Share

Bab 3

Author: Adny Ummi
last update Last Updated: 2024-01-19 18:22:58

"Ooh, heheheee. Mungkin kalian kecapekan ...." Sarah terkekeh pelan.

Nay juga hanya tertawa kecil mendengar ucapan mertuanya. Zack dan Mikael menertawakan kakaknya kembali.

"Ekheem!" deham Tasya sengaja dikeraskan, "aku ke kamar dulu, mau mandi. Di sini gerah!" sindir wanita itu sambil mendengkus. Lalu ia pun beranjak pergi dengan langkah lebar.

Digoda seperti itu, hati wanita itu merasa begitu panas. Apalagi setelah muncul Ardian di hadapannya, perut yang tadi terasa cukup lapar, automatis kenyang hanya dengan sepotong roti isi. Padahal biasanya wanita itu melahap minimal dua potong untuknya sendiri.

Ardian hanya bisa diam menatap punggung sang istri yang berlalu dengan wajah masam. Ia tahu hal itu karena ketidaksukaan akan keberadaan dirinya di rumah mereka.

"Kamu yang sabar aja ya dengan sikap Tasya, Ar ...," ucap Nay dengan raut yang prihatin. Dia sangat paham bagaimana sikap Tasya sejak kecil terhadap Ardian.

"In syaa Allah, Bu," jawab Ardian sembari mengangguk.

"Makan ... makan!" ajak Sarah mengalihkan bahasan.

Pria manis itu pun tersenyum tipis, lantas meraih potongan sandwich di hadapannya dan memulai ritual sarapan.

***

Hanya tiga hari Ardian libur. Selanjutnya ia mesti kembali bekerja. Ia tidak bisa berlama-lama meninggalkan pekerjaan yang tengah menumpuk. Pria itu memang hanya seorang asisten dari CEO yang dijabat oleh Natasya sendiri. Akan tetapi, pada kenyataannya, justru tugas dan tanggungjawab CEO itu lebih sering dijalankan oleh dirinya sendiri daripada Tasya.

Sebulan pun berlalu dan selama satu bulanan ini, ia menjalani rutinitas seperti biasa. Tidak ada perubahan apa pun kecuali hanya pindah tempat tinggal saja. Bukan, bukan tempat tinggal tepatnya. Akan tetapi, pindah tempat menginap.

Ya, bagaimana tidak? Ia mesti pagi-pagi sekali berangkat kerja agar tidak terjebak macet. Bahkan apabila ada kegiatan rapat di pagi hari, maka ia tidak sempat sarapan di rumah. Pulang kerja dan sampai di rumah ketika hari sudah cukup malam sekitar pukul sembilan atau sepuluh. Setiap hari begitu.

Apa hendak dikata, kehidupan rumah tangga yang selayaknya diidam-idamkan banyak orang, ternyata tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Sama sekali jauh berbeda dengan kondisi kehidupan pernikahan pada umumnya.

Tidak ada kehangatan seorang istri yang mampu membuat ia merasa rindu untuk segera pulang. Tidak ada sambutan hangat dan mesra dari kekasih hati ketika langkahnya sampai di rumah. Bahkan sekarang, Ardian malah dengan sengaja memperlambat jalan menuju ke rumah, walaupun pekerjaan di kantor sudah selesai. Biar tidak cepat sampai.

"Huuuuft ...!" Ardian mengembuskan napas bosan di dalam perjalanannya menuju pulang. Kalau saja boleh memilih, lebih baik menjadi single seperti beberapa tahun belakangan ini dibandingkan punya istri, tetapi merasa single.

Sesampainya di halaman rumah, sang pria segera turun dari mobil masuk ke dalam rumah dan menuju ke arah kamarnya.

Ceklek!

Pintu pintu kamar pun terbuka. Tasya tampak masih terjaga dengan sebuah novel berada di telapak tangannya. Seperti biasa, tidak ada sambutan atas kedatangan sang suami dari kantor. Hanya lirikan singkat karena mendengar derit engsel pintu yang terbuka dan tertutup.

Setelah meletakkan tasnya di atas sebuah meja, Ardian membuka baju di hadapan wanita itu. Ia tidak peduli dengan reaksi Tasya yang seolah cuek, tetapi terkadang masih mencuri-curi pandang itu.

Tidak ada lagi omelan dari mulut wanita cantik tersebut. Mungkin dia sudah bosan, sebab Ardian tidak pernah mempedulikan ungkapan protesnya.

Ardian lalu masuk ke dalam kamar mandi tanpa menyapa ataupun melempar selarik senyum pun kepada sang istri. Tak lama kemudian, setelah selesai membersihkan diri, pria itu keluar dengan mengenakan sehelai handuk yang melingkar di bawah pusarnya.

