Share

Bab 2

Author: Adny Ummi
last update Huling Na-update: 2024-01-19 17:45:28

Ardian melirik ke arah Tasya ketika wanita itu bersalaman dengan Hardi, ayahnya. Hatinya bersyukur perempuan itu tidak menunjukkan sikap yang buruk. Tadinya Ardian sedikit khawatir, ia tentu tidak mau jika sang ayah tidak dihormati oleh menantunya sendiri.

Selarik senyum keharuan terukir di bibir Hardi menyambut uluran tangan menantu barunya. Selama ini Ardian memang sama sekali belum pernah melihat dengan mata dan mendengar dengan telinganya sendiri Tasya melontarkan kata-kata hinaan langsung kepada sang ayah. Namun, ketika ia remaja dulu, Tasya sangat sering menghina Ardian, menunjukkan ketidaksukaannya kepada lelaki itu. Hingga suatu hari Ardian melihat kalau ia mulai berubah lebih baik, karena wanita itu berulangkali dinasehati oleh ibu sambung yang sangat disayanginya.

Wajar saja Ardian merasa khawatir. Karena Tasya tiba-tiba kembali menghinanya oleh sebab profesi sang ayah ketika ia tahu bakal dijodohkan dengan pria tersebut. Sejak dulu Ardian memang tidak pernah menceritakan hinaan itu kepada orang tuanya, tentu saja untuk menjaga hati mereka.

"Hehehe ... akhirnya Kakak nikah juga," seloroh Zack yang kini sudah berusia lima belas tahun sembari ber-tos ria dengan adiknya—Mikael— yang hanya terpaut usia satu tahun setengah di sampingnya.

"Berisik lu berdua!" ketus Tasya lirih sambil terus menyalami orang-orang.

Tadi, ketika momen mencium tangan suami dan Ardian mesti mengecup dahinya, lelaki itu dapat menangkap gelagat ketidaksukaan wanita yang sudah berstatus menjadi istrinya itu. Walaupun Tasya mampu menyembunyikan dari semua orang dengan senyum palsunya, tetapi tidak bisa membohongi hati Ardian.

***

"Kamu jangan macam-macam ya. Jangan mimpi aku mau disentuh oleh tangan bau laki-laki seperti kamu!" cetus Tasya sembari memberi batas dengan guling diletakkan di tengah-tengah tempat tidur mereka di dalam kamar..

Ardian menghela napas bosan mendengar ucapan Tasya. Ia berpikir mengapa Tasya ini seperti anak kecil saja? Apa gunanya batas sebuah guling? Kalau memang ia mau, tentu dengan mudah melempar guling itu dari sana.

Ardian mematikan lampu utama. Kemudian melenggang dan duduk di bibir ranjang. Ia lalu membuka kaus berkerah yang tadi dikenakan. Ardian memang terbiasa tidur dengan tidak memakai baju, biasa hanya dengan celana boxer saja.

"Eeeh, apa-apaan kamu pake buka baju segala?!" protes Tasya dengan wajah panik sekaligus memerah, ia belum pernah melihat tubuh shirtless Ardian sebelumnya, yang ternyata cukup bagus dengan otot perut yang terbentuk indah.

"Aku biasa tidur begini." Dengan cuek Ardian merebahkan badan dan meletakkan kepalanya di atas bantal.

"Dasar udik! Kamar sudah ber-AC masih aja kepanasan!" omel Tasya. Kemudian dengan cepat membaringkan tubuhnya, lantas memunggungi Ardian.

Pria manis itu hanya melirik gadis itu sejenak. Lalu ia mematikan lampu tidur di nakas sebelahnya. Lelaki itu lalu menutup kepalanya dengan sebuah bantal, merasa terganggu dengan cahaya dari lampu yang masih menyala di sebelah Tasya. Akan tetapi, ia tidak mau menegur wanita itu.

