Jika ada yang bertanya tentang musuh terbesar bagi umat manusia, sekiranya jawaban seperti apa yang akan diberikan untuk menjawab pertanyaan itu? Alam semesta atau kaum iblis? Terkadang itu memang benar tapi itu bukanlah jawaban yang sempurna. Sebab jawaban yang tepat dari pertanyaan tersebut adalah manusia itu sendiri.
Manusia menjadi musuh terberat bagi umat manusia. Lebih tepatnya, apa yang ada di dalam diri manusia. Iri, amarah, malas, sombong, tamak, rakus dan nafsu. Dalam sejarah panjang umat manusia, ke-tujuh sifat tersebut telah berhasil membinasakan manusia yang tak terhitung jumlahnya."Putri, kenapa Anda malah tidur lagi di dalam kamar mandi." Ucap Berlin, seorang pelayan yang sedang terburu-buru memasangkan gaun berwarna merah kepada gadis berwajah datar dengan mata yang tertutup."Habisnya, air panasnya sangat pas sekali. Aku jadi nyaman dan kalah dari rasa malas serta hawa nafsuku." Balas putri berambut pirang bernama Gloriana."Ah, tidak ada waktu. Putri, Anda dalam masalah. Anda akan telat bertemu dengan Kaisar Brigard.""Memangnya kenapa kalau telat? Wanita akan lebih merasa dihargai kalau ada seseorang yang mau menunggunya."Berlin menempelkan kedua telapak tangannya di setiap pipi Gloriana dan menepuknya dengan sedikit kekuatan. "Apa yang Anda katakan Tuan Putri. Ingat, kehadiran Anda di sini mewakili Kerajaan Deux, segala tindakan yang Anda lakukan andalah tindakan dari Kerajaan Deux." Lanjutnya dengan tangan yang masih menempel di pipi.Gloriana terdiam, daya nalarnya mulai berjalan. Kini matanya terbuka dan kesadarannya akan tanggung jawab telah kembali. Rasa lelah telah mengalahkannya tadi sehingga keinginan untuk lari dari kenyataan begitu kuat."Berlin, tipiskan saja riasannya. Kita tidak memiliki waktu, bukan?""Aaaah, padahal aku ingin membuat putri jadi yang paling cantik.""Hey, tidak sopan. Meskipun tanpa riasan sekalipun aku tetaplah putri yang paling cantik."Berlin tertawa dengan pelan sambil terus mendandani tuan putrinya. Beberapa saat kemudian, persiapan selesai dan Gloriana diperkenankan naik kereta kuda untuk segera di bawa ke sebuah kastil.Lagi-lagi berada di dalam kereta kuda, begitulah isi di dalam otaknya. Gloriana yang sudah muak dengan alat transportasi menyandarkan punggungnya pada bangku, sedangkan satu kakinya berada di atas bangku lainnya. Sikap yang tidak akan pernah ia tunjukkan jika ada seseorang yang melihatnya."Setidaknya, kali ini gorden tidak ditutup." Ucapnya sambil melihat apa yang ada di balik jendela.Brigard dimalam hari terlihat terang dengan lampu hampir di setiap pinggir jalan. Bangunan di Brigard sepertinya lebih mementingkan fungsi dari pada keindahan. Rata-rata bangunan mereka terlihat kotak seragam dengan batu dan tanah yang dikeraskan sebagai bahan utama. Gloriana meyakini kalau Deux jauh lebih indah daripada Brigard namun suasana kota mereka jauh lebih ramai jika dibandingkan dengan apa yang Gloriana sering saksikan di Deux."Ah, itukan-" ucap putri Kerajaan Deux setelah sekilas melihat sekelompok manusia menggunakan kalung besar yang terbuat dari besi pada leher mereka. "Jadi perbudakan memang benar ada di sini." Katanya dengan nada rendah sebab hatinya menyesali keadaan yang terjadi.Berselang beberapa menit kereta kuda Gloriana berhenti namun mereka