Ahem dan Intan duduk di ruang tengah sambil nonton tv. Tapi pandangan mereka pada ponselnya masing-masing.
Ahem sedang chattingan sama Wina menanyakan mengenai keadaan Ishita. Sementara malam itu Wina menemani Ishita tidur di rumah Affan.
Kamar yang sangat luas dan nyaman, ada dua ranjang yang salah satunya ukuran super size. Ruangan yang sangat bersih dan rapi. Affan tinggal sendiri bersama dua orang pembantu suami istri.
"Mas Affan, makan malam sudah siap. Apakah buat Mbak Ishita perlu dibawa ke kamar, Mas?" tanya Murtini pembantunya.
"Nggak usah Bik, kamu siapkan saja nanti tak bawa ke atas!" titah Affan.
Affan masih asik dengan ponselnya, dia sedang chattingan juga dengan Ahem. Dia mengabarkan kalau sebentar lagi Wahyu akan membawa lima orang bodygardnya ke rumah.
"Lima orang? Banyak sekali, seposesif itukah Ahe
Setelah Intan tidak bisa menemukan Ishita di tempat kos nya membuat Intan makin meradang. Dia seratus persen yakin bahwa ini Ahem yang melakukannya. "Kamu mulai bermain di belakang aku, Ahem. Apa kamu sudah tergila-gila padanya? Kalian diam-diam mengkhianatiku. Sikap kamu sudah berubah padaku, aku yakin itu karena dia. Kemana kamu sembunyikan dia, Ahem? Kenapa?" Intan mengumpat sambil menyetir mobil ke kantor Ahem setelah tidak bisa menemukan Ishita. Dengan emosi yang meluap-luap dia turun dari mobil menuju ruang kerja Ahem. Tapi dia berpapasan dengan Affan di depan lift. "Mbak Intan?" sapa Affan terkejut. "Kenapa terkejut begitu?" sahut Intan. "Nggak siapa terkejut, kok tumben?" tanya Affan basa-basi. "Dimana Ishita?" Intan mulai tidak bisa menyembunyikan emosinya. "Kok tanya aku?" bantah Affan.
Dengan emosi yang meluap-luap Intan memakirkan mobilnya di halaman Hendrakusuma. Dia bergegas turun dengan tergesa-gesa menghampiri Hendrakusuma yang lagi ngopi di teras depan rumah. "Selamat sore Pa," sapa Intan. "Selamat sore Intan. Kamu? Ahem mana?" tanya Hendrakusuma terkejut melihat Intan datang sendirian. "Justru saya kesini mau cari Ahem, Pa. Saya dari rumah sakit ternyata Ishita sudah dibawa pulang. Saya tidak bisa menemukan mereka berdua Pa. Saya pikir Ahem membawa pulang kesini?" "Tidak ada sayang, Ahem tidak kesini sama sekali. Jadi wanita itu sudah sehat? Panjang umur juga dia," ujar Hendrakusuma. Mendengar di luar ada suara percakapan, Wina mengintainya dari jendela. Dia semakin mendekat ingin menguping apa yang sedang mereka bicarakan. Pa, kemana dia pergi? Kenapa dia mengkhianati saya seperti ini, Pa? Hatik
Ahem tidak kuat lagi membendung cinta dan rindunya. Dia ingin mengulangi kenikmatan bercinta yang baru saja dia reguk. Dibawah guyuran air shower bak di bawah air hujan turun mereka mereguk kembali nikmatnya bercinta. Ishita yang sedang terbakar adrenalinnya kini merasa sehat kembali. Dia terbang ke angkasa bersama orang yang sangat dia cintai. Bibir mereka terpagut kuat bak ada magnetnya. Ciuman yang makin hot itu turun lagi dan makin turun dan terus turun. Hingga menemukan gundukan mungil yang dikelilingi bulu-bulu halus yang cantik. Kembali dengan lidahnya dia memainkan klitoris diantara alang-ilalang yang lembut. Ishita kembali menggelinjang terbakar birahinya. "Kak Ahem!" desahnya. Ahem pun beranjak bangun dan membalikkan tubuh Ishita. Dengan menungging kembali pedang kesayangannya menembus tepat sasarannya. "Auh!" keduanya b