Tasya hanya bisa menelan ludah dengan pemandangan di hadapannya itu. Meski tidak suka dengan sang suami, wanita itu tidak bisa memungkiri kalau Ardian memiliki tubuh yang bagus. Otot-otot dada dan perutnya tercetak dengan begitu indah. Menarik mata wanita mana saja untuk melihatnya.

"Mmm ... aku mau kita pindah aja ke apartemen kamu di kota," ujar Natasya ketika Ardian membuka almari dan mengambil celana boxer yang terlipat di sana.

Tubuh yang masih sedikit basah itu sebenarnya sungguh menggoda mata Tasya. Akan tetapi, ia pura-pura tak ambil peduli.

Alis tebal milik Ardian bertaut kencang, lantas ia menoleh ke arah wanita yang kini sudah sah berstatus sebagai istrinya itu. "Hmm? Pindah ke apartemenku?"

"Iya, pindah ke apartemen kamu." Tasya mengulang omongannya.

"Kenapa kok, tiba-tiba aja kamu mau pindah ke kota?" tanya Ardian heran sambil mengenakan celana boxernya.

Natasya menghela napas. "Sebenarnya aku udah lama mau pindah ke kota. Hanya saja Daddy dan Ibu nggak ngebolehin. Kata mereka rumah ini gede, kamarnya cukup. Daddy juga bilang, nggak bakal ngebiarin anak gadisnya tinggal sendirian. Ck! Padahal kan, aku bukan anak kecil lagi," jelasnya panjang lebar.

"Yakin kamu mau tinggal di apartemen aku? Itu kan, bekaas ...."

"Iya aku tahu. Aku nggak masalah kok," potong Tasya cepat.

Ardian mencebikkan bibirnya. Ia berpikir apa iya, Tasya bisa tinggal di apartemen kecil miliknya? Secara wanita itu sudah terbiasa apa-apa dilayani di rumah besar itu.

"Gimana? Nggak masalah, 'kan?" desak Natasya tidak sabar dengan keputusan Ardian.

.

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 119 (ENDING)

    "Apa maksud omongan kamu tadi, Ya?" tanya Ardian dengan melempar tatapan setajam peluru, "kalian berduaan seperti ini di dalam kamar. Dan Naura, kamu membuka dadamu di hadapan, Arya. Apa pantas?" Lelaki itu menoleh ke arah sang istri."Ba–Bang, akuu ... aku bisa jelasin semuanya." Naura tergagap di tempatnya."Bang, aku dan Naura mau jelasin sesuatu," sela Arya. Ia lalu mencoba mendekati sang kakak.Namun, Ardian segera menjauh, ia mencoba menenangkan diri dengan menjaga jarak. Lelaki itu mendaratkan bobotnya ke atas sofa single yang ada di kamar tersebut. "Oke, jelaskan!" tegasnya.Arya dan Naura saling mencuri pandang satu sama lain. Mereka sungguh merasa salah tingkah di hadapan Ardian saat ini.Karena kedua orang itu masih saja tidak memulai omongan, kembali Ardian menyeru, "Ayo! Katanya mau menjelaskan ke Abang? Ada apa dengan kalian? Kedustaan dan tipuan apa yang sudah dilakukan kepada Abang?" sindirnya. Ia tadi sempat mencerna apa yang Arya bicarakan.Arya dan Naura terlihat ge

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 118

    "Bang, Abang udah di mana?" tanya Arya kepada Ardian."Abang udah nyampe di Banten ini, Ya. Ini lagi dalam perjalanan ke apartemen.""Oh, nggak jadi ke rumah sakit langsung?" "Abang mesti antar Tasya dan Syirisy dulu ke apartemen, Ya. Syirisy tiba-tiba demam, panas badannya. Gimana kabar Papa Lukman? Nanti abis antar mereka, Abang langsung ke rumah sakit!" "Bang ...." Arya menggantung omongannya."Iya?" "Papa Naura ... udah meninggal dunia," lanjut Arya.Deg!Kontan saja Ardian tertegun dan kaku. Lidahnya terasa kelu seketika karena mendengar berita mengejutkan itu."Kenapa, Yah?" tanya Natasya ketika melihat sang suami yang tiba-tiba terdiam begitu saja."Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun," ucap Ardian dengan lirih.Natasya langsung mengernyitkan dahinya. "Papanya Naura meninggal?" tanyanya memastikan.Ardian refleks menganggukkan kepalanya. Natasya beringsut mendekati sang suami. Ia pun meraih telapak tangan Ardian yang bebas dan menggenggamnya erat. Wanita itu sangat menger