belumlah sampai di tujuan. Merasa ada hal yang janggal, Gloriana turun dari kereta kudanya untuk melihat apa yang ada di depannya."Apa yang terjadi?" Tanya gadis tersebut kepada seorang kusir yang juga merupakan seorang ksatria kekaisaran."Putri, anda dilarang untuk keluar dari kereta kuda. Tolong masuk kembali, sebentar lagi kita akan jalan." Balas kusir tersebut yang sedikit kaget ketika melihat orang yang bertanya kepadanya.Meskipun begitu Gloriana tidak mengindahkan apa yang disarankan kusir itu. Matanya malah terbelalak melihat sebuah kejadian dimana pria dewasa menyeret paksa seorang wanita tak berdaya dengan menarik rambutnya hanya untuk memindahkan posisinya."Hey, perlakuan macam apa yang kau lakukan terhadap seorang wanita." Gloriana berlari menghampiri pria tersebut."Maaf Lady namun wanita ini adalah seorang budak. Aku hanya memindahkannya agar tidak menggangu lalu lalang kereta kuda." Pria paruh baya tersebut membalas tanpa ada rasa bersalah."Tetapi tetap saja bukan seperti itu cara memindahkan seorang wanita yang tergeletak tak berdaya. Lepaskan tanganmu." Perintah Gloriana kepada pria tersebut yang membuat ia langsung melepaskan tangannya."Apa mungkin ini pertama kalinya lady berada di sini? Wanita ini adalah budak jadi memang seperti itu cara memperlakukan seorang budak."Gloriana tidak lagi membalas perkataan pria tersebut sebab ia berjalan untuk mendekati wanita yang masih tergeletak itu. Dengan kedua tangannya tanpa sarung tangan, ia menyentuh langsung tubuh lemas wanita itu kemudian memeriksanya."Suhu tubuhnya tinggi sekali lalu ada darah di kepalanya. Pak kusir apa ada tabib di dekat sini?" Tanya Gloriana kepada kusir yang berlari ke arahnya seketika saat tangannya menyentuh budak yang tergeletak."Putri, Anda dilarang menyentuh langsung budak dengan tangan Anda.""Aku tanya apa ada tabib disekitar sini?!" Gloriana menaikan suaranya yang membuat kusir sedikit terkejut."Kita telah melewatinya. Sekitaran dua belokan tadi.""Kalau begitu hantarkan wanita ini ke sana.""Tidak bisa Putri, tugas saya mengantarkan Anda bertemu dengan Tuan Kaisar.""Nyawa manusia jauh lebih penting dari pada makan malamku dengan kaisar. Katakan apa tempat tujuan kita masih jauh?""Sebenarnya tidak, sekitar 200 meter lagi maka Putri akan menemukan bangunan yang paling megah."Gloriana berpikir di dalam kepalanya kemudian dengan cepat memutuskan sesuatu. "Aku yang akan ke sana sendiri, kau bawa saja wanita itu ke tabib. Jika membutuhkan uang sebut saja namaku." Ucapnya kemudian melepaskan sepatu heels yang ia kenakan untuk berlari menjauhi kusir kereta kuda yang masih terdiam tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh seorang putri raja.Kerumunan malam melihat seorang gadis bergaun berlari dengan terengah-engah namun Gloriana tidak peduli dirinya menjadi pusat perhatian. Setelah hampir 200 meter Gloriana sampai di depan sebuah kastil dan setelah berbicara dengan penjaganya, ia akhirnya diizinkan untuk masuk.Saat kakinya yang telah mengenakan kembali sepatunya menginjak ubin ruangan. Saat itu juga ia melihat seorang pria berwajah garang dengan meja dari batu yang terbelah dua. Gloriana mulai merasakan rasa takut, meskipun begitu Gloriana tetap memberikan salamnya kepada pria tersebut."Katakan wahai gadis, apa kau memang