Istri Serakah 17Pov Freya"Gimana hasil sidangnya hari ini, Pa? Frida mau diajak damai nggak?" Kucerca suamiku yang pulang, usai menjalani sidang dengan pertanyaan. "Majelis hakim baru membacakan tuntutan, Frida. Minggu depan baru mediasi," jawab suamiku tidak bersemangat. "Hhh," Farhan terdengar menghela nafas, sepertinya tuntutan Frida lumayan memberatkan. "Frida menuntut pembagian yang adil harta goni gini kami, pengembalian uang modal, dan nafkah untuk anak-anak," ucap Farhan lesu. Kurang ajar si Frida, serakah sekali dia. Tidak cukup menuntut harta gono gini, masih menuntut uang nafkah, eh uang modal yang sudah lama dipakai pun dia tagih juga. "Kamu sudah bicara dengan Frida? Agar dia mau mencabut tuntutannya?" "Frida nggak datang, dia mengalami kecelakaan.""Kecelakaan? Parah nggak? Dia gegar otak nggak?""Mama ini gimana, sih? Mendengar orang kecelakaan, bukannya berempati, kok malah berharap dia mengalami kecelakaan yang parah," ucap Farhan tidak suka. Aku juga tidak s
Istri Serakah 18"Minumlah Sayang..." ucap Freya lembut, tapi memaksa. Dia terus menyorongkan gelas ke mulutku, tapi mulut ini terkatup rapat. Bau anyir dari gelas itu, membuatku perutku mual. "Ayo diminum? Kamu tidak ingin kehilangan harta kita, kan?" ucap Freya, dia terus memaksaku untuk menenggak menjadi minuman yang dia berikan. Dia terus mendesak ku, hingga punggungku membentur dinding. "Huek!" Karena sudah tidak tahan, akhirnya aku memuntahkan seluruh isi perutku, dan sialnya mengenai wajah Freya, karena jarak kami yang terlalu dekat. "Papa, apaan sih? Disuruh minum begitu aja nggak bisa! Malah muntah di muka Mama, menjijikkan tahu!" Hardik Freya, tidak terima."Aku nggak tahan baunya, Ma," melasku."Dasar guoblok! Mental kere! Nggak mau diajak kaya!" Freya berjalan menuju kamar mandi, dengan mulut yang terus memaki tidak jelas. Entah minuman apa yang diberikan Freya padaku, baunya anyir, dan rasanya aneh. Apa itu air itu ada jampe-jampenya? Berarti Ibu benar, kalau Freya
Pov Frida"Bang Farhan banyak berubah ya, Bu?" tanyaku, usai Bang Farhan pergi meninggalkan rumahku. "Iya Da, Ibu sebenarnya kasihan melihat dia," ucap Ibu sendu. "Kasihan gimana, Bu? Bang Farhan, kan sudah bahagia hidup bersama wanita idamannya, yang sudah dia gilai sejak muda," timpalku. "Kamu nggak lihat tatap matanya? Kayak orang nggak fokus, gitu? Lirik sana lirik sini, ngomong nggak jelas, aku yakin Farhan itu ke sini bukan kemaunnya sendiri, tapi ada yang menyuruh, siapa lagi kalau bukan istrinya? Dia itu seperti ada yang mengendalikan," ucap Ibu penuh selidik. "Maksud, Ibu?" tanyaku tak mengerti. "Sejak dia main serong dengan, Freya. Sebenarnya Ibu sudah menaruh curiga, Farhan itu kena pelet," ucap Ibu penuh penekanan. "Kena pelet? Ibu jangan mengada-ada deh, hari ini masih main pelet, yang ada main sosmed, Bu. Lagian Freya itu kan, memang cantik, seksi, dari jaman masih sekolah juga selalu jadi idola kaum Adam, Bu. Termasuk Bang Farhan, Buat pakai yang begituan coba? Se
Istri Serakah 20Pov FarhanPulang dari warung, tak lupa aku mampir pasar, beli celana dalam pesanan Freya, biar nanti kuakui sebagai milik, Frida. "Minta kok celana dalam bekasnya orang, kayak nggak ada toko yang jual celana dalam baru saja!" Gerutuku dalam hati. Lagian, buat apa sih, celana dalamnya Frida? Buat lap? Apa buat sajen? Aneh-aneh saja permintaan istriku itu. Semakin hari, aku merasa Freya itu semakin misterius, seperti sedang menyembunyikan sesuatu, kayak ada kekuatan gelap di belakangnya, entah apa itu, sulit untuk disebutkan. Aku juga makin merasa aneh dengan diriku sendiri, kenapa aku hanya bisa tunduk patuh pada Freya, disuruh ini itu mau-mau saja. Padahal akalku menolak, bahwa perintah Freya itu tidak masuk akal, tapi ya tetap aku lakukan, aneh kan?Apa ini ada hubungannya dengan mimpiku setiap malam? Dalam mimpiku itu, aku dililit ular yang sangat besar, memang tidak menggigit, tapi membuat aku susah bernafas dan bergerak. Sama seperti dalam kehidupan nyataku,
