Share

Bab 2

Ardian melirik ke arah Tasya ketika wanita itu bersalaman dengan Hardi, ayahnya. Hatinya bersyukur perempuan itu tidak menunjukkan sikap yang buruk. Tadinya Ardian sedikit khawatir, ia tentu tidak mau jika sang ayah tidak dihormati oleh menantunya sendiri.

Selarik senyum keharuan terukir di bibir Hardi menyambut uluran tangan menantu barunya. Selama ini Ardian memang sama sekali belum pernah melihat dengan mata dan mendengar dengan telinganya sendiri Tasya melontarkan kata-kata hinaan langsung kepada sang ayah. Namun, ketika ia remaja dulu, Tasya sangat sering menghina Ardian, menunjukkan ketidaksukaannya kepada lelaki itu. Hingga suatu hari Ardian melihat kalau ia mulai berubah lebih baik, karena wanita itu berulangkali dinasehati oleh ibu sambung yang sangat disayanginya.

Wajar saja Ardian merasa khawatir. Karena Tasya tiba-tiba kembali menghinanya oleh sebab profesi sang ayah ketika ia tahu bakal dijodohkan dengan pria tersebut. Sejak dulu Ardian memang tidak pernah menceritakan hinaan itu kepada orang tuanya, tentu saja untuk menjaga hati mereka.

"Hehehe ... akhirnya Kakak nikah juga," seloroh Zack yang kini sudah berusia lima belas tahun sembari ber-tos ria dengan adiknya—Mikael— yang hanya terpaut usia satu tahun setengah di sampingnya.

"Berisik lu berdua!" ketus Tasya lirih sambil terus menyalami orang-orang.

Tadi, ketika momen mencium tangan suami dan Ardian mesti mengecup dahinya, lelaki itu dapat menangkap gelagat ketidaksukaan wanita yang sudah berstatus menjadi istrinya itu. Walaupun Tasya mampu menyembunyikan dari semua orang dengan senyum palsunya, tetapi tidak bisa membohongi hati Ardian.

***

"Kamu jangan macam-macam ya. Jangan mimpi aku mau disentuh oleh tangan bau laki-laki seperti kamu!" cetus Tasya sembari memberi batas dengan guling diletakkan di tengah-tengah tempat tidur mereka di dalam kamar..

Ardian menghela napas bosan mendengar ucapan Tasya. Ia berpikir mengapa Tasya ini seperti anak kecil saja? Apa gunanya batas sebuah guling? Kalau memang ia mau, tentu dengan mudah melempar guling itu dari sana.

Ardian mematikan lampu utama. Kemudian melenggang dan duduk di bibir ranjang. Ia lalu membuka kaus berkerah yang tadi dikenakan. Ardian memang terbiasa tidur dengan tidak memakai baju, biasa hanya dengan celana boxer saja.

"Eeeh, apa-apaan kamu pake buka baju segala?!" protes Tasya dengan wajah panik sekaligus memerah, ia belum pernah melihat tubuh shirtless Ardian sebelumnya, yang ternyata cukup bagus dengan otot perut yang terbentuk indah.

"Aku biasa tidur begini." Dengan cuek Ardian merebahkan badan dan meletakkan kepalanya di atas bantal.

"Dasar udik! Kamar sudah ber-AC masih aja kepanasan!" omel Tasya. Kemudian dengan cepat membaringkan tubuhnya, lantas memunggungi Ardian.

Pria manis itu hanya melirik gadis itu sejenak. Lalu ia mematikan lampu tidur di nakas sebelahnya. Lelaki itu lalu menutup kepalanya dengan sebuah bantal, merasa terganggu dengan cahaya dari lampu yang masih menyala di sebelah Tasya. Akan tetapi, ia tidak mau menegur wanita itu.

***

Pagi pun tiba. Ardian tadi terlambat bangun. Hampir setengah enam pagi ia baru terjaga. Bagaimana tidak, ia nyaris tidak bisa tidur semalaman karena Tasya tidak juga mematikan lampu di sebelahnya. Pria itu terbiasa tidur dalam keadaan gelap. Jadi, cahaya itu cukup mengganggu untuknya.

