Share

Bab 3

"Apa Ayahanda tidak bisa menolaknya saja?" Gloriana bertanya kepada ayahnya di ruangan kerja sang raja.

"Akan banyak rugi dibandingkan untung jika aku menolaknya. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan untungnya tapi jika aku tolak maka akan terjadi perang antar kedua kerajaan. Sebagai seorang Raja, itulah yang aku hindari. Lagipula kekaisaran itu adalah kekaisaran yang berhasil mengalahkan pasukan Raja Iblis rasanya akan sulit untuk menang perang dari mereka."

"Tapi tetap saja aku tidak mau Kak Bella pergi ke kerajaan bar-bar seperti itu."

"Pernikahannya akan menjadi balas budi karena selama ini ia telah diberikan hidup yang layak. Untungnya dalam surat tidak ada nama putri mana yang kaisar itu lamar. Sebenarnya aku takut jika namamu yang tertera dalam surat itu, anakku."

Perkataan dari raja sama sekali tidak membuat Gloriana senang ataupun tenang. Ia tidak bisa membiarkan kakaknya pergi ke kandang para serigala yang lapar namun rasanya sulit untuk menghentikannya karena jika tidak diberikan maka serigala-serigala tersebutlah yang nantinya akan menghampiri mereka secara langsung.

"Begini saja, biarkan aku bertemu dengan kaisar itu. Aku akan mencoba negosiasi pertemanan dengannya tanpa menjalin pernikahan." Ujar Gloriana dengan percaya diri.

"Tentu saja aku tidak bisa melakukannya. Jika pria itu melihat gadis secantik dirimu maka bisa saja malah kau yang dirinya inginkan. Aku tidak ingin kau yang menjadi pengantinnya lebih dari siapapun."

Dengan tatapan tajam, Gloriana memandangi ayahnya namun ayahnya tetap tidak takut ataupun luluh olehnya. Dirinya mulai frustasi karena segala saran dan keinginan selalu ditolaknya. Melihat pembicaraan sudah hampir usai sang raja segera mengalihkan pembicaraan ke topik yang berbeda. Topik yang menyenangkan dan jauh lebih ringan.

"Lalu bagaimana dengan upacara penobatan adikmu? Apa semuanya sudah aman terkendali?"

Ini memang tidak diceritakan pada saat kelahirannya namun sekitar 3 tahun yang lalu seorang putra mahkota lahir di kerajaan Deux. Ratu Mariana memang terlihat benci kepada Raja Hernes akan tetapi ia tetap tidak ingin kehilangan pengaruhnya dalam istana. Satu hari dalam satu putaran minggu, ia akan membiarkan raja mengunjungi kamarnya. Hasilnya anak kedua dari ratu yang sah telah lahir di dunia ini. Beruntungnya kali ini sosok anak laki-laki yang lahir, sehingga secara hukum kerajaan membuat hak waris penerus tahta mutlak miliknya menggantikan Gloriana yang merupakan seorang perempuan.

Meskipun itu terlihat seperti merendahkan perempuan namun peraturan itu nampaknya tidak bisa diganggu gugat sebab banyak yang berpendapat kalau mengubah peraturan ini maka sama saja mengubah kerajaan itu sendiri dan akan muncul banyak konflik saudara setelahnya.

Dalam sejarahnya memang ada tahta yang jatuh kepada seorang wanita namun itu karena putra mahkota yang sah meninggal terlebih dahulu akibat penyakit yang misterius. Namun mendengar sifat licik yang dimiliki ratu tersebut membuat semua orang yakin kalau penyakit misterius yang dialami oleh putra mahkota berasal dari dirinya. Gloriana sendiri seperti tidak peduli jika dirinya batal menjadi pemegang kekuasaan penuh di seluruh negeri. Dirinya yang memiliki ingatan tentang masa lalu malah menginginkan hidup damai yang akan membuatnya hidup hingga hari tua.

"Semuanya aman terkendali Ayahanda. Aku yang menyiapkannya jadi Ayahanda tidak perlu khawatir."

"Aku tidak khawatir karena aku mempercayaimu, Nak."

Kemudian Gloriana pergi dari ruangan ayahnya untuk menuju ke ruangan kakaknya yang saat ini sudah menjabat sebagai ketua arsip kerajaan. Ia mendapatkan pekerjaan ini setelah mendapat pengakuan dari banyak orang termasuk Raja Hernes, Raja Deux itu sendiri. Orang-orang terkagum-kagum dengan kepintarannya dalam mengelola dokumen tanpa mereka ketahui kalau segala macam ilmu tata kelola dokumen itu diajarkan oleh Gloriana.

