"Apa Ayahanda tidak bisa menolaknya saja?" Gadis berambut panjang berwarna pirang bertanya kepada ayahnya di ruangan kerja Sang Raja.
"Akan banyak rugi dibandingkan untung jika aku menolaknya. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan untungnya tapi jika aku tolak maka akan terjadi perang antar kedua kerajaan. Sebagai seorang raja, itulah yang paling aku hindari. Lagipula kekaisaran itu adalah kekaisaran yang berhasil mengalahkan pasukan raja iblis rasanya akan sulit untuk menang perang dari mereka dan aliansinya." "Tapi tetap saja aku tidak mau Kak Bella pergi ke kerajaan bar-bar seperti itu." "Pernikahannya akan menjadi balas budi karena selama ini ia telah diberikan hidup yang layak. Untungnya dalam surat tidak ada nama putri mana yang kaisar itu lamar. Sebenarnya aku takut jika namamu yang tertera dalam surat itu, anakku." Perkataan dari raja sama sekali tidak membuat Gloriana senang ataupun tenang. Ia tidak bisa membiarkan kakaknya pergi ke kandang para serigala yang lapar namun rasanya sulit untuk menghentikannya karena jika tidak diberikan maka serigala-serigala tersebutlah yang nantinya akan menghampiri mereka dan merebutnya secara "Begini saja, biarkan aku bertemu dengan kaisar itu. Aku akan mencoba negosiasi pertemanan dengannya tanpa menjalin pernikahan." Ujar Gloriana dengan percaya diri. "Tentu saja aku tidak bisa melakukannya. Jika pria itu melihat gadis secantik dirimu maka bisa saja malah kau yang dirinya inginkan. Aku tidak ingin kau yang menjadi pengantinnya lebih dari siapapun." Dengan tatapan tajam, Gloriana memandangi ayahnya namun ayahnya tetap tidak takut ataupun luluh olehnya. Dirinya mulai frustasi karena segala saran dan keinginan selalu ditolaknya. Melihat pembicaraan sudah hampir usai sang raja segera mengalihkan pembicaraan ke topik yang berbeda. Topik yang menyenangkan dan jauh lebih ringan. "Lalu bagaimana dengan upacara penobatan adikmu? Apa semuanya sudah aman terkendali?" Ini memang tidak diceritakan pada saat kelahirannya namun sekitar 3 tahun yang lalu seorang putra mahkota lahir di Kerajaan Deux. Ratu Mariana memang terlihat benci kepada Raja Hernes akan tetapi ia tetap tidak ingin kehilangan pengaruhnya dalam istana. Satu hari dalam satu putaran minggu, ia akan membiarkan raja mengunjungi kamarnya. Hasilnya anak kedua dari ratu yang sah telah lahir di dunia ini. Beruntungnya kali ini sosok anak laki-laki yang lahir, sehingga secara hukum kerajaan membuat hak waris penerus tahta mutlak miliknya menggantikan Gloriana yang merupakan seorang perempuan sekaligus menghilangkan kesempatan Bella naik menjadi ratu. Meskipun itu terlihat seperti merendahkan perempuan namun peraturan itu nampaknya tidak bisa diganggu gugat sebab banyak yang berpendapat kalau mengubah peraturan ini maka sama saja mengubah kerajaan itu sendiri dan akan muncul banyak konflik saudara setelahnya. Dalam sejarahnya memang ada tahta yang jatuh kepada seorang wanita namun itu karena putra mahkota yang sah meninggal terlebih dahulu akibat penyakit yang misterius. Tetapi, mendengar sifat licik yang dimiliki ratu tersebut membuat semua orang yakin kalau penyakit misterius yang dialami oleh putra mahkota berasal dari dirinya. Gloriana sendiri seperti tidak peduli jika dirinya batal menjadi pemegang kekuasaan penuh di seluruh negeri. Dirinya yang memiliki ingatan tentang masa lalu malah menginginkan hidup damai yang akan membuatnya hidup hingga hari tua. "Semuanya aman terkendali Ayahanda. Aku yang menyiapkannya jadi Ayahanda