Sekar terlibat perdebatan panjang dengan Lius, tak ada satupun dari keduanya yang ingin mengalah dan menyudahi argument itu. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari balik pintu dengan begitu angkuhnya.
“Mom, biarkan dia pergi. Itu pilihannya sendiri, bukan kita yang memaksanya.”
“Rania?”
Semua orang terkejut dengan kedatangan Rania, terlebih Sekar yang terkejut dengan pernyataan putrinya itu.
“Kak, kapan kau datang?”
Lius berhambur memeluk Rania, laki-laki itu tersenyum begitu manis pada kakaknya. Ia begitu merindukan Rania, kakak perempuan yang selalu mengerti akan dirinya.
“Aku sudah kembali, kamu tenang aja ya.”
Rania segera membawa ibunya keluar dari rumah itu, rumah dimana penuh dengan banyak sandiwara.
Sekar hanya diam saat di bawa pergi oleh putrinya, ia juga sama sekali tak mengucap sepatah katapun pada Rania.
Di sepanjang jalan pulang keduanya saling diam, Rania mem
Lio sudah mendengar tentang perbuatan Lius yang hampir membunuh Lea, ia begitu murka dan ingin sekali menghabisi adiknya. Terlebih kini tak ada satupun orang yang tahu dimana keberadaan Lea saat ini, ia semakin di buat tak karuan.“Bos, tiket sudah siap. Malam ini anda bisa terbang,” seru salah satu anak buahnya.“Ehm.”Lio menatap gelapnya malam, membawa segelas wine sebagai temannya.“Dimana sekarang dia, apa sudah makan?” gumamnya.Setelah mendengar kabar tersebut, Lio segera memerintahkan semua anak buahnya untuk mencari Lea.Dan karena rasa cemasnya itu, Lio sama sekali tak bisa memejamkan matanya bahkan saat berada di atas ketinggian.Rania tak tahu jika Lio dalam perjalanan pulang, ia seakan lupa dengan semua pengawalan yang di sebar adiknya itu.Ia masih menemani Sekar berkeliling mencari Lea, namun sejak pagi hingga sore hari sama sekali tak membuahkan hasil.&ld
Lius terkejut menyadari apa yang baru saja diucapkannya, tak menyangka akan ada hari dimana ia mengatakan kalimat itu.“Sial! Bagaimana mungkin aku merindukan wanita murahan itu.”Lius mencoba memejamkan mata, namun bayangan Lea yang tengah menangis begitu menusuk hatinya.Dengan terpaksa Lius membuka mata, nafasnya berderu dengan tak beraturan. Dan tiba-tiba saja perutnya kembali bergejolak.Segera saja ia berlari ke toilet, kembali mengeluarkan semua isi perutnya.Huek, huek.Lius kesakitan, ia terus saja mual sedang ia merasa sudah tak ada lagi yang bisa ia keluarkan. Ia lemah, bersandar pada wastafel dengan keringat membanjiri wajah.Perutnya masih terasa di aduk-aduk, namun ia sudah tak ada tenaga lagi hanya untuk menyangga tubuhnya.Saat Lius tengah tersiksa dengan mualnya, berbanding terbalik dengan Lea yang sudah bersiap menjemput mimpinya.Di atas ranjang sederhana itu, Lea tersenyum membelai perutny
Hari terus berganti, waktu terus berlalu. Kini tepat satu bulan menghilangnya Lea, tak sedetik pun Sekar lewati dengan berdiam diri.“Bagaimana dengan pencariannya?” tanya Sekar.“Mom, putramu baru saja pulang. Biarkah dia istirahat dulu.”Sekar berubah sendu, Lio menatap tak suka pada Rania yang ada di hadapannya.“Mom, aku sudah meminta semua anak buahku untuk mencarinya. Tapi sampai saat ini masih belum ada kabar, “ tuturnya.“Maafkan, Mom. Mom tak memperhatikanmu selama ini.”Buru-buru Lio menggelengkan kepalanya, ia mendekap hangat ibu yang telah melahirkannya itu. Namun matanya menatap tajam Rania, bibirnya berucap manis pada ibunya sedang matanya memaki kakaknya.Lio melonggarkan pelukannya, meminta Sekar untuk kembali beristirahat. Hari sudah malam, Lio tak ingin ibu nya jatuh sakit.“Kenapa kau berkata seperti itu pada, Mom?”“Aku hanya mengatakan
Lea mulai memotong sayuran juga beberapa daging, sedang rekannya ia minta untuk memotong ayam menjadi dadu.Tangan itu menari dengan indah di atas perapian, mengambil bumbu menuang bumbu hingga suara kecapan indra perasanya, semua nampak seirama.“Coba kau cicipi ini, apa ada yang kurang menurutmu?”Yang diminta pun segera mengambil sendok dan mengambil sampel makanan dari Lea, wajahnya tiba-tiba berubah. Lea sempat panik, ia takut percobaan resep kali ini gagal.“Ini benar-benar lezat, aku yakin kita bisa mendapatkan suntikan dana itu.”Senyum merekah menghiasi wajah cantik itu. Lea menuangkan masakannya pada 3 piring yang berbeda, begitu juga dengan masakan yang lainnya.Namun saat ingin menghidangkannya, tiba-tiba saja perutnya bergejolak. Lea mual, segera saja ia berlari meninggalkan masakannya.“Apa masih lama?” tuan Roberto masuk, ia heran menatap beberapa koki terdiam di depan makanan.