menginginkan setengah benua ini menyerang kerajaan kecilmu?"Pria itu marah. Kenyataannya, ia memang membuat kaisar negeri ini marah dengan datang terlambat. Tidak disangka keputusan untuk menyelamatkan nyawa satu orang bisa membuat ribuan orang kehilangan nyawanya. Gloriana mulai memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini.Tetapi, itu sudah terjadi. Dirinya juga tidak menyesali apa yang ia lakukan dan lebih memilih untuk menghadapi apa yang akan terjadi ke depannya. Gloriana memperhatikan diri Kaisar Elder dengan seksama untuk mencari jawaban yang layak atau kerajaannya akan hancur dan rata dengan tanah."Tidak tuanku, saya datang ke sini untuk membuat malam anda menyenangkan.""Kau baru saja menghancurkan malamku." Bantah kaisar dengan tatapan yang tajam."Tuanku, ketahuilah kalau malam yang menyenangkan baru akan di mulai dengan hadirnya saya di sini."Kalimat itu terdengar seperti sebuah undangan untuk seorang pria. Kaisar Elder terdiam memperhatikan tubuh dari Gloriana yang terlihat menggoda dengan gaun dan air keringat tampak di beberapa tempat."Baiklah kalau begitu. Aku akan memberimu kesempatan terakhir." Ucap Kaisar Elder setelah memutuskan tentang nasib dari gadis yang ada di depannya. "Pelayan, hantarkan kami berdua ke ruangan pribadi.""Baik Tuanku, tolong ikuti hamba." Ucap seorang pelayan berdasi kupu-kupu.Gloriana dan Kaisar Elder dihantarkan pada sebuah ruangan kamar yang hanya memiliki satu buah ranjang berukuran besar yang ditaburi kelopak bunga mawar. Aroma kayu manis yang menyengat dilengkapi dengan lampu ruangan yang redup membuat kesan dewasa dan seksualitas begitu terasa. Ketika pintu ditutup dan hanya meninggalkan mereka berdua, terdapat keheningan beberapa saat sebelum Kaisar Elder mengatakan sebuah kalimat."Cepat, lepaskan pakaianmu."Satu saja kesalahan lagi maka negeri yang paling ia sayangi bisa saja hancur tak berbekas. Meskipun begitu, setelah memperhatikan kondisi orang yang ada di depannya, Gloriana memiliki rencana untuk keluar dari masalah yang begitu genting ini. Memang benar ia telah merusak makan malam tapi keadaan akan berbalik jika ia bisa memberi sesuatu hal yang lebih menguntungkan bagi Kaisar. Kantung mata kaisar cukup besar dan berwarna hitam, sepertinya ia sudah tidak tidur beberapa hari. Saat ini dibandingkan dengan makan, menutup mata untuk tertidur adalah sesuatu yang lebih dibutuhkan oleh tubuhnya.Sebab itu Gloriana masuk ke dalam sebuah kamar bersama dengan pria tersebut. Sebab, dirinya ingin membuat kaisar tertidur dan melupakan kesalahan yang telah ia perbuat."Lepaskan pakaianmu." Kaisar Elder mengatakan hal yang membuat Gloriana terdiam beberapa saat, dirinya mulai menyadari jalur dari rentetan kejadian yang akan datang.Kenapa jadi begini, apa kita berdua akan melakukan hal itu? Pikirn
