Share

Bab 8

Sejak dahulu, ketika masih bernama Ashriana, dirinya memang tidak menyukai perjalanan jauh yang memakan banyak waktu. Saat di dunia asalnya dulu, ia akan mengeluh hanya karena perjalan 3 hari menggunakan bus yang berjalan di aspal mulus. Maka sekarang ini, dalam perjalanan 3 bulan menggunakan kereta kuda yang berjalan di atas jalanan yang tidak rata seperti akan membunuh mental dan fisik putri tersebut.

"Ah, sial. Pantatku sakit. Bantal duduk yang kau buat bahkan sudah tipis sekarang." Ucap Gloriana kemudian menghembuskan nafasnya panjang-panjang.

"Putri, meskipun hanya ada saya di sini tapi Anda tetap dilarang berbicara kasar dan vulgar seperti tadi." Balas seorang pelayan yang duduk menghadap ke Gloriana.

"Memangnya kenapa? Aku mengatakan hal seperti itu karena tahu kalau cuma ada kau yang mendengarnya, Berlin."

Meskipun sudah mendapatkan pemecatan sebelumnya, namun pelayan bernama Berlin Linbert tetap dibawa oleh Gloriana untuk pergi bersamanya ke Kekaisaran Brigard. Pasalnya, hukum di setiap negara akan berbeda-beda. Maka segala dosa yang dilakukan dalam kerajaan Deux tidak akan berlaku di negeri lainnya. Sebenarnya, lebih dari keinginan untuk menghapus dosa dengan pindah ke wilayah lain. Nilai seperti kepercayaan yang sudah lama terjalin menjadi alasan utama kenapa Gloriana sampai meminta Berlin untuk ikut bersamanya.

"Berlin, apa kau tahu berapa lama lagi kita akan sampai ke sana?"

"Kata para penjaga, jika berjalan lancar maka seminggu kemudian kita akan menginjakkan kaki di tanah Brigard."

"Seminggu lagi hanya dengan melihat kau, bangku dan dinding kayu. Setidaknya biarkan gorden jendela ini terbuka saja agar aku bisa melihat pemandangan luar."

Selain lamanya perjalan, perlakuan yang diterima putri tersebut selama perjalanan juga mengikis secara perlahan kewarasan pikirannya. Ia tidak diperkenankan keluar kereta kuda selain untuk kegiatan buang air saja. Gorden jendela kereta kuda juga ditutup agar orang luar tidak mengetahui siapa yang dibawa oleh rombongan mereka.

"Gorden itu menyelamatkan Anda dari pemandangan orang membunuh orang tempo lalu." Ucapan Berlin mengacu pada pertarungan prajurit dengan bandit hutan beberapa minggu yang lalu.

"Itu, ada benarnya juga." Gloriana mengiyakan apa yang dikatakan oleh pelayannya. "Tapi aku bosan, daripada putri seorang raja aku lebih merasa diperlakukan seperti barang bawaan."

Berlin terdiam mendengar keluhan yang diucapkan oleh atasannya tersebut. Sebenarnya ia juga merasa bosan sejak lama tapi ia harus menunjukkan sikap yang profesional. "Jika Anda bosan kenapa Anda tidak membaca novel saja." Sarannya sebagai jalan keluar dari apa yang dikeluhkan oleh Gloriana.

Gloriana melirik beberapa novel yang ia bawa disampingnya. "Aku mual jika membaca novel sambil berjalan." Ucapnya dengan sedikit malu.

"Kalau begitu biar saya yang bacakan untuk Anda."

"Eh, benarkah?" Wajah Gloriana berubah menjadi riang.

Berlin mengambil satu jilid novel dan mulai membacakan berbagai kalimat yang menjadi isiannya. Seperti itulah kisah perjalanan putri Gloriana untuk mencapai wilayah Kekaisaran Brigard. Kemudian setelah 7 hari dan 2 novel cukup tebal dibacakan, mereka semua sampai di sebuah wastu megah yang dindingnya terbuat dari berbagai jenis bebatuan.

"Putri harus bertemu kaisar terlebih dahulu malam ini, jadi kita akan berhenti di wastu ini untuk mempersiapkan diri anda."

"Aku tidak peduli. Hal yang terpenting sekarang adalah aku meluruskan tubuhku di kasur." Ucap putri tersebut kemudian turun dari kereta kuda dan tanpa basa-basi langsung minta untuk diantarkan ke kamar yang sudah disiapkan.