"Gloriana! Tumben kau mengunjungi aku disini." Bella menyapa adiknya sambil menuliskan beberapa dokumen. Segala dokumen dan tumpukan kertas yang menggunung itu mengingatkan Gloriana kepada pekerja masa lalunya sebab itu ia jarang sekali mengunjungi ruangan kerja kakaknya.

"Aku mampir untuk melihat-lihat." Ucap Gloriana kepada kakaknya yang sedang sibuk dengan segala macam kertas.

"Oh, lihatlah gadis yang mencoba membohongi Kakaknya ini. Ada yang ingin kau katakan padaku kan?"

Jika ditanya siapa orang yang paling dekat dengan Gloriana maka jawabannya adalah Kakaknya, Bella. Kedekatannya bahkan melebihi kedekatan antar Gloriana dengan Ibunya. Posisinya yang harus menjaga sikap dihadapan ibunya yang seorang ratu merupakan alasan mengapa Gloriana lebih sering menghabiskan waktu dengan Kakak tirinya tersebut. Dihadapan kakaknya, Gloriana bisa lebih santai dan menujukan siapa dirinya sebenarnya. Ia memang tidak mengungkapkan tentang dirinya di kehidupan sebelumnya, namun sikap aslinya yang seperti warga desa ketimbang putri raja adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Bahkan ia benar-benar menggulung gaunnya dihadapan kakaknya agar mudah bergerak.

"Baiklah, aku memang tidak bisa berbohong kepadamu."

"Lalu, ada apa sampai kau ke sini?"

"Ada surat lamaran dari Kekaisaran Brigard."

Bella menghentikan tangannya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh adiknya. "Untukku?" Tanyanya dengan nada rendah.

"Tidak. Tidak ada nama untuk siapa lamaran itu dibuat, tujuannya adalah pernikahan politik."

"Kalau begitu, lamaran itu pasti untukku."

"Kak."

"Tidak, Adikku. kau memang sudah bukan penerus tahta lagi namun aku tidak akan membiarkan dirimu pergi ke negeri suram dan berbahaya seperti itu."

"Aku juga tidak mau ke sana. Kita harus cari cara agar Kaisar Brigard mengurungkan niatnya namun persahabatan antar kerajaan tetap terjalin."

"Rasanya terdengar seperti keinginan anak kecil. Tidak ada yang bisa dilakukan jika itu menyangkut dengan Kaisar Brigard, orang gila itu bahkan meratakan satu kerajaan hanya karena bunga yang dilemparkan ke hadapannya."

Gloriana terdiam karena jauh di dalam hatinya ia juga berpikiran hal yang sama. Kaisar egois yang mengirimkan surat lamaran itu, rasanya tidak akan berhenti sampai keinginannya terwujud. Bukan keinginan menikah dengan salah satu Putri Kerajaan Deux melainkan menjalin kerja sama dengan kerajaan ini atau jika memungkinkan langsung menduduki wilayah kerajaan. Logika mereka mengincar kerajaan ini disebabkan sumber daya besi yang dimiliki wilayah Deux cukup melimpah.

"Dengar Kak, aku akan mencari cara agar aku dan kau tidak menikahinya. Bukankah kau memiliki hubungan khusus dengan Ksatria Tronni."

"Hey, kau tahu dari mana?"

"Semua orang yang memperhatikanmu pasti tahu. Tidak, bahkan Bunda Ratu juga tahu hal ini."

Pipi Bella memerah, segera ia menggunakan tangannya untuk menutupi wajahnya yang terlihat malu-malu. Kedekatannya dengan Ksatria Tronni berawal dari hubungan pekerjaan antar keduanya. Tronni sering mengawal Bella yang bekerja ke sana ke mari untuk sebuah dokumen. Dari waktu bersama itulah muncul benih perasaan yang khusus diantara mereka berdua. Setidaknya sampai saat ini mereka sudah berjanji untuk bertunangan dan sedang mencari momen yang tepat untuk berbicara kepada sang raja perihal rencana pertunangan mereka.

"Aku memang mencintai Tronni tapi sepertinya takdirku bukanlah dirinya. Aku tidak bisa mengorbankan kerajaan ini hanya untuknya."

"Kita bisa cari jalan lain."

"Jauh dibandingkan kerajaan, aku tidak bisa mengorbankan dirimu yang merupakan adik yang paling aku sayangi. Aku yang akan menerima lamaran itu."