Baru saja matahari menunjukkan bentuk sempurnanya. Seorang pelayan turun dari kereta kuda yang digunakan untuk membawa dirinya dan barang-barang. Pelayan bernama Berlin, memasuki kastil tempat dimana tuan putrinya menghabiskan malam yang sepertinya akan sulit dilupakan.Berjalan tegap di sebuah lorong, wajahnya datar namun pikirannya tidak bisa setenang penampakan luar yang dirinya tunjukan. Sejak tadi malam, Berlin benar-benar memikirkan tentang keadaan Gloriana yang membuatnya tidak bisa tertidur dengan nyenyak."Apakah kamu pelayan dari Selir Gloriana?" Seorang pelayan wanita bertanya kepada Berlin yang isi pikirannya masih tertuju kepada gadis yang menjadi atasannya."Benar, aku datang untuk menjemput Tuan Putri Gloriana. Bisakah kamu tunjukan dimana dirinya sekarang?" Balas Berlin atas pertanyaan yang diajukan kepadanya."Selir Gloriana sedang berada di kamar sekarang namun kamu dilarang untuk masuk terlebih dahulu.""Kiranya kenapa demikian, apa Tuan Putri sedang melakukan sesuat
Tumpukan kertas yang tebalnya melebihi tinggi botol air mineral yang ada tepat disamping tumpukan tersebut. Kertas-kertas itu bertuliskan dengan banyaknya angka-angka dan beragam tabel serta diagram.Namun bukan itu yang membuat seorang wanita muda khawatir, melainkan sebuah jam dinding yang menunjukan waktu saat ini sudah hampir tengah malam."Ah, sial. Aku harus lembur lagi. Padahal kemarin malam hanya dapat tidur satu jam." Katanya dengan pelan sambil membenamkan wajahnya ke permukaan dari meja yang ada di hadapannya.Ashriana Pertiwi, wanita berusia 25 tahun yang sudah genap 2 tahun menjalani pekerjaannya sebagai akuntan di sebuah perusahaan. Kacamata besar dan rambut yang dipotong pendek adalah penampilan yang ia anggap paling nyaman untuk pekerjaannya. Kini keseharian wanita itu dipenuhi dengan angka dan kertas-kertas yang menumpuk di mejanya. Sebenarnya keseharian seperti itu bukanlah sesuatu yang buruk baginya sebab ia sampai rela-rela berkuliah hanya untuk mendapatkan pekerja
"Mungkin aku yang di sana sudah mati sehingga kehidupanku dimulai lagi di sini." Ucap Gloriana sambil memakan kue sus krim yang dibuat oleh koki terbaik kerajaan."Tapi apa yang telah aku perbuat sebelumnya sampai-sampai di kehidupan ini aku bisa merasakan surga seperti ini." Lanjutnya sebelum meminum teh hangat yang telah disajikan."Kerajaan besar nan damai, lalu aku adalah satu-satunya anak dari raja. Betapa beruntungnya aku. Apa ini adalah bayaran dari segala penderita dari kehidupan sebelumnya?"Meskipun tidak begitu pintar dalam ilmu geografis namun Gloriana yakin kalau tidak ada kerajaan bernama Deux di kehidupannya dahulu. Ini adalah dunia dengan realitas dan sejarah yang berbeda. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa penyihir dan juga sosok mengerikan seperti Raja Iblis. Untungnya saat ini sosok tersebut sudah tidak ada karena 20 tahun yang lalu ia berhasil dikalahkan oleh seseorang."Kalau Raja iblis itu masih ada aku pasti berpikir kalau kehadiranku disini untuk me
"Apa Ayahanda tidak bisa menolaknya saja?" Gloriana bertanya kepada ayahnya di ruangan kerja sang raja."Akan banyak rugi dibandingkan untung jika aku menolaknya. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan untungnya tapi jika aku tolak maka akan terjadi perang antar kedua kerajaan. Sebagai seorang Raja, itulah yang aku hindari. Lagipula kekaisaran itu adalah kekaisaran yang berhasil mengalahkan pasukan Raja Iblis rasanya akan sulit untuk menang perang dari mereka.""Tapi tetap saja aku tidak mau Kak Bella pergi ke kerajaan bar-bar seperti itu.""Pernikahannya akan menjadi balas budi karena selama ini ia telah diberikan hidup yang layak. Untungnya dalam surat tidak ada nama putri mana yang kaisar itu lamar. Sebenarnya aku takut jika namamu yang tertera dalam surat itu, anakku."Perkataan dari raja sama sekali tidak membuat Gloriana senang ataupun tenang. Ia tidak bisa membiarkan kakaknya pergi ke kandang para serigala yang lapar namun rasanya sulit untuk menghentikannya karena jika tida