***

Pagi pun tiba. Ardian tadi terlambat bangun. Hampir setengah enam pagi ia baru terjaga. Bagaimana tidak, ia nyaris tidak bisa tidur semalaman karena Tasya tidak juga mematikan lampu di sebelahnya. Pria itu terbiasa tidur dalam keadaan gelap. Jadi, cahaya itu cukup mengganggu untuknya.

Tasya pun sebenarnya tidak bisa tidur, ia merasa aneh dengan suasana baru dan ada rasa cemas yang melanda. Ia takut kalau-kalau Ardian berani menyentuh dan meminta hak suami di malam pertama mereka. Namun, akhirnya ia tertidur juga karena kelelahan. Nyatanya Ardian sama sekali tidak berniat menyentuhnya. Untung saja wanita itu tidak terlambat bangun. Tepat di saat adzan subuh berkumandang, ia pun terjaga.

"Kamu dari mana, Nak?" tanya Nay yang heran melihat Tasya datang dengan wajah penuh keringat.

"Habis jogging!" jawabnya singkat sembari meraih gelas dan mengisi benda itu dengan air dari dispenser. Kemudian duduk dan menengguk air putih itu hingga tandas.

"Ardian mana?" tanya Nay lagi sembari menata sandwich yang sudah selesai dibuat.

"Taauk!" sahut Tasya cuek seraya meraih sepotong roti isi dan memasukkannya ke dalam mulut.

"Udah nikah, masih jogging sendirian aja, Kak?" goda Mikael yang sudah duduk di salah satu kursi di sana sambil menikmati sarapan.

"Iya, nih!" sahut Zack tidak mau kalah.

Mereka berdua memang sangat kompak kalau mem-bully sang kakak. Akan tetapi, mereka juga paling peduli jika kakaknya sakit atau membutuhkan bantuan.

"Berisik!" ketus Tasya sebal.

Nay hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah ketiga anaknya.

"Pagi ...."

Terdengar suara Sarah mendekat. Kursi rodanya didorong oleh Leha, salah seorang pembantu di rumah mereka.

"Grandmaa ...!" Zack dan Mikael serentak menyapa nenek mereka.

"Grandma?" Mata Tasya melebar demi melihat Sarah yang mendekat.

"Yaa," sahut sang nenek sambil tersenyum semringah. Tangannya yang bergetar meraih secangkir teh yang diserahkan Leha untuknya, kemudian dengan lirih wanita tua itu mengucap basmalah, lalu meneguk teh tersebut perlahan-lahan. Usia yang sudah jelas jauh dari kata muda telah menggerus kekuatannya.

"Grandma sudah sembuh??" tanya Tasya heran. Kemarin saja, sang nenek masih terbaring di sebuah brankar ketika akad nikah berlangsung.

"Grandma sudah sembuh, karena sudah melihat kamu menikah dengan Ardian."

Nay mengulum sebuah senyuman.

Tasya melirik ke arah sang ibu dengan sorot sebal. "Syukurlah kalau Grandma sudah sembuh. Aku senang ...," ucapnya datar.

Sang nenek tersenyum melihat ekspresi sang cucu perempuan yang tampak menarik kedua bibir ke atas dengan terpaksa. "Ardian mana?" tanyanya.

"Aku di sini, Grandma."

Tiba-tiba Ardian muncul dari belakang kursi roda milik Sarah. Pria itu sudah mengganti panggilannya. Tadinya ia terbiasa menyebut Sarah dan Nay dengan sebutan 'nyonya'.

"Aah, sini sarapan, Sayang!" ajak Sarah menyambut cucu menantunya di meja makan tersebut.

Tampak Tasya mendengkus tidak suka.

Ardian menarik kedua ujung bibirnya ke atas. Menghargai ajakan sang nenek. Ia pun duduk di samping Tasya.

"Kok, kelihatannya kamu tadi nggak pergi bersama Daddy dan kedua bocah ini ke masjid pas shalat subuh, Ar?" Sarah mengedarkan pandangan ke arah cucu-cucu lelakinya.

"Aah, Grandma kayak nggak ngerti aja. Aku dan Mikael aja ngerti, kok. Hahahahaa!" Zack menyenggol lengan adiknya, dan mereka pun tertawa terbahak-bahak bersama.

