Lea yang begitu sakit hati segera mengunci diri di dalam kamar bersama putranya, tak satupun yang diijinkannya masuk termasuk ayah juga kakaknya.
Hatinya masih begitu sakit, terutama saat dengan lantang mantan suaminya itu mengatai anak kandungnya sendiri dengan sebutan anak haram.
Sebagai ibu ia merasa tak rela juga sakit, tak ada yang boleh menghina putranya siapapun itu bahkan termasuk dirinya sendiri.
“Maafkan, Ibu.” Tangisnya.
Ia yang lelah menangis pada akhirnya tertidur bersama sang putra. Saling berpelukan, penuh kehangatan juga rasa tenang.
Sempat ia mempertanyakan keputusannya selama ini, mempertimbangkan kembali untuk kembali ke negaranya dan kembali di keluarga Dharmendra. Ada rasa ragu yang sempat menghantam dirinya.
*
Lio masih menunggu dengan begitu sabar istrinya, ia tahu saat ini, Lea, hanya butuh waktu dengan putranya. Itulah sebab ia tak ingin memaksanya.
Lio hanya diam, duduk di depan pintu kamar
Lea masih tak ingin berinteraksi dengan semua orang yang ada di rumah, tanpa terkecuali.Ia masih mengurung diri di dalam kamar bersama putra berharganya, bermain serta menghabiskan waktu bersama.Lio mencoba memahaminya, namun semakin lama ia juga tak bisa menahan rasa rindu terhadap istri juga putranya. Walau bukan anak kandung, namun Lio jelas sangat mencintai Brian sebagai darah dagingnya.Sekar menasehati putranya, ia paham betul dengan apa yang menantunya rasakan kali ini. Ini memang kesalahannya sebagai ibu yang tak bisa mendidik anak hingga mampu berlaku sepicik dan sejahat ini.Kekhawatiran Lea juga adalah kekhawatiran Sekar yang coba ia sembunyikan. Bagaimanapun, Lius adalah putranya dan hanya dia yang mengenal baik bagaimana putra keduanya itu.“Aku juga merindukan putraku, Mom.”“Mommy tahu, tapi kau juga tidak bisa memaksa istrimu begitu. Beri dia waktu, biarkan dia menenangkan dirinya. Bukan hany
“Ton, bisa kau jemput aku dan Naila? Leo tidak bisa datang.”Begitu lah singkatnya bagaimana Toni bisa datang tepat pada waktunya.“Maaf saya terlambat.”Toni yang baru saja tiba sudah berdiri disebelah Naila, tepatnya memegang kursi roda Rania.“Nah ini, perkenalkan. Dia adalah calon suami Naila.”Tak hanya Naila juga Toni yang terkejut, Ikhsan yang mengenal siapa Toni pun juga ikut terkejut begitu juga dengan Ayu.“Nona_“Benar bukan, katanya kalian sedang melakukan ta’aruf?” selanya.Toni paham dengan apa yang kini tengah terjadi, sorot mata Naila yang tengah menatapnya seakan memberitahu semua yang tengah terjadi.Naila tahu betapa jailnya Rania, ia juga hanya menganggap itu adalah candaan yang dilempar Rania untuk membuatnya tak nampak menyedihkan.“Benar, kami memang tengah mendalami proses ta’aruf.”Walau mendengar se
Hari ini Lio pergi sejak pagi meninggalkan rumah, sebuah pekerjaan yang mengharuskan dirinya untuk ada di perusahaan sejak jam 6 pagi.Tak ada yang mencurigakan sejauh ini. Semua berjalan seperti biasa.Rania terlihat tengah bermain dengan keponakan satu-satunya, Brian. Ia bergitu bahagia hanya dengan bermain dengan bocah menggemaskan itu.Terkadang ingin rasanya ia berlari mengejar Brian yang berlarian kesana kemari, seperti Naila yang terus kelelahan berlari bersamanya.“Jangan jauh-jauh, kesini.” Teriak Rania melihat Brian terus berlari menghindari Naila.Walau belum sepenuhnya bisa berlari namun terlihat jika Brian juga menikmati acara bermainnya.Beruntung Lea sudah memasangkan pelindung di setiap sisi tubuh putranya.“Astaga, sudah-sudah larinya. Itu jatuh terus.” Seru Rania yang kasian melihat keponakannya.Naila pun segera membawa Brian dalam gendongannya.Namun tiba-tiba seseorang berlari
Lea terdiam di atas ranjangnya, matanya terus menyoroti rekaman cctv yang ada di rumahnya. Mendapati putranya hilang, Lea hanya merespon dengan diam.Namun dalam diamnya itu ia terus berpikir kemana putranya dibawa dan pada siapa ia dibawa. Dan satu-satunya jawaban di kepalanya hanya ada Lius, mantan suami sekaligus ayah biologis dari putranya itu.Lain Lea, lain lagi Lio yang kini tengah berada dalam perjalanan pulang. Yang ia tahu adalah putranya diculik oleh orang tak dikenal. Hanya itu saja.Sesampainya di rumah ia langsung berlari menuju kamarnya, ia takut jika sang istri kembali histeris dan menyalahkan keadaan lagi.Namun ketika pintu kamarnya dibuka, semua pikiran itu sirna.Lio menatap istrinya tak percaya. Istrinya nampak tenang dengan laptop di pangkuannya. Namun sorot matanya tak bisa menipu jika ada rasa khawatir disana.“Sayang?”“Ehm, sudah pulang?” terkejutnya.Lio segera memeluk istrinya