Tangan Bella bergetar ketika mengatakan persetujuannya atas lamaran yang datang. Meskipun mulutnya berkata seperti itu namun ketakutan sangat terlihat dari matanya. Adiknya yang tidak tega melihat kakaknya ketakutan segera memeluknya dengan erat. Sambil terus membisikkan berbagai kata-kata yang menenangkan.

"Terima kasih. Sedari dulu memang hanya dirimulah yang benar-benar peduli kepadaku, Gloriana."

Setelah mendengar ucapan dari Kakaknya, Gloriana malah semakin mengencangkan pelukannya hingga tubuh yang ia peluk mulai merasakan sesak nafas. Bella menepuk-nepuk lengan dari adiknya yang membuat pelukan tersebut berakhir.

"Oh iya, sampel makanan yang kau inginkan sudah datang. Aku yang menerimanya tadi pagi."

"Benarkah? Berikan itu kepada Berlin, biar ia yang membawanya ke adikku untuk dicicipi. Aku harus keluar dari istana sebentar."

Setelah berpamitan, putri kerajaan tersebut keluar dari kamar kakaknya dan menuju ke pintu utama istana. Sebuah kereta kuda yang mewah sudah menunggu bersamaan dengan ksatria yang jumlahnya puluhan. Gloriana mendecakkan lidahnya pertanda ia tidak setuju dengan pengawalan ketat yang telah disiapkan.

Gloriana melaksanakan tugasnya lalu kembali ke istana. Saat ia memasuki pintu istana semua orang yang melihatnya nampak memancarkan perasaan amarah kepadanya. Ini tidak seperti sebelum saat ia keluar tadi, kini tatapan para prajurit dan pekerja istana benar-benar memandang sinis dirinya. Tatapan itu disebabkan oleh Berlin, pelayan pribadinya yang saat ini berlutut di depan Raja Hernes dengan wajah yang begitu putus asa.

"Aku tanya sekali lagi, apa kau diperintahkan oleh Gloriana?"

"Tidak Yang Mulia, ini murni kesalahan saya."

"Berani sekali kau berkata kalau tindakan meracuni putra mahkota adalah sebuah kesalahan saja! Ini adalah rencana pembunuhan! Maka hukuman buatmu adalah hukuman gantung. Laksanakan juga hari ini!"

Setelah perintah diberikan dua prajurit maju untuk mengangkat Berlin pergi dari hadapan Yang Mulia Raja. Mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Ayahnya membuat Gloriana diam membatu beberapa saat. Tidak mungkin Berlin berniat meracuni adiknya, ia adalah pelayan yang paling dekat dengannya jadi ia sudah paham jika sebenarnya Gloriana tidak mengharapkan tahta kerajaan ini. Sebelum berangkat tadi ia memang memerintahkan Berlin pergi ke ruangan putra mahkota dengan maksud memberikan beberapa sampel makanan untuk pesta penobatannya namun tidak disangka jika sampel makanan tersebut mengandung racun.

"Ayahanda, bagaimana keadaan Adinda?" Gloriana bertanya setelah memberikan tanda untuk berhenti kepada prajurit yang membawa Berlin.

"Untung saja kondisinya tidak parah, racunnya juga sudah diberikan penawar. Saat ini ia sudah stabil."

"Syukurlah kalau begitu."

Sampel makanan itu berasal dari toko manisan yang terkenal di pusat kota. Rasanya tidak mungkin terdapat racun di sana , jika mereka tidak mau hidupnya hancur. Jika itu memang beracun maka akan terdeteksi oleh pemeriksa pada saat makanan tersebut masuk ke dalam istana.

"Tapi Berlin bukanlah orang yang menaruh racun di makanan itu." Ucapan Gloriana membuat seluruh perhatian menuju kearahnya.

Gloriana tidak bisa diam saja dan membiarkan ini berjalan begitu saja. Jika dibiarkan maka Berlin akan mendapatkan hukuman mati saat ini juga, meskipun begitu ia tidak bisa membuktikan kalau racun itu bukan berasal darinya. Ia juga tidak ingin curiga kepada kakaknya yang bisa saja menyentuh sampel makanan tersebut mengingat ialah yang menerima makanan tersebut masuk ke dalam istana.

"Aku yang memodifikasi makanan tersebut." Pengakuan yang Gloriana keluarkan membuat seluruh orang yang menyaksikan kaget tidak percaya

“APA YANG KAU KATAKAN!” Untuk pertama kalinya raja meninggikan suaranya kepada Gloriana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status