berdialog dengan orang yang menjaga selnya hanya untuk menghilangkan rasa bosan yang melanda. Penjaga sendiri juga senang berbicara dengan tuan putri mereka karena selalu ada ilmu dan hal baru yang mereka dapatkan, selain itu mereka juga bosan jika hanya berdiri diam sambil berjaga saja. Esoknya adalah hari penobatan putra mahkota. Seperti yang sudah diprediksi sebelumnya, penjagaan di bangunan sel penjara istana berkurang yang membuat Berlin bisa menyusup dengan menggunakan baju besi lengkap dengan helm yang menupi kepalanya. "Tuan Putri, bagaimana keadaan Anda?" Meskipun sedikit bergema tetapi suara wanita yang sudah lama tidak ia dengar akhirnya terdengar lagi di telinga Gloriana. "Apa aku terlihat baik-baik saja?" "Anda terlihat lebih bugar dari pada saat berada di istana." Penjara istana yang diisi oleh bangsawan yang tidak kehilangan statusnya memang tidak seperti penjara biasanya. Makanan di sini tetap di perhatikan karena tidak jarang bangsawan lain menyumbangkan uang untuk Kehidupan keluarga atau kerabat yang mendekam di isi. Tidak ada kerjaan serta makan dan waktu tidur yang terjaga, satu-satunya masalah hidup Gloriana di penjara ini hanyalah rasa bosan yang mematikan. "Lalu, alasan apa yang membuat kau tidak menjengukku selama seminggu ini?" Tanya Gloriana kepada pelayannya tersebut. "Saya tidak ada wajah untuk menemui Anda." "Makanya kau menggunakan helm besi itu?" "Anda benar tuan putri. Anda sampai di penjara hanya karena kesalahan saya." "Hal bodoh macam apa itu. Aku mendekam di sini bukan untuk melindungi dirimu tapi untuk menegakkan kebenaran." Gloriana berkata untuk menghilangkan rasa bersalah di hati pelayannya namun karena terdengar aneh, Berlin hanya bisa diam tanpa reaksi. "Lupakan itu." Lanjut Gloriana merespon omongannya sendiri. "Terima kasih karena sudah menyelematkan nyawa saya, tuan putri." "Harusnya kau beraksi ketika aku mengatakan kalimat keren tadi." "...." Berlin tanpa reaksi kembali. "Daripada itu, informasi apa yang kau bawakan kepadaku." ucap Gloriana menyudahi sesi temu kangen mereka berdua. Satu hari setelah dirinya masuk penjara, Gloriana menyuap seorang penjaga untuk menyampaikan pesan kepada Berlin agar menyelidiki toko makanan yang membawa sampel ke kerajaan. Setelah satu minggu berlalu ia memutuskan untuk membawa pelayannya ke hadapannya. "Makanan itu belum beracun ketika dikirimkan." "Ternyata memang begitu." Pemeriksaan makanan yang masuk ke dalam kerajaan di lakukan oleh koki dan ahli racun kerajaan jadi rasanya sulit jika memang sudah ada racun di makanan tersebut. Kalau begitu, ada seseorang yang menambahkan racun ke makanan ketika makanan itu sudah masuk ke dalam istana. "Ada saksi mata yang melihat kakak Anda memasukan sesuatu ke makanan tersebut sebelum memberikannya kepadaku." Gloriana menatap langit-langit sel penjara dengan kosong setelah mendengar fakta yang mengguncang hatinya. Ia tidak ingin percaya namun itu adalah kenyataannya yang harus ia hadapi. "Hari liburku sepertinya sedikit lagi akan berakhir." Keluh Gloriana dengan nada rendah.Ruangan ini memang tidak didesain untuk ditinggali oleh 13 orang dewasa. Sebagai gambaran, sofa yang digunakan untuk bersantai hanya cukup menampung maksimal empat orang saja sedangkan bangku dari meja makan tidak diperuntukkan lebih dari dua orang.Sebenarnya bisa saja mengambil banyak bangku dari luar tapi karena mereka datang tanpa peringatan membuat Gloriana tidak bisa menyiapkan kebutuhan yang mereka semua butuhkan. Alhasil hanya Selir Gloriana, Victoria, Alice dan Charlotte yang duduk di sofa sedangkan yang lainnya berdiri tegak membuat dua barisan yang berbeda."Hoi! kenapa kalian semua datang ke kamar Ayunda Gloriana." Alice lantang berbicara dengan wajah kesalnya."Diam kau gadis kecil! Aku ke sini karena ada yang ingin aku bicarakan dengan Adinda Gloriana tapi tidak disangka ada rombongan ular yang ikut sampai ke sini." ucap Victoria sambil melototkan matanya ke arah Charlotte."Siapa yang kau sebut rombongan ular? Kami datang ke sini dengan niat baik untuk menanyakan kondis