Tasya memicingkan mata menatap tajam ke arah kedua adik isengnya itu.

"Emm, aku ... telat bangun tadi, Grandma." Ardian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, wajahnya terasa menghangat.

Natasya makin kesal dengan sikap Ardian yang absurd. 'Apa-apaan dia cengengesan begitu? Semalam nggak ngapa-ngapain juga! Bikin orang mikir yang nggak-nggak aja, issh!' rutuknya di dalam hati.

.

.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dhesu Nurill
Ada yang gemeter, tapi bukan dingin. wkwk
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 119 (ENDING)

    "Apa maksud omongan kamu tadi, Ya?" tanya Ardian dengan melempar tatapan setajam peluru, "kalian berduaan seperti ini di dalam kamar. Dan Naura, kamu membuka dadamu di hadapan, Arya. Apa pantas?" Lelaki itu menoleh ke arah sang istri."Ba–Bang, akuu ... aku bisa jelasin semuanya." Naura tergagap di tempatnya."Bang, aku dan Naura mau jelasin sesuatu," sela Arya. Ia lalu mencoba mendekati sang kakak.Namun, Ardian segera menjauh, ia mencoba menenangkan diri dengan menjaga jarak. Lelaki itu mendaratkan bobotnya ke atas sofa single yang ada di kamar tersebut. "Oke, jelaskan!" tegasnya.Arya dan Naura saling mencuri pandang satu sama lain. Mereka sungguh merasa salah tingkah di hadapan Ardian saat ini.Karena kedua orang itu masih saja tidak memulai omongan, kembali Ardian menyeru, "Ayo! Katanya mau menjelaskan ke Abang? Ada apa dengan kalian? Kedustaan dan tipuan apa yang sudah dilakukan kepada Abang?" sindirnya. Ia tadi sempat mencerna apa yang Arya bicarakan.Arya dan Naura terlihat ge

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 118

    "Bang, Abang udah di mana?" tanya Arya kepada Ardian."Abang udah nyampe di Banten ini, Ya. Ini lagi dalam perjalanan ke apartemen.""Oh, nggak jadi ke rumah sakit langsung?" "Abang mesti antar Tasya dan Syirisy dulu ke apartemen, Ya. Syirisy tiba-tiba demam, panas badannya. Gimana kabar Papa Lukman? Nanti abis antar mereka, Abang langsung ke rumah sakit!" "Bang ...." Arya menggantung omongannya."Iya?" "Papa Naura ... udah meninggal dunia," lanjut Arya.Deg!Kontan saja Ardian tertegun dan kaku. Lidahnya terasa kelu seketika karena mendengar berita mengejutkan itu."Kenapa, Yah?" tanya Natasya ketika melihat sang suami yang tiba-tiba terdiam begitu saja."Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun," ucap Ardian dengan lirih.Natasya langsung mengernyitkan dahinya. "Papanya Naura meninggal?" tanyanya memastikan.Ardian refleks menganggukkan kepalanya. Natasya beringsut mendekati sang suami. Ia pun meraih telapak tangan Ardian yang bebas dan menggenggamnya erat. Wanita itu sangat menger

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 117

    Natasya lalu bangkit dari tempat tidur dan berdiri tegak menatap dengan sorot mata yang nanar ke arah sang suami. "Kamu dengar apa yang aku katakan, Ar!" serunya tegas. Kelopak mata Tasya terlihat sembab karena menangis semalaman, tetapi sudah tak ada air mata lagi dari sana saat ini.Wanita itu sudah tidak lagi memanggil Ardian dengan sebutan 'ayah' karena sakit hati yang mendera sejak tadi malam."Iya, Ayah dengar. Tapi, kenapa malah kamu yang minta cerai begini, Bun?" Ardian ikut berdiri, kemudian mendekati sang istri hendak meraih tangannya.Natasya menghindar. "Naura sudah mau mundur, karena dia tahu pernikahan poligami ini nggak bakal berhasil. Aku juga berpendapat sama! So, memang harus ada yang mengalah.""Mengalah apa, Bun? Kita di pernikahan poligami ini baru sebentar, 'kan? Belum juga ada setahun," kilah Ardian memprotes apa yang Natasya sampaikan."Ooh, jadi kamu menikmati pernikahan poligami ini, heh?" cibir Natasya, "laki-laki di mana-mana kayak begini ya! Senang ngoleks

