Share

Bab 9

Jika ada yang bertanya tentang musuh terbesar bagi umat manusia, sekiranya jawaban seperti apa yang akan diberikan untuk menjawab pertanyaan itu? Alam semesta atau kaum iblis? Terkadang itu memang benar tapi itu bukanlah jawaban yang sempurna. Sebab jawaban yang tepat dari pertanyaan tersebut adalah manusia itu sendiri.

Manusia menjadi musuh terberat bagi umat manusia. Lebih tepatnya, apa yang ada di dalam diri manusia. Iri, amarah, malas, sombong, tamak, rakus dan nafsu. Dalam sejarah panjang umat manusia, ke-tujuh sifat tersebut telah berhasil membinasakan manusia yang tak terhitung jumlahnya.

"Putri, kenapa Anda malah tidur lagi di dalam kamar mandi." Ucap Berlin, seorang pelayan yang sedang terburu-buru memasangkan gaun berwarna merah kepada gadis berwajah datar dengan mata yang tertutup.

"Habisnya, air panasnya sangat pas sekali. Aku jadi nyaman dan kalah dari rasa malas serta hawa nafsuku." Balas putri berambut pirang bernama Gloriana.

"Ah, tidak ada waktu. Putri, Anda dalam masalah. Anda akan telat bertemu dengan Kaisar Brigard."

"Memangnya kenapa kalau telat? Wanita akan lebih merasa dihargai kalau ada seseorang yang mau menunggunya."

Berlin menempelkan kedua telapak tangannya di setiap pipi Gloriana dan menepuknya dengan sedikit kekuatan. "Apa yang Anda katakan Tuan Putri. Ingat, kehadiran Anda di sini mewakili Kerajaan Deux, segala tindakan yang Anda lakukan andalah tindakan dari Kerajaan Deux." Lanjutnya dengan tangan yang masih menempel di pipi.

Gloriana terdiam, daya nalarnya mulai berjalan. Kini matanya terbuka dan kesadarannya akan tanggung jawab telah kembali. Rasa lelah telah mengalahkannya tadi sehingga keinginan untuk lari dari kenyataan begitu kuat.

"Berlin, tipiskan saja riasannya. Kita tidak memiliki waktu, bukan?"

"Aaaah, padahal aku ingin membuat putri jadi yang paling cantik."

"Hey, tidak sopan. Meskipun tanpa riasan sekalipun aku tetaplah putri yang paling cantik."

Berlin tertawa dengan pelan sambil terus mendandani tuan putrinya. Beberapa saat kemudian, persiapan selesai dan Gloriana diperkenankan naik kereta kuda untuk segera di bawa ke sebuah kastil.

Lagi-lagi berada di dalam kereta kuda, begitulah isi di dalam otaknya. Gloriana yang sudah muak dengan alat transportasi menyandarkan punggungnya pada bangku, sedangkan satu kakinya berada di atas bangku lainnya. Sikap yang tidak akan pernah ia tunjukkan jika ada seseorang yang melihatnya.

"Setidaknya, kali ini gorden tidak ditutup." Ucapnya sambil melihat apa yang ada di balik jendela.

Brigard dimalam hari terlihat terang dengan lampu hampir di setiap pinggir jalan. Bangunan di Brigard sepertinya lebih mementingkan fungsi dari pada keindahan. Rata-rata bangunan mereka terlihat kotak seragam dengan batu dan tanah yang dikeraskan sebagai bahan utama. Gloriana meyakini kalau Deux jauh lebih indah daripada Brigard namun suasana kota mereka jauh lebih ramai jika dibandingkan dengan apa yang Gloriana sering saksikan di Deux.

"Ah, itukan-" ucap putri Kerajaan Deux setelah sekilas melihat sekelompok manusia menggunakan kalung besar yang terbuat dari besi pada leher mereka. "Jadi perbudakan memang benar ada di sini." Katanya dengan nada rendah sebab hatinya menyesali keadaan yang terjadi.

Berselang beberapa menit kereta kuda Gloriana berhenti namun mereka belumlah sampai di tujuan. Merasa ada hal yang janggal, Gloriana turun dari kereta kudanya untuk melihat apa yang ada di depannya.

"Apa yang terjadi?" Tanya gadis tersebut kepada seorang kusir yang juga merupakan seorang ksatria kekaisaran.

"Putri, anda dilarang untuk keluar dari kereta kuda. Tolong masuk kembali, sebentar lagi kita akan jalan." Balas kusir tersebut yang sedikit kaget ketika melihat orang yang bertanya kepadanya.

Meskipun begitu Gloriana tidak mengindahkan apa yang disarankan kusir itu. Matanya malah terbelalak melihat sebuah kejadian dimana pria dewasa menyeret paksa seorang wanita tak berdaya dengan menarik rambutnya hanya untuk memindahkan posisinya.

"Hey, perlakuan macam apa yang kau lakukan terhadap seorang wanita." Gloriana berlari menghampiri pria tersebut.