Kamar yang terbilang mewah tertata rapi lengkap dengan ornamen vas bunga di setiap sudut. Meskipun begitu, ranjang yang berisikan kasur adalah hal yang paling menarik oleh mata Gloriana. Seperti seorang perenang, Gloriana segera meluncurkan tubuhnya masuk ke dalam kain yang berisikan tumpukan kapas tersebut tanpa memedulikan orang-orang di sekitarnya.

"Tuan Putri, sikap Anda tidak sopan sekali. Tidak menunjukkan diri seorang putri terhormat."

"Aku tidak peduli. Putri raja sekalipun akan berubah menjadi gorila jika dia kekurangan tidur."

"Tetapi tetap saja, Anda harus menjaga-" Berlin berhenti berbicara ketika melihat orang yang ia ingin ceramahi telah menutup matanya dan memindahkan kesadarannya ke alam lain.

Badai yang datang langsung reda dengan gancang. Sikap yang baru saja Gloriana tunjukan membuat para pelayan wastu terheran-heran. Semua isi kepala mulai bertanya tentang alasan kaisar mereka memilih gadis ini sebagai seorang selir.

....

Sebuah ruangan yang dibukakan semua jendelanya sehingga angin sejuk berputar-putar di dalamnya. Cahaya rembulan yang bersinar masuk dari jendela kemudian sinarnya menyinari sebuah meja makan yang terbuat dari batu marmer. Pada bagian atas meja tersebut terdapat berbagai macam makanan mewah yang terlihat begitu lezat.

Meskipun suasana yang tersaji begitu indah namun seorang pria berambut hitam dengan kantung mata tebal yang duduk pada bangku meja makan malah memasang wajah cemberut. Alasan mengapa pria tersebut memasang wajah tersebut disebabkan karena seorang wanita yang ia tunggu masih belum datang bahkan ketika waktu telah 10 menit berlalu dari jam yang sudah ditetapkan.

"Hey, apa kalian benar-benar sudah mengatur makan malam ini dengan baik?" Ucap pria itu kesal kepada salah seorang pria yang memakai pakaian hitam putih lengkap dengan dasi kupu-kupu.

"Jadwal sudah diatur dengan baik Tuanku. Putri itu juga sudah diberikan pemahaman sebelumnya." Balas pria dasi kupu-kupu dengan tenang meskipun ada sedikit getaran di tubuhnya, menandakan perasaan asli yang ia rasakan sekarang.

Mendapati jawaban yang ia terima, wajah pria tersebut tidak lagi cemberut melainkan berubah menjadi tegang dengan kedua ujung alis yang saling bertemu. "Jika memang sudah seperti itu, MENGAPA SAMPAI SAAT INI IA BELUM DATANG JUGA?!"

Pria itu berdiri dari duduknya dan menghempaskan tinju ke arah meja yang sedari tadi di hadapannya hingga membuat meja makan tersebut patah. Hasilnya, makanan yang telah tersaji berhamburan jatuh ke bawah. Meja itu terbuat dari marmer asli, meskipun bukan yang terkuat tapi batu tetaplah batu. Hanya saja kekuatan tinju yang dimiliki pria tersebut tidaklah normal, tinjunya jauh lebih kuat dari batu yang terkenal dengan struktur kerasnya.

"Berani sekali gadis itu membuat seorang Elder Asterisk de Brigard menunggu seperti bawahan."

Elder Asterisk de Brigard adalah nama penguasa Brigard, sosok yang paling dihormati, ditakuti dan disegani di wilayah ini. Membuat orang paling penting seperti itu menunggu kehadirannya, entah akan jadi seperti apa nantinya nasib orang tersebut.

"Tuanku, Selir Gloriana sudah datang." Seorang pelayan lain datang dan berkata kepada Elder yang masih berdiri dengan tubuh menegang.

"Biarkan gadis sialan itu masuk."

Beberapa saat kemudian muncul seorang gadis muda berambut pirang yang memantulkan sinar rembulan dengan sempurna. Gaun berwarna merah yang ia kenakan sangat kontras dengan warna gelap disekitarnya, hal itu membuat mata akan langsung tertuju ke arahnya. Anehnya, Gadis tersebut mengeluarkan banyak keringat di leher dan pundaknya walaupun angin sedari tadi berhembus di dalam ruangan.

"Hormat saya terhadap penguasa Kekaisaran Brigard." Ucap gadis tersebut dengan lembut tanpa memedulikan apa yang sudah terjadi di hadapannya.

"Katakan wahai gadis, apa kau memang menginginkan setengah benua ini menyerang kerajaan kecilmu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status