Istri Serakah 21Pov Frida"Ibu minta maaf, Da. Nggak bisa pulang ke rumahmu. Ternyata memang benar, jiwa Farhan dikendalikan oleh ilmu sihir. Dia sudah terlanjur minum darah haid, Freya. Sangat sulit untuk menyembuhkan korban pelet seperti ini, butuh tirakat yang lama, sedangkan kamu tahu sendiri, Farhan tidak merasa dirinya di guna-guna. Dan yang lebih parah lagi, Farhan harus diajak menyebrang samudera, agar pengaruh sihir itu benar-benar hilang dari tubuhnya. Ibu jadi bingung, Da? Bagaimana caranya mengajak Farhan pergi?" ucap Ibu dari sebrang. Aku tidak menyangka, ternyata Freya sejahat itu. Tega main guna-guna demi menguasai Bang Farhan, seperti orang tidak beriman saja. "Lalu rencana Ibu, apa?" "Aku harus ke rumah Farhan, dia harus minum air yang sudah didoakan ini, agar kekuatan peletnya pudar," jawab Ibu pelan. "Lalu Freya bagaimana, Bu? Apa dia akan diam saja, melihat Ibu membawa air doa?""Ya itu masalahnya, tapi Ibu akan melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Pokokn
"Apa?! Papa hanya dapat rumah dan satu warung?! Mobil pun Papa kasih, ke Frida?! Papa itu bego apa guoblok?" teriak Freya, saat tahu hasil sidang pembagian harta gono gini. "Itu sudah adil, Ma. Yang Frida terima itu sudah menjadi haknya, dan anak-anak. Kamu kan tahu sendiri, sejak kita menjalin hubungan, mereka ku telantarkan. Wajarlah kalau sekarang mereka mendapatkan kompensasi," sanggahku, dengan suara pelan. Kalau lagi emosi gini, Freya suka lepas kendali, bukan hanya makian, dan umpatan, tapi segala benda yang berada di dekatnya, bisa menjadi senjata. Jadi lebih baik aku mengalah, dari pada sama-sama emosi. ."Kamu memang bodo, nggak tegas, harusnya kamu bukan hanya mikir nasib anak-anakmu dengan Frida, kamu juga harus mikirin nasib aku dan anak kita. Kami juga butuh biaya, mana jualanmu sepi lagi!" teriak Freya. "Insya Allah, akan ada rejeki, asal kita tetap berusaha, sabar dan ikhlas," ucapku lembut, berusaha meredam emosi Freya, yang semakin meninggi. "Sabar-sabar! Kamu p
Pov Frida "Hai perempuan tak tahu diri! Keluar kamu!" terdengar suara wanita yang melengking tinggi. Suaranya terdengar sangat dekat, seperti dari depan rumahku, tapi siapa? Aku merasa tidak punya masalah dengan siapapun, kenapa tiba-tiba ada yang meneriaki aku seperti itu. "Perempuan serakah! Keluar! Kalau berani, hadapi aku!" teriaknya sekali lagi. Aku yang sedang ada tamu tentu saja mengabaikan teriakan itu, dan lebih memilih menyelesaikan urusan dengan tamuku ini. Hari ini mobil Bang Farhan laku terjual, sengaja kujual dengan harga miring, agar cepat laku. Karena aku bosan melihat mobil itu parkir di teras rumahku, selain menghalangi toko, mobil itu menyimpan kenangan buruk untukku. Mobil itu dibeli Bang Farhan atas permintaan Freya, yang tidak mau naik mobil biasa, tapi mobil mewah. Dengan mobil itu pula mereka main gila. "Terima kasih sudah menjual mobil kepada saya, Bu Frida," ucap Pak Wisnu, lelaki pemilik show room mobil bekas, yang membeli mobil Bang Farhan. Setelah p
Pov Farhan"Bang! Istrimu ngamuk di rumahku, cepat jemput dia, sebelum aku lapor ke polisi," seru Frida, dari sebrang sana. "Ada apa lagi dengan Freya? Masih pagi sudah membuat keributan di rumah orang," gerutuku dalam hati. "Iya, iya, aku ke sana sekarang." Langsung aku matikan telfonku, tanpa menunggu jawaban dari Frida. Segera aku tancap gas menuju menuju rumah mantan istriku, untuk menjemput Freya, sebelum terjadi kerusuhan. "Ma, ngapain marah-marah di sini? Ayo pulang! Bikin malu saja!" hardikku.Entah dari mana keberanianku datang, biasanya aku selalu tak berdaya menghadapi, Freya. Tapi kenapa hari ini tak ada rasa takut lagi dalam hatiku. "Aku hanya meminta uang hasil penjualan mobil," sergah Freya. "Sudah, kita pulang!" ucapku seraya menarik tangan Freya, menuju motor. "Aku nggak akan pulang, sebelum perempuan serakah ini mengembalikan uangnya," teriak Freya histeris, sambil terus meronta. "Plak!" Satu tamparan dari tanganku, melayang ke pipi tirus Freya. Aku sendir