tidak perlu khawatir." "Aku tidak khawatir karena aku mempercayaimu, Nak." Kemudian Gloriana pergi dari ruangan ayahnya untuk menuju ke ruangan kakaknya yang saat ini sudah menjabat sebagai ketua divisi arsip kerajaan. Ia mendapatkan pekerjaan ini setelah mendapat pengakuan dari banyak orang termasuk Raja Hernes, Raja dari Deux itu sendiri. Orang-orang terkagum-kagum dengan kepintarannya dalam mengelola dokumen tanpa mereka ketahui kalau segala macam ilmu tata kelola dokumen itu diajarkan oleh Gloriana. "Gloriana! Tumben kau mengunjungi aku disini." Bella menyapa adiknya sambil menuliskan beberapa dokumen. Segala dokumen dan tumpukan kertas yang menggunung itu mengingatkan Gloriana kepada pekerja masa lalunya, sebab itu ia jarang sekali mengunjungi ruangan kerja kakaknya. "Aku mampir untuk melihat-lihat." Ucap Gloriana kepada kakaknya yang sedang sibuk dengan segala macam kertas. "Oh, lihatlah gadis yang mencoba membohongi Kakaknya ini. Ada yang ingin kau katakan padaku kan?" Jika ditanya siapa orang yang paling dekat dengan Gloriana maka jawabannya adalah Kakaknya, Bella. Kedekatannya bahkan melebihi kedekatan antar Gloriana dengan Ibunya. Posisinya yang harus menjaga sikap dihadapan ibunya yang seorang ratu merupakan alasan mengapa Gloriana lebih sering menghabiskan waktu dengan Kakak tirinya tersebut. Dihadapan kakaknya, Gloriana bisa lebih santai dan menujukan siapa dia sebenarnya. Ia memang tidak mengungkapkan tentang dirinya di kehidupan sebelumnya, namun sikap aslinya yang seperti warga desa ketimbang putri raja adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Bahkan, ia benar-benar menggulung gaunnya dihadapan kakaknya agar mudah bergerak. "Baiklah, aku memang tidak bisa berbohong kepadamu." "Lalu, ada apa sampai kau ke sini?" "Ada surat lamaran dari Kekaisaran Brigard." Bella menghentikan tangannya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh adiknya. "Untukku?" Tanyanya dengan nada rendah. "Tidak. Tidak ada nama untuk siapa lamaran itu dibuat, tujuannya adalah pernikahan politik." "Kalau begitu, lamaran itu pasti untukku." "Kak." "Tidak, Adikku. kau memang sudah bukan penerus tahta lagi namun aku tidak akan membiarkan dirimu pergi ke negeri mengerikan dan berbahaya seperti itu." "Aku juga tidak mau ke sana. Kita harus cari cara agar Kaisar Brigard mengurungkan niatnya namun persahabatan antar kerajaan tetap terjalin." "Rasanya terdengar seperti keinginan anak kecil. Tidak ada yang bisa dilakukan jika itu menyangkut dengan Kaisar Brigard, orang gila itu bahkan meratakan satu kerajaan hanya karena bunga yang dilemparkan ke hadapannya." Gloriana terdiam karena jauh di dalam hatinya ia juga berpikiran hal yang sama. Kaisar egois yang mengirimkan surat lamaran itu, rasanya tidak akan berhenti sampai keinginannya terwujud. Bukan keinginan menikah dengan salah satu Putri Kerajaan Deux melainkan menjalin kerja sama dengan kerajaan ini atau jika memungkinkan langsung menduduki wilayah kerajaan. Logika mereka mengincar kerajaan ini disebabkan sumber daya besi yang dimiliki wilayah Deux cukup melimpah. "Dengar Kak, aku akan mencari cara agar aku dan kau tidak menikahinya. Bukankah kau memiliki hubungan khusus dengan Ksatria Tronni." "Hey, kau tahu dari mana?" "Semua orang yang memperhatikanmu pasti tahu. Tidak, bahkan Bunda Ratu juga tahu hal ini." Pipi Bella memerah, segera ia menggunakan tangannya untuk menutupi wajahnya yang terlihat malu-malu. Kedekatannya dengan Ksatria Tronni berawal dari hubungan pekerjaan antar