Lea duduk di tepi ranjang sambil menatap test-pack di kedua tangannya. Saat ini tidak ada yang bisa dipikirkannya, kehamilan ini bahkan tidak membuatnya bahagia. Brak! Lea terperanjat ketika pintu kamarnya dibuka kencang. Tanpa sadar Lea berdiri dari duduknya lalu melangkah mundur ketika Lius, suaminya, berjalan ke arahnya. "Lius, sakit, lepaskan aku." Kedua tangan Lea mencengkeram tangan Lius di lehernya. Ia berusaha melepaskan diri, tetapi tenaga Lius di lehernya begitu kuat. Ia hampir kehabisan nafas di buatnya. "Bukankah ini impian mu?" ucap Lius dengan suara dan napas yang berat. Lalu Lius melempar tubuh Lea ke atas kasur di samping mereka. Lea terperangah sambil berusaha beranjak, menatap Lius yang berdiri tinggi menjulang di hadapannya. "Sudah puas kau menikahiku?" Lius memegang rahang Lea dan membuat Lea mendongak untuk menatap dirinya. "Dengan cara licik kau menghalalkan segala cara hingga tega menyakiti kakakmu sendiri. Menjijikan." Lius mendorong wajah Lea. "Lius, ka
"Kenapa masih diam di sini? Kau ingin mati?"Kata-kata itu terus terngiang di telinga Lea, air matanya bahkan tak bisa ia bendung hingga mengalir deras dengan sendirinya.Bagaimana bisa Adelius mengatakan hal sekejam itu padanya dan lebih memilih berdiri di samping perempuan lain dari pada istrinya sendiri?Kekesalan suaminya dan sikap penolakan orang tuanya membuat Lea merasa seorang diri hidup di dunia ini. Tidak ada lagi tempat untuknya berlindung.Namun, Lea harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Maka itu ia akan menunggu di taman rumah sakit hingga semua orang pergi dari kamar rawat Lisa dan menuntut penjelasan dari Lisa.Ia tak peduli jika masih ada ibunya di sana.Hingga siang hari Lea akhrinya menemukan waktu yang tepat untuk bertanya pada Lisa. Ketika Lea baru mencapai pintu rawat Lisa, Lea mendengar ibunya berbicara dengan Lisa.Lea terkejut mendengar percakapan antara ibunya dengan Lisa.Ternyata semua yang te
Lio sempat merasakan pergerakan dari jemari Lea yang berada di genggaman nya, ia sempat terkejut namun detik kemudian bernafas lega."Beristirahatlah, aku akan menjagamu mulai sekarang."Tak bisa berlama-lama membuat Lio memutuskan untuk segera meninggalkan ruang rawat Lea, ia tak ingin adik kembarnya tiba-tiba datang dan melihatnya.Sebelum ia meninggalkan rumah sakit, Lio sudah memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengawasi Lea dari kejauhan. Ia tak bisa langsung berada untuk melindungi Lea, tidak untuk saat ini.Dengan perasaan leganya, Lio benar-benar meninggalkan rumah sakit dan kembali ke negara nya hari itu juga. Belum saat nya untuk Lio berada satu tempat dengan Lea, karena itu akan membahayakan keselamatan Lea juga bayi yang saat ini di kandungnya."Saya pergi, terus awasi mereka dan pastikan dia selalu baik-baik saja."Begitulah titah Lio sebelum benar-benar meninggalkan negara dimana Lea berada.Sedang di
Belum usai tentang kehamilan Lea, kini Lius harus dipusingkan dengan kehamilan Lisa kekasihnya. Ia semakin murka dengan Lea, lantaran masih mengira jika semua ini adalah ulah dari istrinya itu. "Sekali lagi ku tanya, anak siapa yang sedang kau kandung!" teriaknya. Namun Lea tetap diam tidak menanggapi suaminya, hanya air mata yang saat ini bisa mewakili kesakitan atas dirinya. Terdengar Lius menghela nafas frustasinya, sembari bekacak pinggang ia mengatakan fakta tentang kehamilan Lisa kakaknya. Dengan perlahan Lea bergerak bersandar pada kepala ranjang, menatap Lius yang tengah tajam menatapnya "Lisa hamil." Ulangnya sembari menatap wajah tenang istrinya. Hanya itu yang di ucapkan Lius, namun matanya terus tajam menatap pada Lea. "Lalu?" sahutnya yang tak ingin mengambil pusing berita mengejutkan itu. "Lalu katamu? Haha, santai sekali jawabanmu itu!" teriak Lius menunjuk Lea. “Apa kau lupa siapa yang menyebabkan semua kekacauan ini? Apa kau amnesia hingga dengan santainya me