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 116

    Ardian berteriak memanggil. Ia langsung bangkit dan kelabakan mengejar Natasya.Arya yang melihat hal itu pun segera mengejar kakak lelakinya.Sampai di lift, Ardian tak sempat masuk ke dalam karena Natasya lekas menutup pintunya."Bang, sudahlah. Biar aja dulu Tasya pulang!" bujuk Arya kepada sang kakak."Natasya mesti paham maksud Abang!" seru Ardian sambil terus menekan tombol lift agar segera terbuka.Tak lama kemudian pintu ruang kecil itu pun terbuka. Lelaki itu segera masuk dan Arya pun turut ke dalamnya.Arya melihat ke arah sang kakak dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin sekali ia mendesak agar Ardian segera menceraikan Naura supaya tidak ada lagi penghalang baginya untuk mendekati kekasih hatinya itu.Sesampai di lantai bawah, lift berdenting, lantas terbuka lebar.Dengan cepat Ardian berlari hendak menuju ke parkiran mobil. Arya berjalan mengekorinya.Akan tetapi, sekali lagi, Ardian terlambat. Natasya sudah membawa kendaraan roda empat itu keluar dari gerbang area par

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 115

    "Maksud kamu apa, Dek? Kok, tiba-tiba minta cerai?" Ardian menautkan kedua alisnya dan memicingkan mata menatap heran ke arah sang istri muda.Natasya terkesiap. Ia melebarkan bola mata sebab begitu kaget dengan apa yang baru saja dipinta oleh Naura kepada sang suami. 'Beneran ini? Ada apa? Masak cuma gara-gara Ardian sakit dan telat nyamperin, dia langsung minta cerai??' tanyanya dalam hati.Sementara Arya yang sudah mengetahui rencana itu memilih diam dan menunduk. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Naura. Ia bersyukur akhirnya bisa punya kesempatan untuk bersatu dengan sang kekasih hati. Apalagi setelah tahu Arga adalah darah dagingnya sendiri, ia merasa sangat bahagia."A–ku rasa nggak bisa lagi menjalankan pernikahan poligami ini, Bang. Aku nggak sanggup. Lebih baik aku mundur," imbuh Naura tanpa mau melihat wajah Ardian.Ardian menoleh ke arah sang mertua yang seakan membuang muka juga di pembaringannya. Lalu bergiliran ia menoleh ke arah Natasya dan juga Arya. Lelaki itu sea

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 114

    "Ayo, Bun!" seru Ardian kepada Natasya yang ada di belakangnya.Natasya menghela napas lelah. Ia melajukan langkah menyusul sang suami yang sudah berada di lift hotel.Ya, Ardian terbangun pukul setengah 12 malam. Ia baru teringat kalau malam ini dirinya mesti bersama Naura. Ia khawatir kalau Naura kecewa kalau ia tidak datang. Karena jatah Naura berada di kota itu tinggal dua malam saja. Malam ini, dan malam besok. Tentu saja lelaki itu merasa bersalah jika sampai tidak menunaikan kewajibannya. Padahal sudah jauh-jauh Naura berangkat ke kota Pontianak.Sementara Natasya, tadinya ia telah menjelaskan kepada sang suami kalau ia sudah menelepon Naura. Akan tetapi, Ardian yang masih sakit itu tetap berkeras mau mendatangi istri mudanya karena rasa tanggungjawab. Tadinya Natasya marah karena Ardian keras kepala. Namun, akhirnya ia kasihan melihat sang suami yang lemas karena sudah sakit, mesti ditambah pula berdebat dengannya. Akhirnya Natasya mengizinkan sang suami pergi dengan syarat

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status