keduanya. Tronni sering mengawal Bella yang bekerja ke sana ke mari untuk sebuah dokumen. Dari waktu bersama itulah muncul benih perasaan yang khusus diantara mereka berdua. Setidaknya sampai saat ini mereka sudah berjanji untuk bertunangan dan sedang mencari momen yang tepat untuk berbicara kepada raja perihal rencana pertunangan mereka. "Aku memang mencintai Tronni tapi sepertinya takdirku bukanlah dirinya. Aku tidak bisa mengorbankan kerajaan ini hanya untuk bersama dengannya." "Kita bisa cari jalan lain." "Jauh dibandingkan kerajaan, aku tidak bisa mengorbankan dirimu yang merupakan adik yang paling aku sayangi. Aku yang akan menerima lamaran itu." Tangan Bella bergetar ketika mengatakan persetujuannya atas lamaran yang datang. Meskipun mulutnya berkata seperti itu namun ketakutan sangat terlihat dari matanya. Adiknya yang tidak tega melihat kakaknya ketakutan segera memeluknya dengan erat. Sambil terus membisikkan berbagai kata-kata yang menenangkan. "Terima kasih. Sedari dulu memang hanya dirimulah yang benar-benar peduli kepadaku, Gloriana." Setelah mendengar ucapan dari Kakaknya, Gloriana malah semakin mengencangkan pelukannya hingga tubuh yang ia peluk mulai merasakan sesak nafas. Bella menepuk-nepuk lengan dari adiknya yang membuat pelukan tersebut berakhir. "Oh iya, sampel makanan yang kau inginkan sudah datang. Aku yang menerimanya tadi pagi." "Benarkah? Berikan itu kepada Berlin, biar ia yang membawanya ke adikku untuk dicicipi. Aku harus keluar dari istana sebentar." Setelah berpamitan, putri kerajaan tersebut keluar dari kamar kakaknya dan menuju ke pintu utama istana. Sebuah kereta kuda yang mewah sudah menunggu bersamaan dengan ksatria yang jumlahnya puluhan. Gloriana mendecakkan lidahnya pertanda ia tidak setuju dengan pengawalan ketat yang telah disiapkan. Setelah Gloriana melaksanakan tugasnya lalu ia kembali ke istana. Saat ia memasuki pintu istana semua orang melihatnya dengan sorot mata tajam dan nampak memancarkan perasaan amarah kepadanya. Ini tidak seperti saat ia keluar tadi, kini tatapan para prajurit dan pekerja istana benar-benar memandang sinis dirinya. Setelah terus masuk ke dalam, akhirnya ia mengetahui kalau alasan tatapan tajam itu disebabkan oleh Berlin, pelayan pribadinya yang saat ini berlutut di depan Raja Hernes dengan wajah yang begitu putus asa. "Aku tanya sekali lagi, apa kau diperintahkan oleh Gloriana?" "Tidak Yang Mulia, ini murni kesalahan saya." "Berani sekali kau berkata kalau tindakan meracuni putra mahkota adalah sebuah kesalahan saja! Ini adalah rencana pembunuhan! Maka hukuman buatmu adalah hukuman gantung. Laksanakan juga hari ini!" Setelah perintah diberikan dua prajurit maju untuk mengangkat Berlin pergi dari hadapan Yang Mulia Raja. Mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Ayahnya membuat Gloriana diam membatu beberapa saat. Tidak mungkin Berlin berniat meracuni adiknya, ia adalah pelayan yang paling dekat dengannya jadi ia sudah paham jika sebenarnya Gloriana tidak mengharapkan tahta kerajaan ini. Sebelum berangkat tadi ia memang memerintahkan Berlin ke ruangan putra mahkota dengan maksud memberikan beberapa sampel makanan untuk pesta penobatannya nanti namun tidak disangka jika sampel makanan tersebut mengandung racun. "Ayahanda, bagaimana keadaan Adinda?" Gloriana bertanya setelah memberikan tanda untuk berhenti kepada prajurit yang membawa Berlin. "Untung saja kondisinya tidak parah, racunnya juga sudah diberikan penawar. Saat ini ia sudah stabil." "Syukurlah