Raja berdiri dari tempat duduknya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya sendiri. Seluruh orang seperti tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan oleh putri kerajaan mereka. Meskipun begitu Gloriana tidak menyesali apa yang ia katakan barusan."APA YANG KAU KATAKAN!" Suara Raja Hernes menggelegar di seluruh penjuru ruangan yang sunyi."Aku yang memodifikasi makanan itu agar lebih enak, aku tidak tahu kalau itu malah menjadi racun."Itu adalah sebuah kebohongan yang membuat hati raja begitu sedih dan kecewa. Jika tidak ada seorangpun yang melihat dirinya sebagai raja bermartabat maka air mata pasti akan keluar dari ujung kelopak mata pria paruh baya tersebut."Prajurit, bawa gadis ini ke penjara." Ucap Raja Hernes dengan lemas untuk memberikan keputusan atas kasus percobaan meracuni Putra Mahkota Kerajaan Deux.Prajurit yang tadinya mengawal Gloriana langsung membawa paksa orang yang mereka kawal itu untuk pergi ke sel penjara istana. Raja tertegun layu meratapi apa yang s
Berjalan kemudian duduk dengan tegang dan menatap dokumen yang ada dihadapannya. Beberapa detik kemudian ia bangkit dan mondar-mandir lagi. Wajah tegang dan rasa gelisah Bella sudah berlangsung sejak Gloriana masuk ke dalam penjara. Perilaku yang ia tunjukkan adalah buntut dari rasa bersalah atas apa yang diam-diam ia lakukan dibelakang adiknya."Putri Bella, ada surat untuk anda." Seorang pelayan masuk ke dalam ruangan yang membuat perhatian Bella tertuju kepadanya."Dari siapa?" Tanya Bella kepada pelayan tersebut."Tidak ada nama pengirimnya tapi di sini tertera kalau surat ini di tunjukkan kepada anda.""Berikan kepadaku." Ucap Bella yang membuat pelayan tersebut segera memberikan sebuah amplop surat kepadanya.Amplop berwarna merah dengan nama Bella Von Deux sebagai tujuan penerimanya. Sepertinya surat itu bukanlah surat resmi sebab tidak ada lambang keluarga atau instansi apapun di perekat lilin yang digunakan untuk menutup surat. Mengambil sebuah pisau lalu menyobek perekat lil
Bella berjalan menyusuri lorong istana untuk menuju ke ruangan raja. Meskipun niat dan langkahnya yakin namun wajah serta tubuhnya bergetar diselimuti oleh ketakutan yang begitu hebat. Bagaimana jika hukuman untuknya bukan hanya mendekam di dalam penjara menggantikan adiknya saja namun malah menjadi hukuman yang lebih parah dari pada itu.Sambil memikirkan nasib kepalanya yang bisa saja hilang sebagai skenario terburuk, Bella akhirnya sampai di depan ruangan raja. Ia mendekati seorang penjaga pintu untuk meminta izin kepadanya terlebih dahulu sebelum benar-benar diizinkan bertemu dengan sosok paling penting di kerajaan ini."Yang Mulia, Putri Anda Bella Von Deux meminta izin untuk bertemu dengan anda." Ucap penjaga tersebut dari luar pintu ruangan dengan volume suara yang begitu keras.Raja yang mendengar apa yang dikatakan oleh penjaganya memberikan izinnya untuk permintaan tersebut. Pintu dibuka oleh penjaga lain yang berada di dalam ruangan, secara perlahan Bella menampakan diri mem