"Maaf Lady namun wanita ini adalah seorang budak. Aku hanya memindahkannya agar tidak menggangu lalu lalang kereta kuda." Pria paruh baya tersebut membalas tanpa ada rasa bersalah.

"Tetapi tetap saja bukan seperti itu cara memindahkan seorang wanita yang tergeletak tak berdaya. Lepaskan tanganmu." Perintah Gloriana kepada pria tersebut yang membuat ia langsung melepaskan tangannya.

"Apa mungkin ini pertama kalinya lady berada di sini? Wanita ini adalah budak jadi memang seperti itu cara memperlakukan seorang budak."

Gloriana tidak lagi membalas perkataan pria tersebut sebab ia berjalan untuk mendekati wanita yang masih tergeletak itu. Dengan kedua tangannya tanpa sarung tangan, ia menyentuh langsung tubuh lemas wanita itu kemudian memeriksanya.

"Suhu tubuhnya tinggi sekali lalu ada darah di kepalanya. Pak kusir apa ada tabib di dekat sini?" Tanya Gloriana kepada kusir yang berlari ke arahnya seketika saat tangannya menyentuh budak yang tergeletak.

"Putri, Anda dilarang menyentuh langsung budak dengan tangan Anda."

"Aku tanya apa ada tabib disekitar sini?!" Gloriana menaikan suaranya yang membuat kusir sedikit terkejut.

"Kita telah melewatinya. Sekitaran dua belokan tadi."

"Kalau begitu hantarkan wanita ini ke sana."

"Tidak bisa Putri, tugas saya mengantarkan Anda bertemu dengan Tuan Kaisar."

"Nyawa manusia jauh lebih penting dari pada makan malamku dengan kaisar. Katakan apa tempat tujuan kita masih jauh?"

"Sebenarnya tidak, sekitar 200 meter lagi maka Putri akan menemukan bangunan yang paling megah."

Gloriana berpikir di dalam kepalanya kemudian dengan cepat memutuskan sesuatu. "Aku yang akan ke sana sendiri, kau bawa saja wanita itu ke tabib. Jika membutuhkan uang sebut saja namaku." Ucapnya kemudian melepaskan sepatu heels yang ia kenakan untuk berlari menjauhi kusir kereta kuda yang masih terdiam tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh seorang putri raja.

Kerumunan malam melihat seorang gadis bergaun berlari dengan terengah-engah namun Gloriana tidak peduli dirinya menjadi pusat perhatian. Setelah hampir 200 meter Gloriana sampai di depan sebuah kastil dan setelah berbicara dengan penjaganya, ia akhirnya diizinkan untuk masuk.

Saat kakinya yang telah mengenakan kembali sepatunya menginjak ubin ruangan. Saat itu juga ia melihat seorang pria berwajah garang dengan meja dari batu yang terbelah dua. Gloriana mulai merasakan rasa takut, meskipun begitu Gloriana tetap memberikan salamnya kepada pria tersebut.

"Katakan wahai gadis, apa kau memang menginginkan setengah benua ini menyerang kerajaan kecilmu?"

Pria itu marah. Kenyataannya, ia memang membuat kaisar negeri ini marah dengan datang terlambat. Tidak disangka keputusan untuk menyelamatkan nyawa satu orang bisa membuat ribuan orang kehilangan nyawanya. Gloriana mulai memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini.

Tetapi, itu sudah terjadi. Dirinya juga tidak menyesali apa yang ia lakukan dan lebih memilih untuk menghadapi apa yang akan terjadi ke depannya. Gloriana memperhatikan diri Kaisar Elder dengan seksama untuk mencari jawaban yang layak atau kerajaannya akan hancur dan rata dengan tanah.

"Tidak tuanku, saya datang ke sini untuk membuat malam anda menyenangkan."

"Kau baru saja menghancurkan malamku." Bantah kaisar dengan tatapan yang tajam.

"Tuanku, ketahuilah kalau malam yang menyenangkan baru akan di mulai dengan hadirnya saya di sini."

Kalimat itu terdengar seperti sebuah undangan untuk seorang pria. Kaisar Elder terdiam memperhatikan tubuh dari Gloriana yang terlihat menggoda dengan gaun dan air keringat tampak di beberapa tempat.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan memberimu kesempatan terakhir." Ucap Kaisar Elder setelah memutuskan tentang nasib dari gadis yang ada di depannya. "Pelayan, hantarkan kami berdua ke ruangan pribadi."

"Baik Tuanku, tolong ikuti hamba." Ucap seorang pelayan berdasi kupu-kupu.

Gloriana dan Kaisar Elder dihantarkan pada sebuah ruangan kamar yang hanya memiliki satu buah ranjang berukuran besar yang ditaburi kelopak bunga mawar. Aroma kayu manis yang menyengat dilengkapi dengan lampu ruangan yang redup membuat kesan dewasa dan seksualitas begitu terasa. Ketika pintu ditutup dan hanya meninggalkan mereka berdua, terdapat keheningan beberapa saat sebelum Kaisar Elder mengatakan sebuah kalimat.

"Cepat, lepaskan pakaianmu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status