kalau begitu." Sampel makanan itu berasal dari toko manisan yang terkenal di pusat kota. Rasanya tidak mungkin terdapat racun di sana , jika mereka tidak mau hidupnya hancur. Kalau itu memang beracun maka akan terdeteksi oleh pemeriksa pada saat makanan tersebut masuk ke dalam istana. "Tapi Berlin bukanlah orang yang menaruh racun di makanan itu." Ucapan Gloriana membuat seluruh perhatian menuju kearahnya. Gloriana tidak bisa diam saja dan membiarkan ini berjalan begitu saja. Jika dibiarkan maka Berlin akan mendapatkan hukuman mati saat ini juga, meskipun begitu ia tidak bisa membuktikan kalau racun itu bukan berasal darinya. Ia juga tidak ingin curiga kepada kakaknya yang bisa saja menyentuh sampel makanan tersebut mengingat ialah yang menerima makanan tersebut masuk ke dalam istana. "Aku yang memodifikasi makanan tersebut." Pengakuan yang Gloriana keluarkan membuat seluruh orang yang menyaksikan kaget tidak percaya “APA YANG KAU KATAKAN!” Untuk pertama kalinya raja meninggikan suaranya kepada Gloriana.Ruangan ini memang tidak didesain untuk ditinggali oleh 13 orang dewasa. Sebagai gambaran, sofa yang digunakan untuk bersantai hanya cukup menampung maksimal empat orang saja sedangkan bangku dari meja makan tidak diperuntukkan lebih dari dua orang.Sebenarnya bisa saja mengambil banyak bangku dari luar tapi karena mereka datang tanpa peringatan membuat Gloriana tidak bisa menyiapkan kebutuhan yang mereka semua butuhkan. Alhasil hanya Selir Gloriana, Victoria, Alice dan Charlotte yang duduk di sofa sedangkan yang lainnya berdiri tegak membuat dua barisan yang berbeda."Hoi! kenapa kalian semua datang ke kamar Ayunda Gloriana." Alice lantang berbicara dengan wajah kesalnya."Diam kau gadis kecil! Aku ke sini karena ada yang ingin aku bicarakan dengan Adinda Gloriana tapi tidak disangka ada rombongan ular yang ikut sampai ke sini." ucap Victoria sambil melototkan matanya ke arah Charlotte."Siapa yang kau sebut rombongan ular? Kami datang ke sini dengan niat baik untuk menanyakan kondis
"Ayunda Gloriana, bolehkah aku berbicara denganmu." Nada gadis itu pelan dan terdengar tertahan. Beberapa saat sebelumnya, Gloriana mendengar pintu diketuk dari luar. Karena tidak ada pelayan yang berjaga membuat dirinya sendiri yang harus membuka pintu itu. Seorang gadis berkuncir dua berwarna coklat bernama Alice berada di luar bangunan kamarnya dengan sedikit kecemasan di wajahnya. "Kalau ingin berbicara, lebih baik di dalam saja." Kata Gloriana mempersilahkan gadis itu memasuki wilayahnya. Alice duduk di sofa sedangkan Gloriana pergi ke tungku dan menaruh teko pemanas air yang sudah disiapkan oleh Berlin sebelumnya. "Aku mohon maaf jika kemarin kau ke sini dan tidak menemukanku." Kata Gloriana sambil menunggu air itu berbunyi pertanda telah matang. "Tidak! aku yang sebenarnya harus meminta maaf kepadamu. Kemarin aku tidak datang ke sini untuk mencarimu, aku tidak datang di saat kau butuh seseorang di sampingmu. Aku memikirkan diri sendiri dan takut bertemu denganmu. Aku ben
