Affan masih seperti mimpi mendengar diagnosa dokter. Dia tidak percaya, semua begitu tiba-tiba. Affan ingin menceritakan dengan terus terang kepada Ahem tentang keadaanya. Karena dia tidak tega melepaskan Ishita dan anak-anaknya bila terjadi apa-apa dengannya.
"Ahem, aku tidak bisa lagi menemani Ishita dan anak-anakmu. Bagaimana kalau aku tiba-tiba harus pergi meninggalkan mereka untuk selamanya? Siapa lagi orang yang bisa melindungi mereka, Ahem?" pikir Affan tercekam.
***
Dret ... Dret ... Dret! Ponsel Ahem bergetar, dan Nazim yang menelepon.
"Ahem, aku sekarang berada di bandara. Kamu bisa jemput kami sekitar pukul 14.00, kan?" tanya Nazim kepada Ahem.
"Pasti bisa sahabat, aku sudah kangen sama kamu," jawab Ahem. "Apa kamu bersama anak istrimu?" lanjut Ahem.
"Aku bersama keluarga, Ahem," jawab Nazim.
"Kamu jangan mencari hotel, aku ada rumah kosong buatmu, Nazim!" usul Ahem.
"Iyakah? Kebetulan sekali, Ahem, terima ka
Ahem dan rombongan ke luar restoran langsung menuju rumah Ishita yang dulu merupakan hadiah dari Ahem. Setelah Herlambang dan Ririn meninggal rumah itu kosong, hanya ditunggu dua pembantu suami istri. Sesekali Ahem beserta kedua anaknya bermain di sana. Rumah yang banyak menyimpan kenangan. Dret ... Dret ... Dret! Ponsel Nazim berdering. Dan Affan yang sedang menelepon. "Assalamualaikum, Nazim?" sapa Affan setelah telepon diangkat. "Waalaikum salam, saudaraku," jawab Nazim. "Om, dia papaku ya?" sahut Tifa bertanya. "Iya sayang dia papamu, biar Om bicara sebentar ya?" jawab Nazim kepada Tifa. "Kamu sudah selesai rapat, Affan?" lanjutnya bertanya kepada Affan. Ahem sontak terbelalak kaget saat Nazim menyebut nama Affan. Tapi dia segera sadar bahwa Affan yang disebut pasti orang India. Karena mereka berbicara bahasa India. Nazim menyebut kalau wanita yang pakai masker itu adalah iparnya, pasti dia adalah istri penelepon itu, begitu pikirn
Dua lukisan itu terpasang tepat diatas tempat tidur. Ishita tertegun bagai tersambar petir di siang bolong. Foto Ishita berdua bersama Ahem yang tampak bahagia sekali. Ahem mendekap perut Ishita yang sedang buncit. Foto yang lain juga sama besarnya, Ishita memegang pipi Ahem dengan tersenyum penuh cinta. Keduanya tersenyum sangat bahagia. Tapi kenapa justru yang telintas dalam ingatan Ishita, saat Ishita menyiram air ke wajah Ahem dengan kesal. Ishita samar-samar juga mengingat saat di dalam kamar, Ishita menampar wajah Ahem dengan sangat marah. Hampir setiap yang terlintas tidak ada manisnya, tapi setidaknya Ishita bisa mengingat Ahem merupakan bagian dari masa lalunya. Dengan tetap menatap lukisan itu, Ishita masuk ke dalam kamar. Ishita semakin tidak ingin memperlihatkan wajahnya di depan Ahem sebelum dia bisa mengingat semuanya. "Sepertinya dia bagian dari masa laluku, siapakah dia sebenarnya?" batinnya. "Nyonya, kalau butuh sesuatu bi
"Intan, dia teman kuliahku di London, namanya Nazim," Ahem memperkenalkan Nazim kepada Intan. Sekalipun hubungan Ahem dengan Intan sedang tidak harmonis tapi dia tidak ingin menunjukkannya di depan orang lain. "Hai Nazim kenalkan aku Intan, istrinya Ahem," Intan menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Nazim pun menyambut tangan Intan sambil tersenyum ramah. "Mereka anak kamu?" tanya Intan. "Mereka keponakanku, aku kebetulan pergi ke Indonesia untuk mengantar mereka mengikuti audisi," jawab Nazim. "O begitu? Terus mamanya ikut ke Indonesia juga kan?" tanya Intan lagi. "Iya sih ikut juga tapi dia tidak enak badan, lagi hamil muda kali," kata Nazim berbohong. "Ayo anak-anak, main sama Bella dan Arjun! Oh ya, nama kamu siapa cantik?" tanya Intan kepada Tifa. "Saya Tifara, Tante?" jawab Tifa polos. "Dan yang ganteng ini siapa namanya?" tanya Intan kepada Saga. "Saya Resaga, Tante?" jawab Saga jug
Affan tidak bisa mengelak lagi, dia harus segera menjelaskan yang sebenarnya kepada Ishita maupun Nazim. Sebelum semuanya terlambat. "Maaf Ishi aku akan menceritakan seluruhnya, tapi menunggu Nazim ya? Dia sedang perjalanan pulang," kata Affan menghibur. "Mas Affan, siapa Ahem? Kenapa ada foto aku dan Ahem begitu mesranya. Itu foto aku sedang hamil, apa itu berarti Saga dan Tifa adalah anaknya Kak Ahem?" tanya Ishita mendesak. "Iya Ishi, Ahem mantan suamimu, sedang Saga dan Tifa adalah anak kamu bersama Ahem," jawab Affan yang tidak bisa menunda lagi karena desakan Ishita. "Apa?" pekik Nazim yang tiba-tiba muncul di kamar Ishita. Nazim begitu terkejut setelah melihat di dinding kamar Ishita ada foto Ishita berdua bersama Ahem. Benar-benar dia tidak menyangka hubungan yang serumit ini. "Ishita dan Nazim, saya ceritakan sedikit intinya, nanti saat ketemu kembali aku akan menceritakannya secara detail. "Aku benar-benar tidak perca