"Ayunda Gloriana, bolehkah aku berbicara denganmu." Nada gadis itu pelan dan terdengar tertahan. Beberapa saat sebelumnya, Gloriana mendengar pintu diketuk dari luar. Karena tidak ada pelayan yang berjaga membuat dirinya sendiri yang harus membuka pintu itu. Seorang gadis berkuncir dua berwarna coklat bernama Alice berada di luar bangunan kamarnya dengan sedikit kecemasan di wajahnya. "Kalau ingin berbicara, lebih baik di dalam saja." Kata Gloriana mempersilahkan gadis itu memasuki wilayahnya. Alice duduk di sofa sedangkan Gloriana pergi ke tungku dan menaruh teko pemanas air yang sudah disiapkan oleh Berlin sebelumnya. "Aku mohon maaf jika kemarin kau ke sini dan tidak menemukanku." Kata Gloriana sambil menunggu air itu berbunyi pertanda telah matang. "Tidak! aku yang sebenarnya harus meminta maaf kepadamu. Kemarin aku tidak datang ke sini untuk mencarimu, aku tidak datang di saat kau butuh seseorang di sampingmu. Aku memikirkan diri sendiri dan takut bertemu denganmu. Aku ben
"Apa kau memiliki cara untuk mengirim surat ini?" Gloriana memberikan pertanyaan setelah menuliskan rangkaian kata formal di atas secarik kertas.Ini pertama kalinya Gloriana mengirimkan surat sejak tinggal di dalam istana Harem milik kekaisaran. Biasanya surat dikirimkan dengan burung pengantar pesan atau tukang pos yang rentan waktunya jauh lebih lama sampai ke tujuan. Hubungan dengan Marquis Hendrik masih harus ia tutupi demi menghindari narasi kesalahpahaman yang bisa saja terjadi sebab belum resminya hubungan antar mereka berdua. Jadi tidak mungkin menggunakan burung pengantar pesan yang bisa dilihat oleh siapa saja saat diterbangkan, namun jika menggunakan tukang pos maka surat itu mungkin baru sampai saat pikiran Marquis Hendrik sudah berubah."Gront akan membawanya keluar dari istana Harem dan mengirimkannya dengan burung dari kantor pos." Jawab Berlin memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi."Brilian, kalau begitu tolong berikan kepadanya."Pelayan itu diserahkan se
"Apa yang kau katakan barusan?" Gloriana bertanya kepada Berlin setelah rentetan kalimat panjang sebagai laporan atas pertemuannya dengan Marquis Hendrik."Marquis Hendrik berkata akan membantu Anda untuk menjadi permaisuri." Balasnya dengan cepat."Itu akan kita bahas nanti, namun yang ingin aku tanyakan adalah perkataanmu sebelum itu.""Oh, bagian yang mengatakan kalau isu meracuni adik Anda bermula dari wilayah Selir Victoria?""Ya, bagian itu. Apa itu benar?""Tuan Hendrik mengatakan kalau informasinya tidak mungkin salah. Lagipula setelah apa yang Anda lakukan di pesta penyambutan, saya rasa tidak mengherankan jika Selir Victoria melakukan hal semacam ini kepada Anda."Mata Gloriana berputar, dirinya tidak menyangka kalau kejahilan kecil yang ia lakukan di pesta akan mendapatkan balasan yang nyaris menghilangkan banyak nyawa termasuk nyawanya sendiri. Dirinya kembali diingatkan oleh keadaan bahwasanya orang yang memiliki kuasa itu memang menakutkan."Aku tidak menyangka kalau wan
Laju nafasnya terengah-engah seperti dirinya telah berlari berkilo-kilo meter panjangnya tanpa berhenti sama sekali. Wanita itu merasa sangat lelah juga penat dan sedikit sakit di berbagai bagian tubuhnya namun anehnya muncul perasaan menyenangkan di dalam hatinya. Perasaan itu adalah penggambaran dari rasa kepuasan, perasaan puas lain yang sebelumnya tak pernah ia rasakan dalam batinnya. Kali ini, pada momen ini untuk pertamanya kalinya dirinya merasakan hal ini. Sebenarnya dirinya bukanlah seseorang yang selalu mendapatkan kesulitan hingga akhirnya baru merasakan rasa puas di dalam diri. Sejak kecil ia telah merasakan berbagai macam dari kepuasan. Kepuasan yang berasal dari makanan atau hiburan bahkan kepuasan batin atas pemenuhan sifat egois di dalam dirinya, namun kali ini berbeda. Untuk pertama kalinya ia merasakan kepuasan hasil dari sebuah hubungan yang dilakukan oleh sepasangan manusia dewasa. Selama satu putaran penuh jarum panjang bergerak, mereka berdua melakukannya
Punggung tangannya merasakan sensasi dari kelembutan bibir seorang pria. Wajah kaget ditunjukan oleh pelayan dan prajurit yang melihat kejadian itu di depan mata mereka namun bagi wanita bernama Gloriana, apa yang dilakukan oleh pria ini hanyalah salam yang biasa dilakukan sesama bangsawan dari kerajaan asalnya.Sejak tinggal di kekaisaran, ini pertama kalinya seorang pria melakukan salam dengan mencium punggung tangan miliknya. Itu sedikit mengejutkan namun yang lebih mengejutkan untuknya adalah sensasi lain selain bibir yang kulitnya rasakan. Sensasi dari selembar kertas kecil yang menyelip diantar kedua tangan mereka berdua."Apa cara saya sudah benar dalam memberikan salam seperti orang-orang di Kerajaan Deux?" Ucap Hendrik dengan ragu sambil melepaskan genggaman tangannya dengan perlahan."Cara Anda melakukan salam sangat sempurna ..." Setelah dilepasnya jari-jari Hendrik dari tangannya, Gloriana menggenggam kertas itu dengan erat agar tidak disadari siapapun. Gloriana menyadari