Tasya pun sebenarnya tidak bisa tidur, ia merasa aneh dengan suasana baru dan ada rasa cemas yang melanda. Ia takut kalau-kalau Ardian berani menyentuh dan meminta hak suami di malam pertama mereka. Namun, akhirnya ia tertidur juga karena kelelahan. Nyatanya Ardian sama sekali tidak berniat menyentuhnya. Untung saja wanita itu tidak terlambat bangun. Tepat di saat adzan subuh berkumandang, ia pun terjaga.

"Kamu dari mana, Nak?" tanya Nay yang heran melihat Tasya datang dengan wajah penuh keringat.

"Habis jogging!" jawabnya singkat sembari meraih gelas dan mengisi benda itu dengan air dari dispenser. Kemudian duduk dan menengguk air putih itu hingga tandas.

"Ardian mana?" tanya Nay lagi sembari menata sandwich yang sudah selesai dibuat.

"Taauk!" sahut Tasya cuek seraya meraih sepotong roti isi dan memasukkannya ke dalam mulut.

"Udah nikah, masih jogging sendirian aja, Kak?" goda Mikael yang sudah duduk di salah satu kursi di sana sambil menikmati sarapan.

"Iya, nih!" sahut Zack tidak mau kalah.

Mereka berdua memang sangat kompak kalau mem-bully sang kakak. Akan tetapi, mereka juga paling peduli jika kakaknya sakit atau membutuhkan bantuan.

"Berisik!" ketus Tasya sebal.

Nay hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah ketiga anaknya.

"Pagi ...."

Terdengar suara Sarah mendekat. Kursi rodanya didorong oleh Leha, salah seorang pembantu di rumah mereka.

"Grandmaa ...!" Zack dan Mikael serentak menyapa nenek mereka.

"Grandma?" Mata Tasya melebar demi melihat Sarah yang mendekat.

"Yaa," sahut sang nenek sambil tersenyum semringah. Tangannya yang bergetar meraih secangkir teh yang diserahkan Leha untuknya, kemudian dengan lirih wanita tua itu mengucap basmalah, lalu meneguk teh tersebut perlahan-lahan. Usia yang sudah jelas jauh dari kata muda telah menggerus kekuatannya.

"Grandma sudah sembuh??" tanya Tasya heran. Kemarin saja, sang nenek masih terbaring di sebuah brankar ketika akad nikah berlangsung.

"Grandma sudah sembuh, karena sudah melihat kamu menikah dengan Ardian."

Nay mengulum sebuah senyuman.

Tasya melirik ke arah sang ibu dengan sorot sebal. "Syukurlah kalau Grandma sudah sembuh. Aku senang ...," ucapnya datar.

Sang nenek tersenyum melihat ekspresi sang cucu perempuan yang tampak menarik kedua bibir ke atas dengan terpaksa. "Ardian mana?" tanyanya.

"Aku di sini, Grandma."

Tiba-tiba Ardian muncul dari belakang kursi roda milik Sarah. Pria itu sudah mengganti panggilannya. Tadinya ia terbiasa menyebut Sarah dan Nay dengan sebutan 'nyonya'.

"Aah, sini sarapan, Sayang!" ajak Sarah menyambut cucu menantunya di meja makan tersebut.

Tampak Tasya mendengkus tidak suka.

Ardian menarik kedua ujung bibirnya ke atas. Menghargai ajakan sang nenek. Ia pun duduk di samping Tasya.

"Kok, kelihatannya kamu tadi nggak pergi bersama Daddy dan kedua bocah ini ke masjid pas shalat subuh, Ar?" Sarah mengedarkan pandangan ke arah cucu-cucu lelakinya.

"Aah, Grandma kayak nggak ngerti aja. Aku dan Mikael aja ngerti, kok. Hahahahaa!" Zack menyenggol lengan adiknya, dan mereka pun tertawa terbahak-bahak bersama.

Tasya memicingkan mata menatap tajam ke arah kedua adik isengnya itu.

"Emm, aku ... telat bangun tadi, Grandma." Ardian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, wajahnya terasa menghangat.

Natasya makin kesal dengan sikap Ardian yang absurd. 'Apa-apaan dia cengengesan begitu? Semalam nggak ngapa-ngapain juga! Bikin orang mikir yang nggak-nggak aja, issh!' rutuknya di dalam hati.

.

.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dhesu Nurill
Ada yang gemeter, tapi bukan dingin. wkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status