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 117

    Natasya lalu bangkit dari tempat tidur dan berdiri tegak menatap dengan sorot mata yang nanar ke arah sang suami. "Kamu dengar apa yang aku katakan, Ar!" serunya tegas. Kelopak mata Tasya terlihat sembab karena menangis semalaman, tetapi sudah tak ada air mata lagi dari sana saat ini.Wanita itu sudah tidak lagi memanggil Ardian dengan sebutan 'ayah' karena sakit hati yang mendera sejak tadi malam."Iya, Ayah dengar. Tapi, kenapa malah kamu yang minta cerai begini, Bun?" Ardian ikut berdiri, kemudian mendekati sang istri hendak meraih tangannya.Natasya menghindar. "Naura sudah mau mundur, karena dia tahu pernikahan poligami ini nggak bakal berhasil. Aku juga berpendapat sama! So, memang harus ada yang mengalah.""Mengalah apa, Bun? Kita di pernikahan poligami ini baru sebentar, 'kan? Belum juga ada setahun," kilah Ardian memprotes apa yang Natasya sampaikan."Ooh, jadi kamu menikmati pernikahan poligami ini, heh?" cibir Natasya, "laki-laki di mana-mana kayak begini ya! Senang ngoleks

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 116

    Ardian berteriak memanggil. Ia langsung bangkit dan kelabakan mengejar Natasya.Arya yang melihat hal itu pun segera mengejar kakak lelakinya.Sampai di lift, Ardian tak sempat masuk ke dalam karena Natasya lekas menutup pintunya."Bang, sudahlah. Biar aja dulu Tasya pulang!" bujuk Arya kepada sang kakak."Natasya mesti paham maksud Abang!" seru Ardian sambil terus menekan tombol lift agar segera terbuka.Tak lama kemudian pintu ruang kecil itu pun terbuka. Lelaki itu segera masuk dan Arya pun turut ke dalamnya.Arya melihat ke arah sang kakak dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin sekali ia mendesak agar Ardian segera menceraikan Naura supaya tidak ada lagi penghalang baginya untuk mendekati kekasih hatinya itu.Sesampai di lantai bawah, lift berdenting, lantas terbuka lebar.Dengan cepat Ardian berlari hendak menuju ke parkiran mobil. Arya berjalan mengekorinya.Akan tetapi, sekali lagi, Ardian terlambat. Natasya sudah membawa kendaraan roda empat itu keluar dari gerbang area par

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 115

    "Maksud kamu apa, Dek? Kok, tiba-tiba minta cerai?" Ardian menautkan kedua alisnya dan memicingkan mata menatap heran ke arah sang istri muda.Natasya terkesiap. Ia melebarkan bola mata sebab begitu kaget dengan apa yang baru saja dipinta oleh Naura kepada sang suami. 'Beneran ini? Ada apa? Masak cuma gara-gara Ardian sakit dan telat nyamperin, dia langsung minta cerai??' tanyanya dalam hati.Sementara Arya yang sudah mengetahui rencana itu memilih diam dan menunduk. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Naura. Ia bersyukur akhirnya bisa punya kesempatan untuk bersatu dengan sang kekasih hati. Apalagi setelah tahu Arga adalah darah dagingnya sendiri, ia merasa sangat bahagia."A–ku rasa nggak bisa lagi menjalankan pernikahan poligami ini, Bang. Aku nggak sanggup. Lebih baik aku mundur," imbuh Naura tanpa mau melihat wajah Ardian.Ardian menoleh ke arah sang mertua yang seakan membuang muka juga di pembaringannya. Lalu bergiliran ia menoleh ke arah Natasya dan juga Arya. Lelaki itu sea

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 114

    "Ayo, Bun!" seru Ardian kepada Natasya yang ada di belakangnya.Natasya menghela napas lelah. Ia melajukan langkah menyusul sang suami yang sudah berada di lift hotel.Ya, Ardian terbangun pukul setengah 12 malam. Ia baru teringat kalau malam ini dirinya mesti bersama Naura. Ia khawatir kalau Naura kecewa kalau ia tidak datang. Karena jatah Naura berada di kota itu tinggal dua malam saja. Malam ini, dan malam besok. Tentu saja lelaki itu merasa bersalah jika sampai tidak menunaikan kewajibannya. Padahal sudah jauh-jauh Naura berangkat ke kota Pontianak.Sementara Natasya, tadinya ia telah menjelaskan kepada sang suami kalau ia sudah menelepon Naura. Akan tetapi, Ardian yang masih sakit itu tetap berkeras mau mendatangi istri mudanya karena rasa tanggungjawab. Tadinya Natasya marah karena Ardian keras kepala. Namun, akhirnya ia kasihan melihat sang suami yang lemas karena sudah sakit, mesti ditambah pula berdebat dengannya. Akhirnya Natasya mengizinkan sang suami pergi dengan syarat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status