"Apa kau memiliki cara untuk mengirim surat ini?" Gloriana memberikan pertanyaan setelah menuliskan rangkaian kata formal di atas secarik kertas.Ini pertama kalinya Gloriana mengirimkan surat sejak tinggal di dalam istana Harem milik kekaisaran. Biasanya surat dikirimkan dengan burung pengantar pesan atau tukang pos yang rentan waktunya jauh lebih lama sampai ke tujuan. Hubungan dengan Marquis Hendrik masih harus ia tutupi demi menghindari narasi kesalahpahaman yang bisa saja terjadi sebab belum resminya hubungan antar mereka berdua. Jadi tidak mungkin menggunakan burung pengantar pesan yang bisa dilihat oleh siapa saja saat diterbangkan, namun jika menggunakan tukang pos maka surat itu mungkin baru sampai saat pikiran Marquis Hendrik sudah berubah."Gront akan membawanya keluar dari istana Harem dan mengirimkannya dengan burung dari kantor pos." Jawab Berlin memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi."Brilian, kalau begitu tolong berikan kepadanya."Pelayan itu diserahkan se
"Apa yang kau katakan barusan?" Gloriana bertanya kepada Berlin setelah rentetan kalimat panjang sebagai laporan atas pertemuannya dengan Marquis Hendrik."Marquis Hendrik berkata akan membantu Anda untuk menjadi permaisuri." Balasnya dengan cepat."Itu akan kita bahas nanti, namun yang ingin aku tanyakan adalah perkataanmu sebelum itu.""Oh, bagian yang mengatakan kalau isu meracuni adik Anda bermula dari wilayah Selir Victoria?""Ya, bagian itu. Apa itu benar?""Tuan Hendrik mengatakan kalau informasinya tidak mungkin salah. Lagipula setelah apa yang Anda lakukan di pesta penyambutan, saya rasa tidak mengherankan jika Selir Victoria melakukan hal semacam ini kepada Anda."Mata Gloriana berputar, dirinya tidak menyangka kalau kejahilan kecil yang ia lakukan di pesta akan mendapatkan balasan yang nyaris menghilangkan banyak nyawa termasuk nyawanya sendiri. Dirinya kembali diingatkan oleh keadaan bahwasanya orang yang memiliki kuasa itu memang menakutkan."Aku tidak menyangka kalau wan
Laju nafasnya terengah-engah seperti dirinya telah berlari berkilo-kilo meter panjangnya tanpa berhenti sama sekali. Wanita itu merasa sangat lelah juga penat dan sedikit sakit di berbagai bagian tubuhnya namun anehnya muncul perasaan menyenangkan di dalam hatinya. Perasaan itu adalah penggambaran dari rasa kepuasan, perasaan puas lain yang sebelumnya tak pernah ia rasakan dalam batinnya. Kali ini, pada momen ini untuk pertamanya kalinya dirinya merasakan hal ini. Sebenarnya dirinya bukanlah seseorang yang selalu mendapatkan kesulitan hingga akhirnya baru merasakan rasa puas di dalam diri. Sejak kecil ia telah merasakan berbagai macam dari kepuasan. Kepuasan yang berasal dari makanan atau hiburan bahkan kepuasan batin atas pemenuhan sifat egois di dalam dirinya, namun kali ini berbeda. Untuk pertama kalinya ia merasakan kepuasan hasil dari sebuah hubungan yang dilakukan oleh sepasangan manusia dewasa. Selama satu putaran penuh jarum panjang bergerak, mereka berdua melakukannya
Punggung tangannya merasakan sensasi dari kelembutan bibir seorang pria. Wajah kaget ditunjukan oleh pelayan dan prajurit yang melihat kejadian itu di depan mata mereka namun bagi wanita bernama Gloriana, apa yang dilakukan oleh pria ini hanyalah salam yang biasa dilakukan sesama bangsawan dari kerajaan asalnya.Sejak tinggal di kekaisaran, ini pertama kalinya seorang pria melakukan salam dengan mencium punggung tangan miliknya. Itu sedikit mengejutkan namun yang lebih mengejutkan untuknya adalah sensasi lain selain bibir yang kulitnya rasakan. Sensasi dari selembar kertas kecil yang menyelip diantar kedua tangan mereka berdua."Apa cara saya sudah benar dalam memberikan salam seperti orang-orang di Kerajaan Deux?" Ucap Hendrik dengan ragu sambil melepaskan genggaman tangannya dengan perlahan."Cara Anda melakukan salam sangat sempurna ..." Setelah dilepasnya jari-jari Hendrik dari tangannya, Gloriana menggenggam kertas itu dengan erat agar tidak disadari siapapun. Gloriana menyadari