Lio masih penasaran dengan koki di restoran, ia bertekat ingin menemuinya secara pribadi. Nampak Lio membuka ponselnya, membaca beberapa pesan yang dikirim anak buahnya.“Kemana perginya dia, seakan hilang di makan bumi.” Gumamnya.Turun ke bawah, Lio mencari ibunya yang tengah sibuk menyiapkan makan malam.Namun suara deru mobil mengalihkan perhatiannya.“Akhirnya dia datang.”Rania terkejut saat melihat Lius juga ada di halaman rumah, tiba bersamaan dengannya.Matanya mengedar dan menemukan mobil Lio ada di garasi dalam rumahnya, ia menelan saliva nya dengan kasar.“Baru pulang, Kak?”“Ehm,” gugup.Lius merengkuh bahu kakaknya dan berjalan bersama memasuki rumah. Rania nampak gelisah, berkali-kali matanya menatap ke kiri dan ke kanan.“Wah, bakal perang dunia ini.”Dan benar saja, baru keduanya melewati pintu masuk sudah ada Lio yang menghadangny
Lea membulatkan tekat nya untuk pulang kembali pada suaminya, persetan dengan respon Lius yang terpenting Lea hanya ingin pulang.Ketika pagi menjelang, Lea nampak antusias mengemas beberapa pakaian miliknya. Rencananya sepulang kerja ia akan langsung pulang.“Semuanya udah, apa ya yang kurang?” menatap barang bawaan nya.Lea tersenyum begitu sumringah, ia sudah tak sabar ingin bertemu dengan suaminya.Ia pun segera keluar rumah menuju tempatnya kerja, hari ini ia sudah berjanji ingin menemui klien tuan Roberto.Semua rekan kerja merasa heran dengan Lea yang sedari datang wajahnya berseri-seri.Hari ini restoran cukup lenggang, tak banyak pengunjung yang datang sebab waktu belum menunjukkan jam makan siang.Lea duduk di depan meja bar, tiba-tiba saja ia merasa kepalanya begitu pusing bahkan pandangan matanya berkunang-kunang.Tepat saat itu tuan Roberto datang dan segera menghampiri Lea.“Astaga, hampir
Lius kembali ke rumahnya, rumah dimana dulu Lea tinggal. Tinggal seorang diri tanpa suaminya.Ia masuk dengan wajah penuh amarah, pelayan yang berpapasan bahkan tak berani hanya untuk sekedar menyapa.Masuk ke dalam kamar, Lius membanting semua barang yang ada di sana. Menatap nanar bingkai foto pernikahan mereka, Lius merasa ada yang hilang.Entah kosong apa yang sekarang di rasanya, apa yang hilang dari dirinya. Lius mencoba menepis semua yang di rasa, membohongi diri dengan rasa benci yang terlanjur menusuk hati.“Brengsek! Wanita nggak tahu diri, pelacur!”Dengan begitu emosinya Lius membanting bingkai foto Lea, menginjak-injaknya hingga hancur tak tersisa.Wajahnya memerah, matanya tajam menatap ke seluruh arah. Lius menggila dengan apa yang tengah dirasanya.“Dulu mengatakan mencintaiku, tapi nyatanya sekarang malah bersama dengan laki-laki lain! Apa maumu sebenarnya, Lea!” teriaknya.Lius membanti
Leo mendengar apa yang terjadi pada Lea hari ini, ia marah dengan apa yang suami Lea telah lakukan.Dengan kecepatan sedang ia mengendarai mobilnya menuju rumah kontrakan Lea, ia ingin melihat keadaan wanita yang di tolongnya itu.Tiba di depan rumah sederhana, Leo segera mengetuk pintu rumah. Tak lama Lea muncul dengan mata sembab nya.“Kak Leo?” kagetnya.Leo tak menyahutinya, ia menerobos masuk kedalam rumah yang hanya memiliki minim ruangan. Matanya tertuju pada satu koper yang sudah terbuka isinya.“Mau kemana?” tanya nya penuh selidik.Lea gelagapan mendapat pertanyaan itu, matanya menatap sekeliling rumah guna menghindari tatapan Leo.Bagi Lea, Leo sudah seperti kakak yang tak pernah di milikinya. Tak pernah ia mendapat kasih sayang juga perhatian dari saudara seperti yang Leo berikan padanya.“Kak-“Mau kemana?”Terus didesak membuat Lea menceritakan niat awalnya u