Ternyata diam-diam Ishita mengambil beberapa foto dari laci mejanya. Sambil rebahan dia memandang intensif wajah ayah dan Ririn di album foto. "Kenapa kalian pergi secepat ini? Aku hanya bisa mengingat kalian berdua. Hidupku terasa hampa, aku seperti sendiri di dunia ini, Ayah," gumamnya bermonolog. "Sulit rasanya menerima kenyataan tentang diriku yang sekarang," lanjutnya membatin. Dia membuka lembar album berikutnya, yaitu fotonya bersama Ahem saat sedang hamil besar. Mereka berpelukan dengan mesranya, tampak bahagia dan saling mencintai. "Aku pasti mencintainya, dia tampan sekali dan kelihatan dari senyumannya dia tipe penyayang dan lembut. Tapi kenapa aku tidak bisa mengingatnya," keluh Ishita dalam hati. "Apakah aku dulu bahagia bersamanya? Bukankah aku hanyalah istri simpanan?" lanjutnya. "Mama!" teriak Saga memanggil. "Iya sayang, sini bobok dekat mama!" pinta Ishita. "Aku juga mau!" teriak Tifa menghampiri Ishita dan Saga
Seorang MC berdiri di atas panggung memanggil giliran nomer urut tiga.Tifa kembali mogok, Nazim berusaha merayunya tapi Tifa tetap bersikeras ingin agar papanya bisa menyaksikan dia tampil. Akhirnya Nazim meminta panitia maupun kepada MC agar dijinkan untuk video call Affan. Dan akhirnya MC terpaksa mengijinkan video call bahkan dengan layar besar yang disediakan stasiun televisi. Untuk menarik simpati penonton dan bahkan menggetarkan hati yang menontonnya. Karena live, kejadian itu spontan disaksikan penonton seluruh Indonesia. Disisi lain di rumah Ahem Bella dan Arjun sedang santai di ruang tengah menonton televisi. "Anak-anak papa lagi pada ngapain? Emang tidak belajar apa?" tanya Ahem yang baru saja datang dari kantor. "Sudah Pa, sudah belajar, sudah mengerjakan PR," jawab Bella. "Oh ya, pinter sekali?" jawab Ahem sambil mengelus rambut Bella dan Arjun. "Pa, duduk sini temani kita nonton televisi!" pinta Arjun. "Iya sayang,
Mobil melaju kencang untuk mengejar waktu agar tidak ketinggalan. Saat sampai stasiun televisi acara hampir saja selesai. Nazim yang mengetahui kehadiran Ahem dan anak-anaknya segera mengajak menghindar lewat pintu belakang. "Kita mau kemana, Om Nazim? Kenapa kita lari-lari sembunyi di sini?" tanya Arjun. "Sayang kita harus lewat belakang karena acara belum usai kita belum boleh pulang," jawab Nazim berbohong. "Ishi, Ahem mencari ke sini, kita harus segera pergi," usul Nazim berbisik. "Iyakah?" tanya Ishita seolah tak percaya. "Affan berpesan sebelum kamu bisa mengingat segalanya, kamu tidak boleh bertemu orang asing," ujar Nazim. "Iya aku mengerti, Kak Nazim,' jawab Ishita lirih. Akhirnya mereka berempat berlarian mencari taksi. Kini mereka sudah pergi dengan taksi kembali ke hotel. Sedang Ahem bersama Wahyu dan sopir mencari-cari di antara para peserta kontestan, tapi tidak menemukannya. Ahem menemui panitia untuk mem
Ahem putus asa, semua jalan sudah dilaluinya. Tapi dia dan anak buahnya tidak bisa menemukan Ishita dan anak-anaknya. Ternyata penampilan Saga dan Tifa sontak menjadi viral di segala media. Apalagi sebelum penampilannya dia membuat penonton terharu dengan aksi video call dengan papanya di luar negeri. "Pa, aku tahu dia adalah anaknya Ishita, Tifara. Dia sehat dan cantik, harusnya dia yang menjadi anakku bukan bocah cacat itu!" teriak Intan yang sedang berbicara di telepon dengan papanya. Berdiri di depan pintu Bella, dia mendengarkan pembicaraan mamanya dengan opanya di telepon. Perlahan dia melangkah mundur, hatinya hancur, air matanya meleleh di pipinya yang putih lembut. Ketika Bella mulai membalikkan badannya, dia menubruk Ahem, papanya. "Anak papa tidak perlu berkecil hati, papa sangat menyayangimu melebihi hidup papa sendiri, sayang!" bisiknya terbawa perasaan. "Kamu nafas papa, papa tidak bisa hidup tanpa kamu," ujarnya sambil mengusap lembut a