Ahem dan Ishita serta Wina telah sampai di rumah Affan kembali. Kelima bodyguard selalu menyertainya. Semenjak Wina menceritakan rencana jahat papa dan keluarga Intan kepada Ahem, membuat Ahem semakin tercekam ketakutan. Dia mulai berpikiran menambah lagi bodyguard demi keamanan Ishita. Ahem dan Affan bercengkerama di teras belakang membicarakan video yang di rekam Wina. Ini sebuah rencana yang tidak bisa dianggap remeh. Indrayana orang penting di bidang kedokteran dan pemilik rumah sakit. Dia bisa saja mempermainkan hidup mati Ishita dengan mudah. "Ishi keras kepala, dia selalu menanyakan kapan bisa masuk kerja? Sudah kubilang berkali-kali kalau dia harus badrest, masih juga ngotot mau kerja." Ujar Ahem kepada Affan putus asa. "Mungkin dia kesepian dan jenuh di rumah sendirian. Kalau menurut aku lebih baik dia ke kantor. Selama kita tidak memberinya tugas yang berat, semua
Ishita tidak menyadari ponselnya berada di kamar saat Ririn telepon. Dia sedang di dapur membantu Bik Murti menyiapkan makan malam. Dia menyiapkan rawon empal untuk makan malam nanti. Setelah masak rawon, Ishita naik ke kamar. Saat mengecek ponselnya dia terkejut Ririn menelepon tidak terjawab sampai 12kali. "Ada apa ya kok Ririn sampai mixed call berkali-kali?" pikir Ishita dalam hati. Dia segera menelepon balik Ririn dengan panggilan video. "Assalamualaikum Kak Ishita?" sapa Ririn setelah teleponnya diangkat. "Waalaikum salam, Ririn. Hei lagi dimana kamu? Ayah mana?" Ishita memberondong dengan pertanyaan. "Nih ayah, Kak Ishi ... coba tebak kita lagi dimana?" tanya Ririn balik. "Assalamualaikum, Ayah?" sapa Ishita begitu kamera diarahkan ke ayahnya. "Waalaikum salam, Ishi
Dengan menahan emosi yang meluap, Ahem melajukan mobilnya dengan kencang. Intan yang akhirnya sadar Ahem sudah pergi tanpa pamit, dia merasa sangat kecewa. "Dia sudah pergi, tanpa pamit pula. Aneh sekali, apa dia mengira aku masih tidur?" tanyanya dalam hati. Semula Intan ingin mengikuti kemana Ahem pergi. Tapi dia tidak mendapat kesempatan. Tak lama kemudian mobil Ahem sudah masuk di halaman rumah Affan. Dua orang bodyguard datang menghampirinya. "Selamat pagi, Big Bos?" sapanya sambil sedikit membungkuk. "Selamat pagi," jawab Ahem tegas. "Bagaimana aman?" tanya Ahem kemudian. "Aman, Big Bos," jawabnya lagi dengan tegas. Di dalam Affan dan Ishita sedang ngobrol setelah makan pagi. "Ayolah sayang, makan buahnya, demi kesehatan anak-a
Ahem yang menyadari bahwa mereka sedang dibuntuti, mengatur siasat. Dua bodyguard mengikuti Ahem dan dua orang lagi menguntit bila ada motor yang sedang mengikutinya. Tak salah setelah mobil Ahem berjalan dan mobil bodyguard mengikutinya dari belakang, ternyata sang informen berada pas di belakang mobil bodyguard. Dia tidak menyadari kalau dua bodyguard lagi di belakangnya untuk membuntutinya. Mobil bodyguard itu mulai mengurangi kecepatannya, kini motor penguntit itu terjebak diantara dua mobil. Mobil yang di belakangnya memepetnya sehingga motor itu hilang kendali dan terjatuh di pinggir jalan raya. Pengendara motor dan yang dibonceng bergelimpangan di tanah. Mobil di belakang dan di depannya, keduanya berhenti. Keempat bodyguard itu keluar dari mobilnya. Mereka segera menangkap dan menghajarnya. Mobil yang ditumpangi Ahem juga berhenti. Ahem bermaksut ikut keluar mobil, ingin
Ahem memandang mobil Intan di luar pagar. Klakson terus dibunyikan. Din ... Din ... Din...! "Wanita gila itu akan terus membunyikan klaksonnya bahkan bisa-bisa dia menabrak pintu pagar kalau tidak dibukakan," pikir Ahem dalam hati. "Bagaimana Big Bos?" tanya Wahyu lagi. "Bukakan!" perintahnya tegas. "Bukakan pintunya!" perintah Wahyu kepada satpam. "Baik Pak!" seru satpam. Bergegas satpam berlari membukakan pintu dan mempersilahkan Intan masuk. Tampak dua orang penguntit suruhan Intan sedang terduduk di tanah dengan luka bonyok di wajahnya. Intan memarkirkan mobilnya berjejer dengan mobil Ahem. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Intan begitu melihat Ahem berdiri tegap menatap Intan. "Harusnya